Demi Menerangi Bumi

Preambule (bukan pembukaan UUD 45 ya...)
Pekerjaan itu harus dinikmati, sebab kalau tidak dinikmati akan terasa berat. 
Pekerjaan itu harusnya adalah kesenangan juga, jadinya tak menjadi beban hidup. 
Pekerjaan memang tak boleh main-main, harus serius. Sebab jika dikerjakan dengan sepenuh hati maka hasilnya juga menyenangkan hati. 
Hiduplah menjadi easy going, gak boleh rudet.

Namun adakalanya hasil pekerjaan tidak sesuai dengan perencanaan, banyak kendala yang kadang harus membuat kita beralih ke Plan B. 
Memang pekerjaan dilapangan harus bersifat dinamis, gak bisa kalau harus statis. Itu karena keterkaitan erat dengan berbagai hal external antara lain cuaca yang berubah-ubah, pihak kedua dan ketiga maupun pihak internal sendiri. 
Itulah mengapa manajemen juga adalah seni mengatur situasi dan kondisi.

Plan B harus segera dimodifikasi lagi disesuaikan dengan setiap keadaan yang real terjadi dilapangan. Kamu tak boleh terpaku kepada rencana yang kaku. Nah dalam hal ini seringkali menjadi kabur batasan antara dinamis dengan skeptis atau dengan sikap negatif lainnya. Karena merasa harus dinamis, bukan pula meniadakan rule atau batasan-batasan. Semua harus tetap dalam koridor perencanaan untuk mencapai goal yang terbaik. 
Demikin.

Seperti itulah pekerjaan Listrik masuk Desa ini. 
Jika Plan A tak berjalan maka harus ada Plan B. 
Mungkin akan terdapat segresi, degradasi, atau distorsi dan disposisi, atau apalah namanya itu. 
Itu adalah lumrah karena Plan A tak bisa sama dengan Plan B. 
Pasti ada perbedaan hasil, terutama terkait waktu dan biaya total.
Maka sebenarnya, resources itu harus dapat dengan tepat tersedia sesuai Plan A jika hasil yang diinginkan adalah yang terbaik. 

Sumber Daya itu menentukan keberhasilan suatu proyek pekerjaan. 
Keterbatasan sumber daya itu harus bisa diatur sedemikian rupa agar hasil yang diperoleh tetap maksimal. 

Tak boleh ada alasan, tak boleh ada sifat permisif sebelum dibuat Plan B nya. 
Berbeda hal jika untuk Plan B pun menjadi tidak mungkin. 
Maka resiko harus dapat diterima.

Yah itulah, sedikit analisa terhadap pekerjaan ini. 
Selalu menarik untuk dapat di siasati. 
Sabisa-bisa kudu bisa.

Untunglah dibalik keterbatasan resources yang ada, tidak membuat pekerjaan menjadi terhenti. Dan kita tetap bisa berjuang dan melaju semaksimal mungkin adanya.

Pekerjaan Listrik Desa di jaman now, tentu berbeda dengan di masa lalu. Variable yang dihadapi nya juga sudah berbeda stratanya. 

Namun pada umumnya sama saja, memasuki perkampungan terpencil selalu menyuguhkan keindahan tersendiri. Sebab mayoritas kehidupan disana masih sangat tertinggal berbeda dengan lingkungan lainnya, selalu ada beda. Hal itu diakibatkan keterisolasian. Disatu sisi itu negatif tapi dari sisi konservatif itu adalah positif. Selalu ada dua sisi mata uang.

Dari segi geografis pun Lisdes jaman now, mayoritas terdiri dari perkampungan dalam. Bahkan mayoritas wilayahnya berupa permukiman yang masuk jauh ke tengah perhutanan. Sarana pra sarana transfortasipun hanya berupa jalan setapak yang berupa tanah biasa atau kalau tidak masih berupa bebatuan kasar. 

Memprihatinkan memang, belum lagi dari sisi topografisnya pun sangat sulit untuk dijangkau pembangunan.

Dibalik sisi minor tersebut, ternyata seringkali terdapat sisi lainnya yang cukup menarik dimata penulis. Yaitu keindahan alamnya. 
Beberapa diantaranya layak untuk diangkat menjadi kawasan kepariwisataan, beberapa lainnya lebih baik dikembalikan menjadi hutan lindung mungkin. 
Atau kalau tidak minimal permukiman terbatas saja.  
Bandung, 01 Februari 2018

Keindahan Batu Tumpang
Berada di dekat perkebunan teh Cikajang, Batu numpang menjadi semacam rest poin yang cukup bagus. Dulu sewaktu pertama kali liwat disana hal pertama yang ada dibenak penulis adalah amazing places....
Pemandangan disekelilingnya juga sungguh ajaib, sepanjang mata memandang terhampar landscape yang aduhai. Luar biasa indahnya. 
Yang kedua kali kesana, pemandangan tetap mempesona apalagi waktu itu bertepatan dengan tahun baru sehingga suasananya terasa beda.

Kini, penulis mendapat tugas pekerjaan ke Pelosok Garut. Sehingga bisa berkesempatan untuk mengunjungi banyak lokasi indah di kabupaten yang indah ini. Termasuk juga ke Batu Numpang. 

