Dari Bandung ke Sumedang Pulangnya via Subang. Itulah cerita kita kali ini.
Kita ingin bertemu dengan orang tua yang kita cintai dikampung kita. Mumpung tidak musim mudik yang rentan penyebaran pandemi, dan juga sekalian mau berkirim bolu buah tangan buatan sendiri. bolu ketan.
Kita sudah bersiap sejak pagi, namun karena harus memutar dulu maka kita lepas dari Bandung sekira jam delapan lebih atau setengah sembilan. Ya...untungnya cuaca pagi ini lumayan redup, beberapa hari ini memang begitu karena sudah 3 atau 4 kali daerah Bandung ada turun hujan yang walaupun belum merata.
Singkat kata, perasaan juga adem karena tak ada panas matahari yang biasanya menyengat di Jatinangor ini. Jalanan juga terbilang sunyi sepi seakan jalan milik sendiri. Kita mau berhenti dulu didepan ditikungan Cikuda, disana ada pabrik tahu, kita mau sarapan tahu dulu.
Ya.....Tahu Sumedang memang khas rasanya. Renyah dan juga gurih asin tak terlalu asin apalagi dicampur sambal khusus seperti taucho dan juga supaya pedas dicampur cabe rawit atau cengek menambah kuat rasanya.
Juga wangi yang khas. Itulah kita sarapan kali ini, ditambah onde-onde makanan simbol kemanusiaan yang jika kamu dirundung oleh masalah itu menandakan kamu masihlah seorang manusia karena jika kamu diselimuti wijen maka kamu disebut onde-onde ini.
Selain onde-onde dan tahu, ada juga hui cilembu atau gorengan lainnya seperti cireng, bala-bala atau bakwan, goreng tempe, goreng ulen ketan, dll.
Haduh aku lupa, terlalu pokus terhadap wijen dan onde-onde............aku gak pesan leupeut atau lontongnya. Yah...sudah tanggung kenyang.
Kamipun beranjak dengan perasaan yang lumayan kenyang dan sebenarnya masih betah karena asyiknya bercerita tentang banyak hal. Tapi dimasa PPKM ini, makan di cafe, resto dan warung itu dibatasi...........20 menit maksimalnya. Hmmm......aku bilang harusnya pakai stopwatch yang ditaruh ditiap meja pelanggan biar pas habis waktunya bisa disuruh pulang.....ha ha ha...he he he....
Jam sudah nyaris pukul sembilanan. Photo pada onde-onde ini tertera 10 Agustus 2021 08.36....Jalan menuju Sumedang menjadi lebih bertenaga.
Singkat cerita.....sehabis bertemu Ayahku, sesudah sholat dzuhur dan makan siang seadanya....maka kamipun pulang kembali ke Bandung. Tapi bolehlah kita melalui jalan yang tak biasanya agar kita tidak bosan atau agar kita sekalian cari pengalaman baru yaitu via Tanjung Siang Subang. Itu adalah jalan antar kabupaten di timur dan utara kota Bandung memutari pegunungan yang memisahkannya. Gunung Bukit Tunggul, Gunung Manglayang dan perbukitan Lembang dll.
Ini akan cukup berliku dan kita akan lebih santai jika lewat jalur ini sebab selain jalannya kecil berkelok juga gak semuanya mulus yang tentu saja menjadi handicap bagi kendaraan kita.
Sumedang Kota, lewati Jembatan Cicapar di Taman Endog, lurus menuju simpang ke arah Islamic Center. Itulah jalur kita kali ini.
Menanjak menuju Padasuka, ke arah Rancakalong dan Subang melewati jembatan tol yang tinggi menjulang, jembatan apa namanya ya...?. Selepas itu kita akan menjumpai persawahan dan lembah-lembah dengan bukit disekitarnya. Itu berkelok dan cukup menanjak.
Tak terlalu jauh banget, kita mau istirahat dulu disana, diwarung-warung yang pemandangannya lepas ke utara kedataran rendah Sumedang Subang dan Indramayu. Panenjoan namanya. Lapar kembali tentu bolehlah kita membeli keripik pisang, mie ayam, wedang jahe atau kopi hitam untuk agar tidak ngantuk dijalan dll.
Setengah jam kurang, kitapun beranjak juga bersama waktu yang berlalu. Ya Tuhan kita memang berjalan ditengah detak yang tak pernah ada kata berhenti....detik demi detik dst hingga sampailah kita di Tanjungsiang yang damai ini. Perjalanan kita cukup menyenangkan karena tanpa terik tanpa panas yang menyengat.
Wooow....apalagi disini....ketika kita sampai diperkebunan teh ini, tiba-tiba udara berubah drastis menjadi terasa lebih adem, beda dengan tadi yang melewati rumah-rumah dan toko-toko yang disini tentu terasa bedanya...........lebih segaaaaar sekali. Udaranya benar-benar berubah secara ketinggian tempatnya tak lah berbeda. Yang membedakan adalah disana perkampungan sedangkan disini perkebunan teh.
Tak pernah ada satu kebon teh yang tak berudara segar memang, betapapun itu berada ditempat yang sama tinggi dan sama rendah dengan sekitarnya. Kebon teh memang memancarkan Keademan bagi tubuh dan paru-paru kita. Ya setidaknya masih ada adem-ademnya walaupun hari sudah siang begini.
Nanas adalah makanan khas buah tangan dari kabupaten Subang ini. Kita beli 4 untuk oleh-oleh ke Bandung sana. Yang kecil sepuluh ribu dua, dan yang gedean sepuluh ribu satu biji. Itu tentu akan segar untuk disantap dengan bumbu rujak, atau manisan atau cukup dengan dicoel garam. Hmmm.....sudah terbayang segarnya bukan....!?.
Dari Jalan Cagak ini kita lurus saja dan kalau belok kanan itu menuju kota Subang. Disini adalah kota kecamatan yang lumayan hidup kegiatan ekonominya, lebih berciri khas daerah wisata yang banyak dijual oleh-oleh khas daerah dan juga udara yang tak jauh dari perkebunan membuatnya hangat-hangat bercampur udara agak sejuk yang berhembus.
Ciater ada didepan sana. Terus saja melaju melewati perkebunan teh yang semakin menanjak hingga ke Cikole dan Tangkuban Parahu dan Lembang dan Punclut dan Ciumbuleuit dll.
Demikian saja kisah kita kali ini...........Nanti kapan-kapan kita makan disana, di Punclut yang tadi ada dikunjungi artis ternama kang Pepi temannya mas Tukul Arwana itu. Dia ada di Punclut sana tadi....di depan parkir warung nasi itu...
besok lusa kita makan disana ya...sudah lama soalnya gak makan nikmat lagi...dengan bakar pete dan ikan peda merah, sambal khas dan lalaban.............hmmm, pasti maknyus.
0 Komentar