Ke Ranca Bali Aku Kem Bali

Jika kamu rindu akan Jagung. Jika kamu rindu dengan kebut-kebutan. Jika kamu ingin suasana hening dan adem. Jika kamu ingin bersama kabut...?. Jika kamu ingin kembali ke alam....?. Rancabali bolehlah jadi tujuan utamamu.


Ya, Rancabali memang tak pernah membuat merasa bosan. Banyak sekali tempat yang bisa kita kunjungi. Mau berendam, mau renang, mau lihat penangkaran rusa, atau kemping, atau tracking, mau paparahuan, cuma mau berphoto-photo, mau bersejuk ria di kawah putih, mau berada di hijaunya hamparan kebon teh, mau apa lagi...?, mau ke laut pun juga bisa (asal kau lanjut saja ke Jayanti sana, he he). Soal keindahan alam, soal kesejukan udara, soal kebersihan udara, semua ada di Rancabali.
Seperti yang aku rasakan kali ini, jagung bakar.


Hampir setiap ke Rancabali, maka jagung bakar adalah menu utamanya. Mintalah yang sedikit rada tua biar jagungnya lebih berisi, dan minta dibakar secara merata sesuai selera. Gak usah pakai mentega atau saos, jagung bakar murni saja, biar rasa jagung nya terasa optimal. 

“wuih......, enaknya tuh terasa berhari2. Makannyapun jangan keburu-buru, biar pelan tapi awet dirasakannya, kalau bisa sebiji demi sebiji seperti itu. Sekali saat makanlah, sekali lagi hiruplah udara segar dari sekitar dengan cara yang perlahann lalu hembuskan perlahan juga. 
Tambahkan segelas kopi susu hangat atau bandrek dan jahe. 


Nyatanya, nikmat itu gak harus mahal.

Mungkin saja, karena alam memang telah memberikan kemewahannya tersendiri disini. Apa kau pikir Gunung itu bisa dibuat oleh manusia...?, apa kau pikir udara sejuk yang bersih dan semurni ini itu bisa diproduksi oleh manusia...?. apa kau pikir oksigen dari pepohonan dan hutan lebat demikian ini yang bersih dan segar itu bisa kau buat sendiri...?.


Itu semua adalah kemewahan yang diberikan Tuhan buat kita umat manusia. Jangan sampai semua itu dicerabut Tuhan dari alam kita oleh hanya karena kitanya yang kurang pandai mensyukuri itu semua. Dan itu mudah bagi Allah SWT, banyak bagian bumi lainnya yang semula merupakan hamparan hijau yang kaya raya, lalu dengan ulah tangan manusia yang serakah dan sembrono menjadikan nya sebagai gurun yang tandus, setandus-tandusnya. Itupun bisa saja terjadi kepada kita disini jika kita gak bisa menjaga sumber daya alam yang karunia Tuhan semata ini.
Satu pohon yang kau tebang, adalah satu dosa terhadap berkurangnya satu sumber oksigen di alam ini. Seribu pohon kau tebang, berapa kubik oksigen yang kau cerabut dari alam ini...?, dan berapa dosa yang kau tanggung terhadap umat manusia. Belum lagi hutan sebagai rumah tempat bernaungnya para hewan disana. 
Apakah itu bukan merupakan dosa...?.

Sebaliknya satu pohon yang kau tanam adalah kebaikan dan pahala besar buatmu. Seribu pohon yang kau tanam adalah derma baktimu buat alam semesta ini. 
Apakah itu bukan termasuk ibadah....?. 

Mempertahankan kehidupan buat orang lain dan buat alam ini juga adalah ibadah yang sangat besar pahalanya. Dan sebaliknya dari itu adalah dosa yang besar juga.



Perjuangan dan pengorbanan diri untuk alam ini, adalah sama pentingnya seperti kau membawa senjata untuk mengusir kaum penjajah. Itu adalah perbuatan para pahlawan yang besar jasanya.
Sebaliknya dari itu adalah termasuk perbuatan musuh umat manusia, musuh dari alam, dan musuh Tuhan Pencipta Alam Raya ini. Maka itu camkan baik-baik, bahwa menjaga alam adalah tugas mulia juga, sama sebagai the hero juga. Janganlah malah menjadi penjahat, pencuri, penjarah, dan perusak terhadap kemegahan hutan ini, itu adalah masuk kategori sebagai pecundang juga. Termasuk kategori pengkhianat bangsa juga.

