Picnic ke Jatigede

Jadi menjelang siang ini kami pergi bersama waktu dan rasa yang pernah ada. 

Kami terlalu siang untuk memulai perjalanan. Panas dan debu menemani kami. Terik siang ini tiada ampun. Panas mencekam panas sekali.

Dari tikungan satu kepada tanjakan yang tinggi dan juga kepada belokan berikutnya yang menurun tajam dan kemudian naik lagi dan turun lagi. 

Jalanan berbatu, berpasir dan hanya sedikit angin yang mendesir.

Perjalanan beberapa menit pun terasa jauh sekali. 

Belok ke kanan ke arah timur. Jalan didepan sana hanyalah pesawahan dan beberapa rumah yang berdebu. Pabrik dan juga sekolahan yang gontai. 

Masih beberapa jam lagi arah yang hendak kita tempuh. Ke sana ke timur ke arah mentari yang panas  

Hari kemarau yang sebenarnya penghujan belumlah lama berlalu. Tapi rasanya seperti sudah sekian lama bumi ini tak disiram air hujan. Gersang, terik dan berdebu. Ini seolah ada di daerah Lampung sana. Matahari terlalu dekat ke bumi.

Ya Tuhan. Disaat panas demikian ini, rasanya kami mengakui betapa pentingnya kasih sayangMu. RahmatMu, hujanMu.

Ya Tuhan. Seringkali kami lalai dan lupa bersyukur manakala ada hujan, ada sinar, ada siang, ada malam yang silih berganti.

Kami sering menganggapnya semua itu adalah hal biasa saja. 

Disaat panas terik begini barulah kami sadari betapa lemahnya manusia ini. Andai saja hujan tak mau turun tentulah sudah binasa kami ini. 

Kami sering lupa itu. Lupa bahwa manusia hanyalah makhluk biasa yang tak berdaya upaya melainkan atas karunia dan rahmatMu.

Tuhanku, ma'afkan kelalaian kami. Ma'afkan kesombongan, keangkuhan dan kebodohan kami. 

Kami bersujud kepadaMu, dengan sebenar-benar merendahkan diri di hadapanMu. 

Jika tanpa kasih sayangMu. Maka kami adalah hilang tak bersisa.

Hmmmm....napas kembali terasa dalam sekali. Perjalanan masih cukup jauh. Ke timur ke arah mentari itu.

Lurus terus, lurus saja melewati berbagai kampung, kawasan, dll.

Tak terasa lah hingga di perlintasan kereta malam. Kereta syahdu kereta masa lalu. 

Kemudian jalan lagi melewati jalan besar ke sana dan terus kesana.

Disini suasana mulai terasa berbeda. Tak terlalu terik seperti tadi. Karena ada pepohonan besar dll

Bersambung

Dari pasar yang selalu ramai. Jalanan akan mulai menanjak kembali. Melewati pepohonan, kebon-kebon yang tandus dan juga kelokan yang ke kiri maupun ke kanan. 

Ikuti saja jalannya. Melewati kampung, melewati pegunungan, kebun-kebun dan juga orang yang lalu lalang. 

Sampailah kita di kota ini. Kota yang tak pernah terasa berbeda. Selalu sama sejak dahulu kala. 

Kota kita kota seribu rasa. Kota yang mati enggan, hidup pun tak sudi. 

Kota ini memang sepertinya tak kan pernah berubah untuk selamanya. Ngarangrangan.

Tapi siapa yang tahu hari esok. Boleh jadi kita tak bisa menerkanya saat ini tapi nasib orang tak ada yang tahu. 

Perjalanan zaman siapa yang tahu. Optimis saja tak boleh pesimis. Pesimis hanyalah bagi mereka yang gak percaya keajaiban, tak percaya karunia, tak percaya diri. 

Optimis melahirkan banyak akal. Optimis melipatgandakan kekuatan dan tenaga. Optimis milik mereka yang berjuang tak surut kebelakang.

Pesimis hanyalah milik orang-orang yang pasrah tak mau mencari cara.

