Politik Jalan Sunyi Ridwan Kamil

 

Politik Jalan Sunyi Ridwan Kamil

Tren peningkatan dukungan Ridwan Kamil terbilang positif. Secara sosio demografis, Ridwan Kamil lebih banyak didukung dengan perimbangan yang lebih besar pada kalangan perempuan.

OlehBESTIAN NAINGGOLAN
·6 menit baca

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil (kiri) menyapa kader PDI Perjuangan disaksikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kedua kanan) saat menjadi pembicara pada penutupan Rapat Koordinasi Bidang Nasional Pemuda dan Olahraga PDI Perjuangan di Wisma Kinasih, Cilangkap, Jawa Barat, Minggu (10/4/2016).

Dibandingkan dengan calon presiden pilihan publik lainnya, sorotan terhadap sepak terjang politik Ridwan Kamil belakangan ini relatif senyap. Padahal, saat yang sama, peningkatan dukungan publik pada sosoknya konsisten terjadi. Jika peningkatan dukungan terus terpertahankan, mampukah ia menembus papan atas preferensi publik?

Praktis saat ini panggung politik Ridwan Kamil hanya terbatas pada posisinya sebagai gubernur Jawa Barat. Keterbatasan wilayah kekuasaan ini tentu saja berpengaruh langsung terhadap kecepatan perluasan pengaruh politiknya pada masyarakat luas. Kondisi yang berbeda, dan cenderung menguntungkan dialami kebanyakan sosok pesaing politik lain yang bersentuhan dengan panggung politik nasional.

Dibandingkan dengan para calon presiden rujukan publik yang kini memegang jabatan menteri kabinet, misalnya, jelas saja lingkup pengaruh Ridwan Kamil terbatas. Sebagai Menteri Sosial, Tri Rismaharini dalam setiap kebijakan maupun tugas kementerian yang dijalankan mendapat ruang perbincangan nasional.

Sama halnya dengan Sandiaga Uno, dalam kapasitas sebagai Menteri Pariwisata. Ataupun, Prabowo Subianto, sosok politisi senior yang memegang jabatan sebagai Menteri Pertahanan. Singkatnya, setiap kebijakan menteri berdampak terhadap masyarakat di negeri ini, sementara sebagai gubernur hanya berpengaruh terbatas di wilayah provinsinya.

Dibandingkan dengan pesaing politik yang memegang jabatan kepala daerah pun, ia juga tidak dapat dipersamakan. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya, kekuasaan jabatan dan pengaruhnya lebih besar. Jumlah penduduk DKI Jakarta memang hanya seperlima dari Jawa Barat. Akan tetapi, kekuasaan Gubernur DKI Jakarta, sebagai wilayah ibukota negara, mendeterminasi langsung seluruh perangkat di wilayahnya.

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berbincang dengan Ketua DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari saat peluncuran Program Jabar Quick Response di Gedung Sate, Bandung, Selasa (18/9/2018).

Bandingkan dengan provinsi lain yang harus berhadapan dengan otonomi daerah kota maupun kabupaten di bawahnya. Terlebih, sebagai ibukota negara, DKI Jakarta tidak hanya menjadi pusat perpolitikan negara, namun juga pusat kapital di negeri ini. Itulah mengapa, panggung gubernur DKI Jakarta sama saja panggung politik nasional.

Barangkali, Ridwan Kamil dapat dipersamakan posisi politiknya dengan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Hanya saja, lagi-lagi posisinya itu tidak “seberuntung” Ganjar, lantaran Ridwan Kamil tidak bersinggungan langsung dalam kekuatan politik kepartaian.

Ia bukan petugas partai mana pun. Ganjar, sebagai kader partai politik terbesar di negeri ini, PDI P, memiliki modal sosial jaringan kepartaian yang potensial menopang ataupun mewujudkan langkah-langkah politiknya. Sementara kekuatan semacam ini, kurang dimiliki Ridwan Kamil.

Dalam keterbatasan itulah, Ridwan Kamil berjuang dalam kesendirian. Dapat dikatakan, sejauh ini hanya kualitas professional dirinya lah yang dijadikan modal dalam persaingan penguasaan dukungan politik. Namun menariknya, di tengah kesendirian langkahnya itu, beberapa bulan terakhir secara konsisten justru terjadi peningkatan dukungan publik.

Berdasarkan hasil survei opini yang dilakukan secara periodik, saat ini dukungan terhadap Ridwan Kamil diperkirakan sebesar 3,4 persen. Masih relatif kecil memang. Ia dalam posisi tengah, bersama dengan pesaing politik lain, seperti Sandiaga Uno, Agus Yudhoyono, ataupun juga Tri Rismaharini.

Sekalipun masih di bawah gubernur lainnya, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang bercokol di papan atas preferensi publik, namun tren peningkatan dukungan Ridwan Kamil terbilang positif. Pada survei di bulan Agustus 2020 lalu, dukungan padanya masih dalam hitungan satu persen saja. Namun kini, justru mulai beranjak meninggalkan tiga persen dukungan.

Konsistensi peningkatan dukungan, walaupun relatif terbilang kecil, menjadi sisi lebih dari Ridwan Kamil. Tidak semua pesaing politik mampu meningkatkan dukungan secara terus-menerus dalam keterbatasan kapasitas politik pada dirinya.

Prabowo Subianto yang memuncaki perolehan dukungan pun tampak berfluktuasi. Peningkatan sejenis memang terjadi pada Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, hanya saja terbilang dalam skala perubahan yang lebih kecil dibandingkan dengan perubahan dukungan Ridwan Kamil.