Kalau kau gak sanggup menghamparkan hutan, maka setidaknya kau jagalah hutan itu. Jika kau tak sanggup membangun Gunung, maka minimal kau peliharalah Gunung-Gunung ini. Hidup harus lah punya rasa tanggung jawab, hidup harus punya rasa intelektualitas. Hidup harus punya pikiran dan hidup ini bukan semata main-main. 
Adanya kehidupan ini jelas membutuhkan peran serta kita semua dalam melestarikannya.


Kembali ke keyboard....!
Jalanan kali ini kurang enak buat kebut-kebutan.....
Jalanan terlalu ramai.....
Padahal aku kesini antara lain adalah untuk merasakan sensasi dari membalap.

Liak-liuk dijalanan yang mulus itu sungguh sangat menyenangkan. Serasa dirimu sebagai Marc Marquez atau Casey Stoner....
Sungguh itu membuatmu terpuaskan.

Ah kau gak akan percaya kalau kau tak merasakan apa yang aku rasakan....
Bukan untuk pamer, bukan untuk gaya-gayaan, murni karena senang saja....
Itu sebagaimana kita menyalurkan hoby lainnya.

Emang sih lebih safety bila ada sirkuit khusus untuk balapan. Tapi di Bandung ini belum ada sirkuit, Jadinya jalan raya sebagai pelampiasannya.

Cukup lama perjalanan kali ini, satu jam lebih baru sampai ke Rancabali. Terasa kurang begitu menikmati perjalanannya. Tapi gak apa, jangan dibikin susah.


Sampai di perempatan kampung Sindang Reret, motorpun ku belokkan ke kiri menuju perkampungan dan rumah-rumah penduduk dan belok lagi kekiri lalu ke kanan. Tujuanku adalah menembus perkebunan teh yang ada diatasnya.

Berkelok menuruti jalanan yang berganti menjadi jalan tak beraspal, penuh kerikil dan bebatuan. Adalah seperti mengulang perjalanan ke Cisoka di Sumedang. 
Tapi nyatanya tempat disini jelas berbeda, jalannya juga lebih landai dan cukup rata. Tetapi indahnya itu tak pernah ada habisnya. Semakin kau naik, cakrawalanya semakin luas membentang. 

Perkebunan teh ini sangat terawat, kelihatannya ini belum lama dari proses pemangkasan. Hijaunya ada dimana-mana, kemanapun mata disitupun hijaunya perkebunan ini tampak. Bagaikan hamparan permadani yang mengundangmu untuk bermain diatasnya, tiduran diatasnya atau berlari-lari diatasnya. 
Yeah, perasaan seperti itulah.

Namun itu tadi, cuaca disini mudah sekali berubahnya. Dari terang menuju kelam dan gelap itu hanya dalam hitungan menit.

Tiba-tiba seiringan awan kabut dari pucuk bukit menuruni lereng-lerengnya diatas sana. Bagaikan sekelompok kafilah dagang yang menuruni bukit menuju tujuannya. Tak bisa dihentikan sama sekali. Not and can not to be stoped....!


Tak terasa sudah rupanya mereka telah ada menyelimuti kita disini, dalam dinginnya balutan kabut yang tebal sekali. Aku dan motorkupun menjadi seperti berada ditengah malam yang tak nampak sesuatu apapun juga. Jarak pandang begitu terbatas, selebihnya adalah hitam dan kelam.


Jarak pandang hanyalah beberapa meter. Diluar itu hanyalah putih “ngabelegbeug”...
Setengah jam aku menunggu, siapa tahu ada burung yang terbang atau menghampiri. 

Tapi burungpun rupanya terdiam semua. Mana mungkin mereka bisa terbang kelangit sana, jangankan terbang melihatpun tak mampu. 


Sunyi yang tiba-tiba datang itu, perlahan namun pasti mulailah terdengar suara-suara dari kegelapan sana. Membuat semacam komunikasi diantara para penghuninya. Kalau diterjemahkan sebagai berikut..:

“...woy...tiris euy...!” 
"every body here...?...” kata perkutut memecah sunyi.

“Hmmm....yo’i....dingin sekali...!!.. jawab Gagak untuk menyatakan kehadirannya..
"sepi kali ya...!?" 

"iya....belum pada ngopi kali....!?"
"ngopi knapa...?!", kata kutilangpun menimpali.

hmm...obrolan yang klise....
dinginpun semakin menjadi dan menusuk ke relung hati dan juga ke dalam tulang...

........“ah Ngapain kau...?, dasar Kutilang luh., ngopi-ngopi kaya gableg duit saja luh...!?". kata perkutut sedikit sensi.....

