Kontradiksi Logika (Lanjutan dari tulisan Logika Tuhan, Logika Manusia, Logika Binatang)

Kontradiksi Faham wahabi (logika wahabi)

Kontradiksi pemahaman kaum wahabi bisa tercermin dari pernyataan atau keyakinan mereka terhadap berbagai persoalan keagamaan. Dari pemahaman soal pengertian bid'ah terutama dan juga dari persoalan tatacara fiqh, tauhid dll.


Bid'ah wahabi

Pemahaman yang salah mengenai arti/definisi bid'ah mengakibatkan salah pula dalam penerapannya terhadap amaliah beragama. Salah membedakan mana bid'ah yang terlarang dan mana bid'ah yang tidak terlarang. 

Dalam memaknai arti bid'ah, orang wahabi meyakini bahwa semua hal baru yang tidak dicontohkan oleh Nabi SAW adalah bid'ah dholalah, ahlu naar. Mereka hanya berdasar hadist-hadist yang sebangun yang terkenal.."kullu bid'atin dholaalatin"...mereka tidak menggunakan hadist-hadist lain untuk melengkapi makna dari hadist tersebut. Mereka iman kepada sebagian hadist tapi tidak iman kepada banyak petunjuk hadist lainnya.

Harusnya dalam membuat suatu definisi tentu tak bisa hanya berdasarkan satu hadist yang serupa. Dia harus merupakan kombinasi atau kesimpulan dari banyak data ayat dan hadist yang saling melengkapi lainnya. Arti jihad misalnya, tak bisa diambil hanya berdasar dari ayat perang. Ada ayat dan hadist lain yang menerangkan arti jihad yang berbeda. Jihad melawan hawa nafsu, jihad memerangi kebodohan, jihad memerangi kemiskinan dst.

Dalam mengartikan bid'ah pun sama harus kaaffah. Pengertian yang harus mencakup berbagai petunjuk dalil. Definisi itu haruslah merupakan kesimpulan atau saripati makna yang utuh yang berdasarkan dari banyak kumpulan dalil ayat, hadist maupun keterangan para sahabat. Baru dari pemaknaan yang utuh itu bisa dibuat satu kesimpulan yang kita sebut definisi.

Definisi itu tidak boleh cacat. Sebab kalau cacat arti, maka akan salah pula dalam penerapannya sehari-hari. Akan menghukumi sesuatu secara tidak benar.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalil tentang arti bid'ah ini tidak hanya ada satu hadist. Ada banyak dalil ayat maupun hadist ataupun perkataan para sahabat yang membahas tentang bid'ah itu.

Dari dasar-dasar dalil tersebut maka imam syafi'i dan imam madzhab lainnya membagi bid'ah itu jadi 2.  Yaitu bid'ah hasanah dan bid'ah dholalah. 

Penjelasan dari imam madzhab sudah lebih dari cukup untuk kita amalkan. Rasa-rasanya kalau bicara soal fiqh, ushul fiqh, ushuluddin, tauhid dan ilmu agama lainnya, maka imam madzhablah jagonya. Mereka itu (Tabi'in) adalah murid para sahabat, dan mereka itu (para tabi'ut Tabi'in) adalah muridnya para tabi'in. Rasa-rasanya ilmu mereka mendahului siapapun setelahnya. Ya, mungkin ada beberapa perbedaan dalam hal furu'iyyah. Tapi perbedaan para ulama dalam soal fur'iyyah adalah rahmat. Jadi perbedaan furu'iyyah adalah no problem. Tapi jika perbedaan itu yang mendasar seperti memahami Tauhid dan Ushuluddin. Maka rasarasanya kita wajib berkiblat kepada ulama salaf/ulama madzhab 4 dan yang mengikutinya. 

Soal bid'ah misalnya, maka kita berpedoman kepada pemahaman ulama madzhab tersebut. Kita berpedoman kepada Imam Syafi'i misalnya yang membagi bid'ah jadi 2. Bid'ah madmumah (tercela) dan bid'ah mahmudah (terpuji). 

