Pledoi Cisumdawu

Rasa-rasanya hambar hidupku hari ini. Pengen jalan-jalan juga terasa gak manis begitu. Namun walaupun begitu, tetap saja kita harus jalani kehidupan ini. Mengisi masa sulit seperti sekarang ini, memang butuh terobosan lain. 

Keadaan ini jelas menjadi pemikiran kita. Harus segera di cari alternatif jalan keluarnya. Jangan sampai kita tidak siap atas perubahan yang bisa saja terjadi secara tiba-tiba. Naudzubillahi mindzaalik.


Rencana pulang kampung hari ini, adalah karena berbagai alasan. Salah satunya tentu untuk menengok orangtua ku dikampung sana. 

Kita kali ini pulang melewati jalan yang sudah biasa. Sampai melewati kawasan Cadas Pangeran. Dari sebuah jalan kampung di sebelum batas kota Sumedang, kita belok ke kiri. Jalan kecil ini terbuat dari cor tembok yang kualitas rendah. Sudah ruksak dibeberapa bagian. 

Belok lalu nanjak. Dan terus nanjak semakin nanjak. Panjang juga tanjakannya itu. Sepi karena hanya gawir dikiri kanan. Ada beberapa rumah tadi, tapi itupun hanya sedikit saja. 

Pemandangan dari atas ini rupanya lumayan asri juga. Sebenarnya sudah dua atau 3 kali kesini. Jalan pos Bandung Cirebon memang terlihat gak begitu jelas diantara lembah dibawah sana. Pemandangan dari atas seperti ini yang terlihat malah kebanyakan sawah dan hanya bukit-bukit. Sementara jalan raya itu sepertinya hilang ujung dan ditelan diantara perbukitan besar didepan sana. Hampir terlihat seperti tak mungkin ada jalan raya menuju celah dan perbukitan itu. Sebab yang nampak justru perbukitan sendiri dan gunung sendiri. Sepertinya sangat tak mungkin ada jalan ke arah sana. Kalau diteliti dari atas sini.

Maka penemu atau perintis jalur jalan kesana itu memang bermata jeli pastinya. Tak gampang sama sekali untuk menemukan alur jalan disela pegunungan seperti ini, apalagi dimasa dinosaurus dimasa lalu. 

Bukit terjal dan berbatu, lembah yang dalam dan sempit. Itulah lembah Cadas Pangeran. Seperti itu topografinya.

.............................................................................................................................................................................................buat titik niat banget ya...?

Naik saja terus ikuti jalan perkampungannya. Tak jauh akan kau jumpai juga bekas-bekas timbunan tanah. Ya itulah pertanda anda sudah tiba di daerah Sabagi Ciherang. 

Jika kamu turun dari kendaraan dan tengok ke atas gawir sebelah kanan jalan maka akan terpampang jalur jalan tol yang sedang dikerjakan di bawah lembah sana.

Pekerjaan yang masif tentu dan berat mungkin. 


Ini jalan tol cisumdawu...yang menghubungkan Bandung, Sumedang dan Kertajati Majalengka. Sudah 8 tahun pengerjaannya sejak peletakan batu pertama di awal tahun 2012 hingga saat ini akhir tahun 2020 baru sekitar 60-70 persen dari panjang jalan. 

Jalan yang berliku dan jalan yang terjal.

Semoga saja akan segera dapat terselesaikan dengan baik. Aamiin.

Sebagai orang daerah tentu saja saya berharap jalan ini bisa segera tuntas. Tentu akan membuat jalur jalan yang lebih lancar dari dan menuju Bandung-Cirebon. 

Jalur jalan Nasional yang menghubungkan kedua kota ini tak pernah tidak rusak. Sebentar diperbaiki tak lama akan cepat rusak lagi. Jalannya berlubang lagi dan bergelombang lagi atau amblas.

Jalan Bandung Cirebon ini memang sepertinya kurang kokoh untuk menopang beban lalu lintas yang ada. Kendaraan pengangkut batubara mungkin sudah tak lewat jalur itu lagi, tapi angkutan truk berat lainnya masih berduyun-duyun melintas di jalan ini. Kemacetan dan keruksakan jalan menjadi pemandangan biasa. 

Dari pertigaan Sabagi yang baru dihotmix hitam ini kita ambil yang berbelok ke bawah menuju daerah Cibitung dll. Dibawah itu kita akan menemui jembatan kecil dan melewati "pos jaga pendekar dari gua hantu".

Disisi kiri jalan yang jauh dari rumah penduduk ada sebuah pos seperti pos ronda begitu...beberapa tahun kebelakang kalau kita lewat jalan itu kita akan selalu menemui maaf seorang gila yang berpakaian seperti pendekar dari gua hantu. Pakaian compang camping dengan ikat di kepala dan menenteng barang-barang temuan.

