EDISI SUMEDANG RAYA
(Jati Gede)
Bendungan Jati Gede
adalah bendungan yang sudah direncanakan sejak berpuluh tahun yang lalu yaitu 1963,
sejak pemerintahan Presiden Indonesia yang pertama.
Rencananya sudah
sangat lama, bahkan kembali mencuat di era kepresidenan Indonesia yang kedua.
Pada era orde baru tersebut, sudah dimulai pembebasan lahan 1984. Tetapi itu sangat
berlarut-larut. Mungkin karena berbagai pertimbangan adat budaya dan politik
pada saat itu. Atau juga mungkin karena belum menjadi prioritas.
Namun pada zaman
pemerintahan Jokowi sekarang ini, pembangunan bendungan dapat dikerjakan hingga
selesai terbangun dan tergenang.
Entahlah siapa yang
lebih benar dan siapa yang lebih bijak diantara para pemerintahan tersebut.
Semuanya sama saja,
selalu ada sisi positif dan sisi negatifnya. Dan juga sesuatu yang dianggap
negatif di masa lalu, bisa jadi semakin kesini akan semakin positif karena
perkembangan dan perubahan waktu, kondisi, keperluan dll. Sisi satu bertambah,
sisi lainnya berkurang.
Banyak pihak yang
tetap kurang setuju dengan pembangunan bendungan ini, terutama untuk alasan
hilangnya situs-situs sejarah diwilayah ini dan juga karena alasan keamanan
konstruksinya terkait adanya patahan Baribis yang tepat melintasi ke lokasi
bendungan ini.
Sebagaimana kita
ketahui daerah genangan Jati gede ini adalah merupakan kawasan bersejarah bagi
masyarakat Sunda.
Karena di daerah
tersebut adalah tempat berdirinya kerajaan Tembong Agung dan juga kerajaan
Sumedang Larang. Mereka adalah masih kerabat dari kerajaan Sunda Galuh
(Pajajaran). Sehingga tidak mengherankan ketika berakhirnya kerajaan Pajajaran,
maka kerajaan Sumedang Larang ini dipilih menjadi penerus kekuasaan di Tanah
Pasundan. Karena sejatinya mereka masih dalam satu keturunan yang sama.
Namun dengan adanya
pembangunan Bendungan Jatigede ini, telah menghancurkan dan melenyapkan
situs-situs bersejarah yang ada disana. Yang diketahui maupun yang belum
diketahui. Walaupun sebagian besar dari situs tersebut kini sudah dipindahkan
ketempat yang lebih tinggi, tetapi jelas bahwa itu tak akan pernah sama.
Betapapun demikian
penting dan bernilai sejarah yang tinggi, tetapi akhirnya masyarakat Sunda
kembali harus mengalah demi pembangunan bangsanya.
Demi kebutuhan
tenaga Listrik seluruh tanah Jawa dan Bali. Dan juga demi menunjang
perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Selain itu bendungan ini juga sangat
strategis dalam bidang ketahanan pangan, yang mana bisa menjadi irigasi teknis
bagi ribuan hektar pesawahan di lima kabupaten di Jawa Barat.
Tinjauan dari sisi
geologis.
Patahan Baribis yang
disinyalir masih aktif dan sewaktu-waktu bisa melepaskan kekuatan energinya dan
bisa mengakibatkan pergeseran tanah disekitar bendungan ini. Akibatnya adalah
ancaman jebolnya tanggul bendungan utama bisa terjadi dengan tiba-tiba.
Jika itu terjadi
maka akan menjadi bencana yang sangat dahsyat karena limpahan airnya dapat
menyapu bersih kawasan dibawahnya, termasuk Bandara Internasional Jawa Barat di
Majalengka dll.
Bahaya itulah yang
harus kita perhatikan terus-menerus agar bisa dilakukan langkah-langkah preventif
untuk menghindarkan kerugian yang lebih parah.
Namun kadang kita
harus mengurut dada sebab, sepertinya pemerintah kurang begitu memperhitungkan
akan bahaya kedepannya, yang bisa diakibatkan dari kerusakan bendungan ini. Ya
mungkin terasa berlebihan, terutama bila dipandang dari sisi masyarakat yang
tinggal disekitar bendungan yang menjadi objek utama atau korbannya.
Namun disisi
spiritul, sesungguhnya fenomena seperti ini adalah sesuatu yang sulit
dihindari. Pertama karena perkembangan zaman lengkap dengan segala dinamikanya.
Yang kedua juga karena ini sudah tuntutan masa atau zaman. Saatnya sudah tiba
untuk terjadinya keadaan seperti sekarang ini, bahkan hampir tidak mungkin bagi
kita untuk mencari pencegahannya, bila masa itu memang telah tiba. Walau itu
terlihat sarkatis atau terlihat pasrah. Bila ketetapan sudah berlaku, banyak
cara untuk sampainya suatu ketentuan yang harus terjadi. Hanya do’a lah yang
paling mungkin kita lakukan.
Kabar berita sudah
nyata, bendungan juga sudah tergenang. Kini tak ada yang bisa menolaknya lagi.
Tanda suatu zaman
mendekati kiamat antara lain adalah, banyaknya bendungan-bendungan di dunia ini
yang akan jebol atau hancur. Bendungannya sudah ada banyak terbangun, dan
kejadian jebolnya tanggul bendungan juga sudah terjadi bebrapa kejadian.
Saat ini objek dari
hadist tersebut sudah terbukti, sudah banyak dibangun bendungan baik di
Indonesia maupun di seluruh dunia ini.
Banyaknya bendungan
yang dibangun, tentu meningkatkan resiko dan rasio akan kejadian atau bahaya
jebolnya bendungan di seluruh dunia. Dan itu menunjukkan akan kebenaran hadist
nabi Muhammad SAW tentang tanda-tanda mendekatnya terjadi kiamat.
Belum lama ini, di
Indonesia sendiri kita menyaksikan kejadian jebolnya bendungan situ Gintung di
Tangerang Jumat 27 Maret 2009 dini hari yang memakan 100 korban jiwa.
Keajaiban bisa kita
saksikan pada kejadian tersebut, banyak rumah hancur namun sebuah Mesjid yang
tepat berada dibawah bendungan tersebut tetap terlindungi dan selamat utuh.
Itu juga pertanda
atau isyarat dari Tuhan kepada kita bahwa terdapat kekuatan lain dibalik segala
kejadian ini, yaitu kuasa Tuhan.
Dan kita juga pernah
mendengar kejadian serupa di belahan bumi lainnya.
Semakin banyak
bendungan dibangun maka itu meningkatkan kemungkinan akan kejadian kerusakannya
atau jebol.
Dan hal itu akan
membuktikan bila nanti saatnya memang telah tiba, dan kini saat-saat seperti
itu adalah semakin mendekatkan antara kenyataan dan kebenaran hadist nabi, yang
mutlak kebenarannya karena itu adalah kabar dari Tuhan juga.
Itulah hal yang bisa
kita pahami.
“Waktu ninggang
mangsa. Mangsa ninggang waktu”. Seperti itulah.
Bahaya dibalik indahnya
bendungan Jati Gede.
Wassalam.
0 Komentar