Coba saja ada lompatan-lompatan kedepan. Ada kreasi ada inovasi ada temuan-temuan baru. Pembangunan akan kembali maju, potensi tergali, sumberdaya termaksimalkan. Diberdayakan. Dst

Optimis saja. Karena pesimis hanya bagi mereka yang menyerah.

Jalanan tak kencang lagi karena pikiran kita kemana-mana. Badan ada disini, pikiran mah entah dimana. Jauh kemana mana.

Masih menuju arah yang sama. Ke utara, lalu ke  timur lagi. 

Jalanan ini bukanlah jalanan yang asing. Sudah hapal belokannya, hapal naik atau turunnya. Khatam dari pangkal sampai ke ujungnya. Jadi walaupun pikiran kemana-mana, tak menjadi masalah. 

Tujuan kita adalah ke Jati Gede. Sebuah bendungan raksasa yang menenggelamkan puluhan desa dari 5 kecamatan yang ada disekitarnya.

Sudah 8 tahun berdiri, sejak bendungan ini diairi. Teringat waktu itu. Tahun 2015 lalu. Ketika rumah-rumah, sisa-sisa perkampungan, sedikit demi sedikit ditenggelamkan. Kucing-kucing, hewan alam yang kemudian banyak yang terjebak di dasarnya. Bahkan sekelompok monyet, ular, semua ikut mengungsi. 

Seperti ada banjir bah yang tiba-tiba merendam kampung, menenggelamkan persawahan, kebun-kebun, jalan-jalan perkampungan, masjid, mushola, saung-saung, pepohonan dll. Hanyut tenggelam.

Kalau sekarang kita selami danau ini. Mungkin puing-puing bekas mushola itu masuh ada didasarnya sana. Dan juga jalan-jalan perkampungan, dll. 

Bendungan ini telah menenggelamkan berjuta kisah di dasarnya. Kota yang hilang dari petabumi.

Jati Gede. Lumayan gede, lumayan besar. Bendungan ini adalah bendungan terbesar kedua di Indonesia. Kedua terbesar adalah tanda betapa besarnya danau atau waduk ini. 

Jatigede terlalu panjang untuk diceritakan. Banyak kisahnya, banyak sejarahnya. Dalam sekali kandungan yang dimilikinya. 

Di dasar bendungan ini tiada bukan adalah tempat pusatnya kerajaan Sumedang Larang di era lama. Pastilah ada puzel-puzel sejarah yang ikut binasa di dasar danau ini. Kita gak tahu. Mungkin saja ada harta karun juga di dasar sana, artefak, peninggalan sejarah orang di masa lalu. 

Dalam kan tirai yang tersembunyi di dasar danau ini...?!?.

Tapi ya sudahlah, perjalanan zaman telah berubah. Tak mungkin lagi kita ratapi dan sesali. Melangkah ke depan jauh lebih penting untuk sekarang ini.

Kita buat sejarah baru, kita ukir kegemilangan baru dimasa kini dan kedepan.

Yuk singsingkan lengan baju. Berlomba untuk inovasi, kreasi, menggali potensi yang ada. Meningkatkan pembangunan, kesejahteraan, keadilan, dst.

Tak terasa kita sudah ada di sisi timur Jati gede ini. Tempat yang begitu indah. Pemandangan yang mempesona, memanjakan mata yang melihatnya. 

Beberapa orang mengatakan ini adalah "versi mini" dari Geopark Ciletuh Pelabuhan Ratu. Saya 7dapat dengan itu. "Jatigede is the miniatur of Ciletuh".

Bersambung....

Hari sudah sore disini. Matahari yang tadi gahar itu hilang entah kemana. Sore yang temaram adalah karunia hari yang istimewa. 

Miniatur of geopark Ciletuh adalah nyata didepan kita. Entah ada rahasia apa yang ada disemua pemandangan yang terhampar disini. Semua terlihat membisu, samar dan tersembunyi. 

Kadang terpikir. Pikiran liar yang nggak-nggak. Kuasa Tuhan memang diatas segalanya. 

Cuaca yang tadi cerah dan terik. Telah berubah menjadi temaram berselimutkan kabut atau entah apa. Seperti mendung tapi kondisinya kering. Jarak pandang menjadi sangat terbatas. Gunung pegunungan yang mustinya jelas nampak didepan kita, nyatanya kini hilang tak terlihat disana. 