Indah untuk sejenak beristirahat disini, apalaagi hujan juga sudah mulai turun membuat perut pun menjadi lapar. Dinginnya udara disini terasa menusuk kedalam tulang, “ngahodhod” sekali. 

Maka perapian dari tungku atau hawu” menjadi semacam penemuan terbesar diabad ini. 
Lapar menjadi hilang, kabulusan” menjadi lenyap. 
Tapi perut menjadi masuk angin, 
untunglah disini sudah ada toilet umum, 
mushola dan juga warung-warung. 
Tuntas dan “blaz” semuanya. 
Alhamdu.....lillah.


Panorama alam Cisompet
Belum, belum sih kalau menjelajahi semuanya secuilpun belum barangkali. 
Tapi kalau sekedar lumayan sih alhamdulillah sudah. 

Hanya di sekitar direksi kit, pemandangan sudah cukup mempesona. Ada bukit batu yang dilingkupi pepohonan hijau, ada juga hamparan perkebunan teh yang hijau, ada juga balong-balong atau empang para penduduk. 

Dan jauh disana terlihat cucuran air dari pucuk bukit menerpa bebatuan kuat dibawahnya. 
Sungguh indah panorama kuasa Illahi ini, menyegarkan penglihatan saja. 
Kelak tentu kiranya akan menelusurinya, apalagi ada lokasi kerja ke arah sana menjadi semacam durian yang runtuh didepan mata. 
Tak boleh disia-siakan kesempatan ini untuk juga bisa mentafakuri penciptaan Allah SWT. 
Luar biasa. 
Tapi entah apa nama curug itu, belum juga itu terexplore, muncul lagi pemandangan lainnya yang kudapat. 
Curug lainnya. 
Yaah itu semakin meyakinkanku bahwa ini adalah orkestra dari alam pakidulan Garut yang indah mempesona.

Dan yang paling aku suka disini adalah jalannya. 
Ini jelas lebih baik dibanding jalur Pangalengan. 
Baik sekali untuk melakukan cornering. Belok ke kanan langsung kekiri, belok kekanan lagi langsung belok kekiri lagi, itu berlangsung berkali-kali dengan kemiringan jalan yang sangat bagus. 
Seandainya seluruh jalur disini beraspalt sempurna tentu itu akan semakin menyenangkan sekali. 

Setahun yang lalu waktu meliwati jalur ini beberapa kali penulis berhenti demi untuk menikmati panoramanya, itupun belum semuanya bisa terexplore sebab waktu yang tidak memungkinkan. Dan sekarang pun sama saja, waktu sudah terlalu gelap dan licin karena hujan. Jadinya gak bisa cornering dengan sebenarnya.  
Tapi aku berjanji untuk melakukannya dikemudian hari, esok atau lusa. 


Hal yang selalu mengkhawatirkan adalah, kecenderungan akhir-akhir ini yang terjadi di hampir seluruh pelosok pegunungan di Jawa Barat ialah perambahan hutan. 
Itu jelas akan sangat dengan cepat mendegradasi kualitas lingkungan hidup yang mengancam keseimbangan ekosistem didalamnya yang akhirnya bisa berakibat kepada lenyapnya keindahan yang mahal ini. 

Barangkali beberapa tahun didepan air sungai mulai bertambah surut, curug-curug menghilang, keteduhan menjadi sirna. Sungguh itu sangat mengerikan. 
Bisakah kita sedari dini bisa mencegah dan menghentikan pengrusakan karunia Illahi ini....???.

Sebelum terlambat, seharusnya kita mulai melakukan kampanye sadar lingkungan. Melakukan edukasi terencana kepada khalayak masyarakat Indonesia agar bisa menghargai kekayaan alam kita. 

Hutan ini bukanlah milik individu semata, itu adalah milik kita secara kolektif. Jadi gak benar jika ada masyarakat yang dengan serakah membabi buta membabat hutan untuk kepentingan sendiri. Ini sungguh ironi. Sungguh miris, dan sangat disesalkan.

Kebutuhan akan pangan memang mendesak, kebutuhan akan sandang memang penting. Tetapi bukan berarti itu menghalalkan segala-galanya. Tetap harus sesuai batasan yang ada. Ada hak orang lain, ada hak alam lingkungan. Itu terkait tanggung jawab umat manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Demikian.


Cipanas Garut.
Inilah yang paling diingat orang tentang Garut, Cipanas.

Pemandian air panas di Garut ini memang sudah terkenal keseluruh Jawa Barat dan DKI. Setiap akhir pekan banyak dikunjungi wisatawan yang hendak berendam dengan air hangat yang baik untuk kesehatan tubuh manusia. 

Kalau ingin lebih murah datanglah di hari kerja, dihari senin sampai jum’at. Harga penginapan bisa setengah dari harga akhir pekan. Enaknya berendam di pemadian Cipanas Garut ini karena selain pas hangatnya juga ia mengandung belerang yang baik untuk kesehatan kulit. Apalagi bagi kita yang hidup di bumi katulistiwa, yang penyakit kulit lebih mudah bisa menyerang tanpa pemberitahuan. 