Disatu sisi mereka mengambil pendapat sahabat, tapi disisi lain mereka juga menolak pendapat sahabat. Disatu sisi mereka menolak taqlid kepada ulama madzhab, disisi lain mereka taqlid buta terhadap tokoh-tokoh wahabi. Tidak konsisten.

Dalam memahami arti bid'ah saja mereka sudah keder. Sehingga kehidupan beragama kaum wahabi ini hanya disibukkan oleh pembicaraan tentang bid'ah yang tak ada ujungnya. Selamanya mereka disiksa oleh istilah bid'ah itu. Terkungkung dalam kekalutan tentang bid'ah dan hanya soal bid'ah. Seakan ajaran mereka hanya berkisar dimasalah bid'ah ini. Berputar-putar seperti lingkaran syetan tak ada ujungnya. Mereka stress sendiri membicarakan atau membahas soal bid'ah ini. Mungkin itulah cara Tuhan menyiksa mereka.

Kontradiksi. Logika mereka sangat kontradiksi. Selain logika mereka yang kontradiksi, amalan mereka juga kontradiksi jadinya.

Disatu sisi mereka menolak semua bid'ah tapi disisi lain, kenyataannya mereka melakukan banyak bid'ah. Contoh mereka membagi tauhid menjadi 3, itu adalah bid'ah karena itu tidak dilakukan oleh Nabi SAW. Mereka membid'ahkan penggunaan tasbih. Disisi lain mereka menggunakan microphone saat ngaji atau sholat dan juga  membuka qur'an sewaktu baca ayat dalam sholat. Padahal Nabi tidak melakukan itu.

Jadi, sesungguhnya, sebenarnya mereka hanya berusaha untuk membatasi amal ibadah kita. Membuat kita miskin dari amal ibadah. 

Mereka menolak membagi bid'ah kepada 2 macam. Tapi mereka membagi tauhid kepada 3 macam. Mereka menolak memahami definisi kata bid'ah dengan cara ijtihad fikriyyah seoerti demikian itu tapi disisi lain mereka menggunakan ijtihad fikriyyah dengan membagi arti tauhid kepada 3 bagian.

Kenapa kita perlu adanya bid'ah hasanah..?. Karena tempat dan waktu tak selalu sama. Dinamika zaman, budaya, kemampuan, kebutuhan masyarakat tak selalu sama dari satu waktu ke waktu, dari satu tempat ke tampat lainnya. Ada keanekaragaman adat budaya, ada keanekaragaman suku bangsa, ada keanekaragaman zaman dan kejadian. 

Dulu di zaman Nabi SAW dan di zaman Abu Bakar ra, umat islam dirasa tak perlu sholat tarawih secara berjamaah dan cukup 11 rakaat saja secara sendiri-sendiri.

Tapi kemudian di zaman Umar ra, di zaman Usman ra, di zaman sahabat Ali ra dan setelahnya, umat islam melakukan tarawih secara berjamaah dan rakaatnyapun bertambah dari 11 rakaat menjadi 23 rakaat. Itu bid'ah karena tidak ada contohnya dari Nabi. 

Demi untuk mengakomodir kenyataan ada bid'ah hasanah yang dilakukan para sahabat ini. Kaum wahabi kemudian merevisi arti bid'ah yang tadinya segala perbuatan ibadah yang tidak dicontohkan oleh Nabi ditambah menjadi tidak dicontohkan oleh Nabi dan khulafaaurrasyidiin.

Tapi dalam penerapannya mereka tetap menyatakan bahwa yang sunnah itu sholat tarawih 11 rakaat sementara yang 23 rakaat itu tertolak oleh yang 11 rakaat.

Itu kan kontradiksi namanya. Dan sesuatu pemahaman yang kontradiksi seperti itu pertanda labilnya pemikiran dan pemahaman mereka. Pertanda tidak matangnya definisi mereka. Pertanda ilmu mereka tidak bisa dijadikan hujjah atau pegangan. 