Untung saja pemandangan the miniatur of Ciletuh ini tak luntur karena itu. Bahkan menjadi pemandangan kejutan yang karena tak seperti biasanya srperti itu. 

Diorama yang kaya, adalah ibarat penampilan aksi drama di gedung teater yang latarnya berubah-ubah. Menjadi penambah pemandangan yang menakjubkan bagi kita.

Teater alam adalah Tuhan yang mengaturnya. Tak bisa direkayasa oleh teknologi manusia manapun.

Bersambung....

Ini namanya kawasan wisata Panenjoan Jemah Jatigede. Dan itu adalah Kujang sepasang dan yang depan adalah Masjid Al-Kamil yang seperti bunga  yang hendak mekar.

Katanya ini adalah kolaborasi pemprov Jabar, pemkab Sumedang dan juga pemdes Jemah.

Tanahnya milik Desa Jemah, yang memfasilitasinya pemkab Sumedang, yang punya inisiatif dan pembiayaannya adalah dari Gubernur Jabar Ridwan Kamil. 

Ya seperti itulah kerja pemerintahan untuk meningkatkan kunjungan wisata supaya para penjual makanan disini lebih laku, bisa memutar uang bagi rakyat setempat yang telah menjadi korban alih fungsi kawasan pertanian menjadi DAM Jatigede. 

Kebahagiaan rakyat adalah kebahagiaan buat pemerintahan setempat yang memang hadir untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya. 

Semaksimal mungkin uang rakyat kembali untuk kesejahteraan rakyatnya.

Kalau tidak begitu ya buat apa...?!?? Apalagi jika hanya untuk memperkaya diri, bancakan kroninya, kelompoknya, jauh dari rasa keadilan. Pemerintahan seperti itu adalah benalu bagi suatu negara. Pemimpin yang tak pandai kerja hanya akan menjadi beban bangsa dan negara saja. 

Indonesia ini sudah terlalu lama hanya dibuai oleh mimpi-mimpi dan harapan kosong. Keadilan dan kemakmuran hanya untuk sebagian kalangan saja. Negara menjadi alat memperkaya diri, berbuat tirani, kongkalikong, dst.

Walaupun kita rakyat biasa. Kita musti bisa memulai untuk mendorong terjadinya perubahan dan perbaikan kualitas bangsa ini yaitu dengan mencarikan pigur-pigur pemimpin teladan yang dalam perjalanan hidupnya sudah teruji dan terbukti berperan banyak berbakti untuk rakyatnya dan negaranya. 

Contohnya ini. Kawasan wisata Kujang Sepasang JATIGEDE. Yang tadinya hanya lapangan biasa...

Bersambung...

Masjid Al-Kamil. Arti Al-Kamil adalah sesuatu yang sempurna. Masjid itu terlihat sempurna. Cocok dan padu sepadan dengan keadaan disekitarnya. 

Karya yang indah menambah indah suasana disini.

Pembangunan masjid ini selain untuk tempat ibadah juga menjadi pelengkap sempurnanya alam Jatigede. Selain tampilannya yang indah juga bermanfaat untuk orang beribadah, sholat, mengaji, berdzikir, berdo'a, dst.

Maka puji syukur kita karena punya pemimpin yang selain cerdas dalam kerja, jeli memaksimalkan potensi daerah, juga inovatif dan agamis. 

Bersambung...

Waduk ini dulunya sebagiannya adalah ada beberapa daerah yang terbengkalai oleh karena rencana penenggelaman ini sudah bergulir sejak puluhan tahun lalu. Pembebasanpun sebenarnya sudah dimulai sejak dulu.

Karenanya banyak kemudian kampung-kampung yang mati ditinggal penduduknya. 

Jalananpun dibiarkan serusaknya, kebun-kebun menjadi seperti hutan yang lebat. Beberapa mirip hutan belantara yang lama tak terjamah manusia. 

Yang mengerikan lagi adalah rumah-rumah yang dibiarkan ruksak tak ada penghuninya, sebagian ambruk gak karu-karuan dirambati rerumputan dll.