Salah sedikit merawat tubuh, penyakit itu akan segera menyerang. Malas mandi, malas ganti pakaian dll menjadi sebab tumbuhnya penyakit kurap, panu dan kudisan. Gak oke banget bukan...?

Tetapi orang datang ke Cipanas Garut ini janganlah dengan tujuan untuk berobat demikian, itu sungguh tidak elegan. Banyak sekarang obat-obatan yang lebih tepat untuk mengatasinya. Bukan dengan berendam dilingkungan umum, dikolam yang ditempati banyak orang sebab itu membuat gak nyaman bagi orang lain.

Datang ke Cipanas Garut ini, tujuan utamanya adalah memang untuk menikmati kolam air yang hangat. Bisa berlama-lama bermain air, berenang dan berendam bahkan sampai larut malam sekalipun. Itu adalah kenikmatan tersendiri. Bisa olahraga sambil rekreasi, nyaman bagi tubuh sehingga esok kerja bisa lebih presh lagi.

Say no to drug, say no to prostitusi, say no to free sex. 
Garut harus lebih menghargai ulamanya, menghargai agama, menghargai diri, menghargai Allah SWT. 
Jauhi maksiat dikota ini. Itu akan mengundang penyakit, itu akan mengundang bala bencana. Dengan merebaknya perilaku dosa maka umat manusia menjadi tidak sehat lagi, menjadi tidak normal lagi. Hilang kearipan, hilang budi pekerti, hilang akhlakul karimah.

Penulis sendiri menjadi ketagihan untuk bisa berendam lagi disana, nanti lain kali kalau ada rezekinya akan menyempatkan waktu untuk berenang lagi disana, di Cipanas Garut yang Indah.

Hati-hati umat manusia, sebab air panas yang merupakan karunia dari alam Ciptaan Allah SWT itu bukan untuk perilaku dosa, tetapi untuk kemaslahatan umat manusia. Jangan sampai gunung Guntur yang gagah itu “murka” dan melenyapkan semuanya. Ingat itu...!!!

Manusia gak bisa bebas memperturutkan hawa nafsunya, harus ada norma, harus ada agama yang bisa mencegahnya. Maka kita harus bisa ingat dan kembali kepada ajaran-ajaran luhur itu. Bangsa kita bangsa berbudaya luhur, bangsa yang kuat, bangsa yang berbudi tinggi. Jangan semua jadi luntur apalagi sirna ditelan waktu. Naudzubillahi min dzaalik. Aamiin.


Kampung tiga Jembatan.
Ini adalah lokasi pekerjaan Listrik Desa di Kecamatan Pamulihan Garut Selatan. Nama kampung sebenarnya ialah Cikombong, Cikombong hilir dan Kampung Ranca Boled ?, Sungainya adalah Cibatarua, Cikandang dan Cipenengen. Air mengalir jauh, sangat deras meliwati lembah-lembah yang dalam...berliku-liku dan jernih sekali.

Kalau kalian pernah mendengar curug Sanghyang Taraje, maka itu ada disini. 
Mengalir diatas sungai Cikandang. Selain curug Sanghyang Taraje ada juga curug Cikandang itu sendiri. 

Kampung Cikombong ini berada diantara dua sungai itu, Cikandang dan Cibatarua. Sementara kampung ranca Boled berada diantara Cibatarua dan Cipenengen. 
Ketiga sungai itu tak lah berjauhan, berdekatan. Lembahnya yang hijau, dengan aliran sungai Cibatarua yang deras mengalir dari hulu sampai jauh ke laut selatan sana. Garut memang luar biasa kaya sumber daya alamnya, dan juga indah-indah.

Memang jalur untuk ditempuh ke lokasi ini tidaklah disebut mudah, kondisi jalan sangat kecil dan sangat terjal. Mobil avanza yang kami tumpangi ini pun sampai gak kuat lagi. Mati di tanjakan yang panjang dan terjal. Kami harus segera turun, dan mengganjalnya supaya dia bisa kembali jalan. 

Jurang ada si sisi kirinya membuat ini semakin berbahaya. Dan beberapa titik lainnya jalanan berada diantara dua jurang, kiri dan kanan, dalam sama dalamnya. Curam sama curamnya. 

Curug Sanghyang Taraje itu jelas terlihat dari punggung bukit ini, airnya deras dan volumenya cukup besar, memiliki dua pancuran yang besar dan yang satunya lebih kecil. 
Untuk bisa mengunjunginya, kita harus menuruni jalan setapak yang menuruni lereng bukit ini. Sayang sekali ini hari sudah sore, kami tak sempat mengunjunginya kesana. Cukup tahu dari kejauhan saja.

Apalagi kami tidak sendirian, kami bukan kata tunggal, kami bersama yang lainnya. Dan cuaca juga sedang tidak mendukung, karena hujan yang kelihatannya masih lama lagi.


Demikianlah catatan di akhir Januari 2018 ini, semoga bermanfaat buat kita semuanya. Aamiin.

Posting Komentar

0 Komentar