“Ah kau, perkutut mu lah...” sewot kutilang yang nampaknya sok jagoan kali ini.

"kutilang kau...!?" kata perkutut...
"bapak perkutut....!" kata kutilang...
.............
........................
Tak jauh, aku hanya bisa mendengarkan perbincangan mereka, yang dari tadi hanya tentang hal remeh-temeh saja. Dari soal cuacalah, soal kabutlah, atau soal gerimislah....

“Kabutnya gelap kali bah...!” kata pipit ikut menimpali
...............
“hmmm yo-i....,
...aku gak bisa kemana-mana nih.....mana gerimis lagi, gak ada ojek juga....!”
begitulah merpati pun ikut membahasnya. 

Tar, kok ada merpati disini ya...?., mungkin merpati lepas itu atau juga mungkin merpati liar atau bisa juga merpati pos kali. Entahlah itu gak bisa ditebak juga soalnya.


Hari memang begitu kelam dan mati....semua seperti malam yang baru tiba dengan cepatnya. Semua penghuni disini menjadi ikut terhenti segala aktivitasnya, tak ada satu kegiatan apapun. Hanya bisa ngawangkong, ngobrol ngalor ngidul, gak jelas tema, gak jelas judul....hanya bicara untuk supaya tidak mati berdiri karena kesepian dan atau kedinginan yang amat menusuk ke sendi. 


“ah...aku lapar kali .......!!, tak ada makanan pula, tak ada sate pula..?!, tak ada gule..!!," seseorang bergumam, dengan nada serius yang entah dari sebelah mana sumber suaranya, tapi jelas dia dekat ada disekitar sini juga.

"iya, aku jug....ga..." si Nuri menimpali...lalu terdiam lagi seperti menahan untuk kata selanjutnya..

Dan semua pun jadi membisu seketika. Tak lama memang si Nuri baru sadar, siapa yang barusan ngomong itu.....pasti dia adalah...?..

kayak-kayaknya dia mulai hapal suara siapa tadi, 
ya...dia adalah pembunuh disini, penjambret terkenal disini, begal dihutan ini, dan juga perampok yang sadis dan tak ada kata ampun walau secuil. Semua yang terkena, pasti akan di cabiknya..
hmm...ngeri memang...itu tentang nyawa coy...!?...wah itu jelas...si Elang...!!

"gak salah itu,".....bisik Nuri yang bisa aku dengar tadi. Jelaslah dia pasti menjadi semakin takut dan khawatir akan keselamatan dirinya. Mau laripun tak bisa dan takut salah arah pula yang justru malah menuju ke arah dia. 

"ah, lebih baik aku sembunyi saja sekarang.."..begitulah si Nuri itupun ngahephep, diam sahaja dan nyulusup ke rumput ilalang.

Semua jelas menjadi sunyi sepi...semua penghuni disini kembali membisu, sebisu-bisunya.

Mungkin sang Elangpun, keceplosan yang artinya kehadirannya jadi dapat diketahui penduduk disini. wah peluang dapat makanan menjadi sedikit mengecil lagi...begitu yang dipikir si Elang.

Hanya burung nakal saja yang berani bersuara dan mungkin bermaksud sok jagoan atau mungkin sedikit ngeledek atau nantangin...!, mentang-mentang semua tak nampak dan tak terlihat, mungkin begitu pikirnya.


“ah aku juga lapar, tak ada ikan tak ada ayam, tak ada yang bisa aku potong...!”, sombong Burung Hantu  tak kalah gertak...!

atuh jelas itu semakin menambah sunyi saja disini.

...........................
....”ehmmmm....disana kalian lagi pada kampanye pilpres ya...?”, kata kutilang sok jadi politikus kelas kakap...sedikit cari muka atau coba memecahkan kesunyian.

"Aku sih pilih nomer satu aja...!", "pokoknya juara lah nomer satu...!", lanjut kutilang memancing tanggapan dari lainnya.


“Ah kau diam saja lah kau ...ngapain ngomongin pilpres segala...udahlah kau urus saja tuh perkututmu...!, eh kutilangmu...!...” timpal perkutut songot sekali masih dendam rupanya...!

Akupun tertawa sejadi jadinya...
“Ha ha ha .....salah ucap dianya...ha ha ha....!” kataku ikutan buka suara.


Rupanya mereka semua mendengar ucapanku, dan membuat mereka jadi tambah membisu lagi. Kembali kepada sunyinya puncak Rancabali yang sepi, kelam dll.

Sudah...tamat...!

Posting Komentar

0 Komentar