Definisi kok bimbang, definisi kok ragu. Definisi dan dalil itu harus yakin supaya amal yang berpijak kepadanya juga jadi yakin dan tidak meragukan bagi pengamalnya.

Dulu mengatakan amalan sahabat tertolak karena bertentangan dengan amalan Nabi. Lalu direvisi. Tapi sudah terlanjur sholat tarawih mereka hanya 11 dan menyalahkan yang 23. Sudah terlanjur adzan jumat mereka hanya sekali dan menolak yang 2 kali. 

Padahal harusnya jika mereka menjadi pengikut Nabi SAW, mereka harus mencontoh para pengikut Nabi dari golongan pengikut Nabi yang terbaik sepanjang masa. Pengikut Nabi yang terbaik adalah para sahabat. Tak ada umat yang lebih baik dari para sahabat. Tak ada pengamal Islam yang lebih baik dari amal para sahabat, tapi mereka menolak cara-cara para sahabat. Mereka menolak tarawih 23 rakaat padahal para sahabat melakukannya. Mereka menolak adzan jum'at 2 kali padahal para sahabat melakukannya 2 kali adzan.


Jadi. Ilmu dan amal wahabi itu memang kontradiksi satu sama lain.

Kenapa bisa begitu...?. Karena mereka tidak belajar agama dari orang-orang terdahulu. Mereka coba memahami Islam secara potong kompas langsung dari hadist, membaca hadist sendiri dan kemudian menolak ilmu para sahabat dan para penerusnya. Seakan mereka lebih faham Islam dibandingkan para sahabat dan para tabiin dan para murid tabiin. Padahal sabda Nabi sangat jelas sekali...kurun terbaik dari umat Nabi SAW adalah kurun sahabat, kurun tabi'in dan kurun penerus tabi'in. Dari 3 generasi awal inilah ilmu Islam terbentuk yang kita kenal sebagai 4 madzhab Islam. 

Nah wahabi menentang ke 4 imam tersebut. Kemudian membuat madzhsb sendiri yaitu madzhab wahabi. Madzhab mereka berbeda dengan ke 4 madzhab ulama terdahulu itu. 

Imam Syafi'i yang lahir pada tahun 150 H, membagi bid'ah mahmudah dan madzmunah, kaum wahabi menolaknya. Wahabi berkeyakinan bahwa Allah SWT itu bersemayam di Arasy dan menolak mengartikan selain itu. Sementara imam Syafi'i menyatakan bahwa Allah SWT bukan bersemayam di Arasy secara dzatNya, karena Allah SWT tak membutuhkan tempat sebelum dan sesudah Arasy itu diciptakanNya. Allah tak membutuhkan makhluk, tapi makhluklah yang membutuhkan Allah SWT.


Ilmu wahabi baru ada diabad ke 7 hijriyyah. Sebelum itu umat Islam tidak mengenal ilmu mereka. Dengan demikian sebenarnya justru ilmu wahabi itulah yang bid'ah karena faham mereka baru muncul di tahun 600 an lebih. Dari tahun Nol hijriyyah sampai tahun 600 hijriyyah Islam tak mengenal ilmu seperti yang diajarkan oleh kelompok wahabi. Tak ada pembatasan sholat tarawih harus 11 rakaat, karena kalau harus 11 rakaat para sahabat itu tak akan melakukannya menjadi 23 rakaat. Tak ada pembatasan adzan jum'at harus satu kali saja, sebab kalau harus satu kali maka para sahabat tak akan berani menambahnya jadi 2 kali.

Sampai situ faham ya...?!?


Note :

#tulisan ini terlalu panjang lebar. Harusnya dibuat lebih singkat. Maaf saya lagi kurang mut untuk melakukannya. Mungkin pembaca bisa membuatnya lebih baik lagi.

Trims...






Posting Komentar

0 Komentar