Konsistensi peningkatan semacam itu, tentu saja menjadi kabar baik terhadap strategi politik yang dipraktikkan selama ini. Akan tetapi, menjadi persoalan juga terkait dengan prospek kelanjutannya. Pertanyaannya, seberapa besar peluang peningkatan dukungan akan terus terjadi? Apakah ia mampu bercokol di  papan atas persaingan calon presiden pilihan publik?

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kiri) dan aktris Maudy Koesnaedi saat membacakan nominasi pemenang pada Festival Film Bandung (FFB) ke-31 di Gedung Sate, Kota Bandung, Sabtu (24/11/2018).

Semua ini dapat terjawab dengan memahami terlebih dahulu karakteristik para pendukungnya. Dibandingkan dengan para pesaing lain, pendukung Ridwan Kamil memiliki karakteristik tersendiri.

Terhadap calon presiden berlatar belakang gubernur lainnya, misalnya, pendukung Ridwan Kamil cenderung tidak berada dalam tarikan polaritas identitas sosial. Posisi “agak tengah” semacam ini, bisa jadi dapat termanfaatkan sebagai suatu keuntungan politik tersendiri. Namun sebaliknya, bisa pula sebaliknya.

Secara sosio demografis, misalnya, sejauh ini Ridwan Kamil lebih banyak didukung dengan perimbangan yang lebih besar pada kalangan perempuan. Pendukung berusia relatif muda, di bawah 40 tahun dan juga khususnya pemilih mula (di bawah 22 tahun) cukup besar. Sebagian besar berdomisili di Jawa, dan bersuku bangsa Sunda (Grafik 2).

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Presiden Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (dari kanan ke kiri) berbincang di depan Terowongan Nanjung, Kabupaten Bandung, Jabar, Rabu (29/1/2020). Terowongan air dibangun untuk mengurangi banjir di kawasan Bandung selatan.

Dibandingkan dengan para pendukung Ganjar dan Anies, basis pendukung Ridwan Kamil cenderung di tengah keduanya. Pendukung Ganjar punya kedekatan dari sisi proporsi usia muda, dan domisili di Pulau Jawa. Namun perbedaannya, pendukung Ridwan Kamil walau dominan terkonsentrasi di Jawa, masih mendapatkan dukungan dari mereka yang berdomisili di luar Jawa.

Begitu pula sisi perbedaan lainnya, walaupun dukungan Ridwan Kamil diperoleh dari sebagian besar kalangan bersuku bangsa Sunda, terdapat juga beberapa suku bangsa lain. Tidak demikian pada Ganjar yang sangat terkonsentrasi di Jawa dan dominan pada mereka yang bersuku bangsa Jawa.

Di sisi lain, berbeda pula dengan para pendukung  Anies yang justru tidak terkonsentrasi di Jawa, namun tersebar di luar Jawa. Suku bangsa pendukungnya pun tersebar tidak hanya di kalangan bersuku Jawa dan Sunda. Yang paling membedakan dengan Ridwan Kamil, terkait dengan lebih tingginya proporsi dukungan kalangan laki-laki pada Anies dan juga Ganjar.

Posisi pendukung Ridwan Kamil yang berada di antara Ganjar dan Anies ini menjadi semakin jelas terpolakan dalam latar belakang politik para pendukung. Dari sisi partai politik pilihan, misalnya, pendukung Ridwan Kamil tergolong berasal dari  beragam partai yang tersebar. Jika ditelusuri, dukungan dari mereka yang mengaku memilih PDI P, PKB, Demokrat, PKS, atau Golkar cukup signifikan.

Pola dukungan dari partai-partai yang selama ini berbeda kubu koalisi politik tersebut tidak banyak terjadi pada Ganjar ataupun Anies. Pendukung Ganjar terkonsentrasi pada PDI P, dan juga sebagian pada Gerindra. Sementara, pendukung Anies lebih terkonsentrasi pada PKS, Gerindra, dan Demokrat.

Posisi pendukung Ridwan Kamil yang berada di antara kutub karakteristik pemilih Ganjar dan Anies ini jelas semakin menguatkan posisi tengah pendukungnya. Namun, jika dikaitkan dengan keberadaan rejim pemerintahan saat ini, pendukung Ridwan Kamil cenderung termasuk kalangan yang mengapresiasi positif kinerja Pemerintahan Presiden Jokowi.

Hanya saja, apresiasi yang ditunjukkan pada pendukungnya itu tidak setinggi penilaian kepuasan dari para pendukung Ganjar. Tidak pula serendah ekspresi penilaian ketidakpuasan dari pendukung Anies.

Dengan memahami latar belakang sosio demografis maupun politik dari para pendukung Ridwan Kamil dan juga posisi politik dirinya saat ini yang cenderung tidak terkonsentrasi pada kekuatan politik manapun, potensi peningkatan dukungan tentu saja memungkinkan terjadi.

Ruang-ruang politik tersekat yang selama ini terbangun potensial dapat ia masuki dengan leluasa. Dari kedua ruang politik yang cenderung bertolak tersebut, Ridwan Kamil dapat memperluas pengaruh politik dan sekaligus memperbesar dukungan pada dirinya hingga menembus papan atas preferensi publik.

Akan tetapi, semua itu dapat terwujud hanya jika ia memang mampu membangun  kelengkapan kapital yang sedemikian kuat, hingga memungkinkan penguasaan arena persaingan politik di dua kubu yang berbeda. Dengan bersandar hanya pada kekuatan modal simbolik sebagai pemimpin berlatar belakang kaum professional dan beragam kreasi dirinya itu, jalan politik yang ia lalui masih tampak sunyi (LITBANG KOMPAS).

Posting Komentar

0 Komentar