Khutbah Politik Marak


Ceramah Jum’at Kali ini



Khutbah Pertama,
Menegakkan sholat di luar waktu sholat.

Iyya ka na’buduu wa iyya ka nasta’iiiin. Hanya kepadaMu kami Menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan. Menjauhkan diri dari mensekutukan Allah dengan sesuatu apapun juga. Tidak ada sesuatu apapun yang bisa memberi pertolongan, tidak ada sesuatu apapun yang bisa memberi manfaat selain Allah SWT.

Dalam sholat juga kita benar-benar menegakkan syariat Islam. Gak berani kita melakukan pelanggaran terhadap syariatnya. Gak ada itu bercanda, bermain-main atau ngomong sembarangan.
Bahkan dalam akhir sholat kita mengucapkan dua kali salam ke sebelah kanan kita dan juga ke sebelah kiri kita, itu artinya merupakan jaminan mutu, garansi tidak akan melakukan perlakuan buruk kepada orang lain. Jaminan keselamatan kita berikan kepada kiri dan kanan kita.


Begitu pula hendaknya ketika kita berada di luar sholat, janganlah kita mencaci maki orang lain, apalagi bertujuan untuk merendahkan dan menjatuhkan yang lainnya. Mulut kita harus di jaga jangan sampai melukai orang lain dst.

Didalam Parlemen juga kita hendaknya berjuang untuk tegakknya syariat Islam. Jangan sampai nanti ketika di tanyai Allah SWT.. kenapa kalian tidak melaksanakan syariat Islam di Indonesia itu...?. Lalu jawaban mereka adalah ma’af ya Allah kami kalah voting. Lebih baik keluar saja dari DPR daripada nanti ditanya demikian itu.


Khutbah kedua,
Jadi menegakkan syariat itu adalah tugas kita semua, tanggung jawab kita semua. Jangan sampai demi jabatan, demi kekayaan orang rela menjual agama. Ada ulama yang dulu mengatakan dilarang mengucapkan natal, tetapi karena sekarang sudah di gandeng jadi cawapres lalu berubah dengan mengatakan umat harus mengucapkan natal.

Ulama macam apa seperti itu, umat jadi dibuat bingung harus mengikuti ulama yang mana. Padahal selaku ulama apa yang beliau ucapkan sudah pasti diikuti umat.

Belum lagi akhir-akhir ini sedang hangat pembicaraan tentang pelarangan penyebutan kata kafir terhadap orang kafir di Indonesia dengan merubahnya menjadi Non Muslim.

Syariat Islam mulai di utak-atik, di rubah di revisi-revisi. Itu adalah seperti Iblis. Kesalahan iblis sehingga diusir dari surga itu kan karena dua hal :

1.       Tidak taat kepada perintah Allah SWT. Allah menyuruh para malaikat bersujud kepada Adam yang baru diciptakan, lalu para Malaikat bersujud kecuali iblis.
2.       Melakukan modifikasi syariat Allah SWT. Dengan mengatakan bahwa aku lebih baik dari Adam, aku dibuat dari api dan adam dibuat dari tanah. Itukan modifikasi syariat.



Begitulah ulama-ulama sekarang ini, merubah-rubah syariat demi mendapatkan kekayaan di dunia ini. Inilah ulama yang menghancurkan umat ini, memecah belah umat ini dst.


Lalu saya merenung dari hasil khutbah tadi.
Khatib di awal mengatakan bahwa sebagai umat Islam kita harus menjadi muslim yang memberi garansi untuk tidak menyakiti sesama muslim lainnya. Tak ada kata-kata yang menyakiti lainnya. Tidak boleh dzolim atau bahkan mencelakakan lainnya.

Dipertengahan khutbah sampai di akhir khutbah sang khatib berbicara tentang politik praktis saat ini terkait pilpres 2019. Bahwa ada ulama yang buruk yang tidak menjadi contoh yang baik yang malah menjadi pemecah belah umat, menjual agama dst.



Pertanyaannya adalah :

Belum kering lidah tadi khatib berbicara tentang salam, menggaransi keselamtan kepada orang lain dst. Tapi di pertengahan sampai akhir khutbah malah khatib menjelek-jelekkan seorang ulama yang kebetulan ikut dalam kontestasi politik 2019. Menuduhnya menjual agama demi jabatan, memfitnahnya dengan mengatakan umat harus mengucapkan selamat natal dst. Itu semua adalah informasi-informasi yang tidak akurat, terdapat banyak kata yang dipelintir dari maksud dan ucapan yang sebenarnya.

Khatib seharusnya memverifikasi terlebih dahulu bahan ceramahnya, supaya isi ceramahnya bisa dijamin kebenarannya. Jangan sampai khatib melarang jamaah tapi khatib sendiri yang melanggarnya. Banyak hal yang justru khatib tergelincir kepada FITNAH, Hoax dan ujaran kebencian. Ini bukan ustadz yang kita kehendaki. Kita menghendaki ustadz-ustadz yang bukan cuma bisa berkhutbah tapi kita menghendaki ustadz yang bisa menjadi tauladan sebelum berkhutbah kepada jamaahnya.

Ah, aku pikir justru ustadz seperti inilah yang membuat perpecahan di tengah umatnya secara langsung. Umat di ajari permusuhan, pertentangan dst.

Ya, itulah realita di tengah-tengah bangsa ini. Banyak da’i, ustadz yang bebas berbicara di depan corong mimbar dengan kelebihan dan juga tak lepas dari banyak kekurangannya. Yang justru sangat membuat keresahan ditengah umat, rasa pertentangan, dst.


Tetapi semoga umat ini lebih dewasa dibanding para ustadz nya. Sehingga setiap kekurangan para da’i tidak serta merta mendapat penolakan, atau protes dan semacamnya. Itulah mungkin mengapa syariat Islam melarang jamaah berbicara sewaktu khatib ber khutbah. Sehingga dengan instrumen syariat demikian itu bisa mencegah kegaduhan di saat beribadah. Biarlah khatib mau berkata apapun, itu urusan khatib dengan Allah SWT. Jamaah hanya butuh ibadah kepada Allah SWT dengan melaksanakan perintah sholat jumat.


Demikian saja refleksi Jum’atan kali ini

Salam Indonesia Bijak.
Bandung, 05 April 2019

Posting Komentar

0 Komentar