Hari ini tidak ada. Sebulan yang lalu juga tidak ada. Mungkin sejak 2 atau 3 bulan ini entah kemana si bapak itu tidak ada disana.

Jalan agak nanjak sedikit lalu barulah ada perkampungan. 

Tentu itu sudah dekat dengan kampung Cibitung, Kampung Ekek atau Sirnamulya dsk.

Di sanalah giat pengerjaan terakhir untuk fase ini. Hanya di titik itu yang belum terselesaikan.

Pengerukan bukit yang dalam dan curam, pengurugan lembah yang juga curam dan dalam. Terlihat amat membuat pekerjaan ini jadi sangat lama selesainya. 

Ada tiga titik lagi yang belum tersambung disini. Dua bukit dan satu gawir. Jika tiga titik itu selesai maka jalur Tanjungsari sampai Sumedang dan Cimalaka sudah bisa digunakan. Mungkin pertengahan tahun 2021 nanti semoga terselesaikan. Ya, antara 4 atau 6 bulan lagi.

Sepertinya kalau selintas kita lihat, sisa penggalian itu tinggal sedikit saja. Tapi jika dilihat dari udara dan diukur secara volume sisa kiranya masih cukup banyak tanah yang harus digali dan diurug. Semula aku mengira 2 atau 3 bulan lagi selesai. Sekarang aku ralat, mungkin 4 atau 6 bulan lagi baru bisa tuntas.

Ini adalah pekerjaan gila. Bukit setinggi itu, lembah sedalam itu digali, dikeruk dan ditimbun. Menurutku benar-benar nekad dan gila.

Ya....tentusaja. Harusnya itu dibuat terowongan tentu akan lebih efisien hasil dan minimalis dampaknya.

Jika dipapas dan digali seperti ini, itu sangat rentan bahaya longsor. Buktinya belum selesai pekerjaan saja, sudah beberapa titik mengalami longsor atau pergerakan tanah. Kita hitung mininal sudah 4 kali kejadian longsor di 3 lokasi disekitar Cibitung Ekek ini. Mungkin lebih.

Jadi untuk jalur tol lain, kedepannya harus belajar dari pekerjaan sembrono ini. Harus lebih menggunakan teknologi modern. Pembuatan terowongan harus dianggap bukan sebagai beban proyek tapi harus dihitung sebagai investasi yang perlu dan juga menguntungkan kehidupan, menguntungkan alam dan menguntungkan negara. Lihatlah perlindungan alam di negara lain. Mereka tidak merasa rugi dalam mengeluarkan biaya demi keselamatan kelestarian alamnya. Mereka benar-benar mengutamakan pentingnya menjaga alam dan lingkungan. Alam dipahami sebagai suatu anugrah terbesar yang tidak bisa kita usulkan kepada Tuhan. Ia sudah harus tinggal kita memuliakannya.

Alam dan ekosistemnya yang ruksak itu akan sulit untuk dibuat lagi oleh manusia. Tapi teknologi masih bisa direkayasa. Jadi memang kita harus bisa membedakan mana yang tidak bisa di buat dan mana yang bisa kita buat atau kita rekayasa. Harus mengoptimalkan otak bukan otot.

Mengeruk bukit itu lebih condong sebagai pekerjaan kasar atau perbuatan "otot", sementara menggali terowongan itu lebih menggunakan otak dan teknologi.

Kita tidak hidup di zaman purba. Kita sudah hidup di era teknologi. 

Maka untuk tol Cigatas misalnya. Penjagaan alam harus diutamakan betul- betul. Trase yang sekarang ini harusnya dirubah lagi. Perbaiki lagi perencanaannya. Harus belajar dari kesalahan cisumdawu ini dan juga belajar dari rencana serupa untuk jalur toll lainnya.

Contoh jalur Jogjakarta Bawen. Yang Melewati Ambarawa Tulungagung Jawa Tengah. Disana. Pemerintah benar-benar ketat ingin menjaga daerah pegunungan disana. Kenapa untuk jalur disini di cigatas, pemerintah pusat malah berusaha menghindari pekerjaan terowongan dan lebih memilih memangkas hutan-hutan dan gunung-gunung. Apa karena gunung di Jawa Barat boleh ruksak...?!?

Kenapa pemerintah pusat selalu merasa rugi mengeluarkan duit banyak untuk kebutuhan daerah Jawa Barat dan dalam waktu yang sama tidak begitu kebijakannya kepada daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur...?!?. Disana pemerintah begitu bijak dan arif. Disini tidak begitu. Seperti setengah hati melihatnya. Padahal Jawa Barat juga sama Indonesia, bukan...?

Itu jelas dua pertanyaan dan satu tanda seru. Atau lebih.

Saya mohon jawaban dari bapak menteri PUPR dengan jawaban yang adil, jujur dan sangat memuaskan untuk  orang Jawa Barat seperti saya.

Demikian "pledoi" Cisumdawu.


Sumedang 2020

Posting Komentar

0 Komentar