Jalan ke daerah tersebut seperti orang sedang ikutan acara uji nyali yang horor.

Andai saja waktu itu disana itu ada gerombolan, tentu nyaris tak mungkin kita bisa menyelamatkan diri. Sepi tak bisa orang menolong kita. 

Bergidik bulu roma jika mengingat itu. Jalanannya adalah buruk sekali dengan batu-batuan lepas yang ukurannya besar-besar, batu kali yang seadanya. Motor tak akan bisa lari. 

Padahal sebelumnya lagi, dulunya sebenarnya daerah tersebut cukup ramai juga ada kehidupan manusia dst. Terutama di Cadas ngampar terdapat bagian sungainya yang berupa hamparan cadas yang indah dan cukup bagus untuk rekreasi, mancing, dll. 

Bahkan waktu dulu, di kawasan itu pernah diadakan acara perkemahan pramuka yang pesertanya adalah siswa SD hingga SLTA se Sumedang atau se daerah sekitarnya. Puluhan tahun sudah berlalu.

Belasan tahun kemudian lalu bermetamorfosa berubah menjadi daerah yang tak berpenghuni, rumah-rumahnya ditinggalkan, jalan dan jembatan jadi sepi, tak terawat lagi, rumput merajalela, banyak semak belukar, berubah menjadi seperti daerah dongeng, seakan daerah yang tak ada di dunia nyata, tapi nyatanya ada.

Itulah kondisi keadaan beberapa kampung atau wilayah desa atau kecamatan di calon lahan yang terdampak dari bendungan yang akan ditenggelamkan pada dulu itu.

Pepohonan, hutan-hutan dll itu kini semuanya benar- benar sudah menjadi lautan air, tenggelam di dasar bendungan. 

Jalannya adalah dari kota kecamatan Wado, menuju ke arah utara, terus saja ikuti jalurnya. Itulah kira-kira letaknya ada di tengah danau buatan ini, yang sebagian ada dibawah sana, didepan mata kita. Tak jauh dari Jemah, ada Cadas ngampar dll.

Jadi sebenarnya dibalik indahnya pemandangan ini, ada kisah, ada hutan-hutan mencekam, ada bukit-bukit dan lembah-lembah, ada perkampungan mati dst, semak belukar dll yang semuanya ada didasar waduk Jatigede

Itulah bagian dari Jatigede sebelum dan sesudahnya ditenggelamkan.

Bahkan bisa jadi didasar sana itu, dihutan-hutan yang tenggelam itu, masih bercokol komunitas dari bangsa jin iprit dll, yang tak mau pergi dari sana. 

Bagi bangsa jin, mungkin tak masalah hidup didasar air. Karena dimensi alamnya berbeda. Seperti halnya cerita legenda nyi roro kidul misalnya, dll. Lautan dan air adalah salah satu tempat yang pavorit buat mereka.

Bersambung...

Picnic ke Jatigede adalah murah meriah. Tak perlu punya duit sekarung. Cukup ada waktu, ada bensin, dan bekal untuk makan minum sudah cukup. 

Apalagi jika sekalian ada tugas kerja atau ada keluarga di kampung atau orang tua. Maka sekali mendayung 2 pulau terlampaui.

Makanan di sini yang paling kita suka adalah ikan bakar. Kalau tak suka dibakar, bisa digoreng. Ada kelapa muda, ada makanan ringan, dll.

Namun menu utamanya adalah view Jatigede yang bisa dinikmati sepuasnya. Apalagi sekarang ada penambah daya tariknya yaitu Masjid Al-Kamil dan Menara Kujang. Pisau khas Jawa Barat.

Memang untuk akses kesini masih belum optimal. Jalanan masih ruksak dibeberapa tempat. Tapi tak ada rotan akarpun jadi. Kalau mau benar-benar selesai semuanya mungkin Indonesia sudah masuk negara maju.

Akses jalan ini sebenarnya tanggung jawab pemerintah pusat karena penggenangan Jatigede adalah proyek strategis nasional. Jangan hanya madunya yang dimanfa'atkan tapi racunnya tidak diindahkan.

Masyarakat dan warga sudah banyak berkorban. Berapa panjang jalan provinsi, jalan kabupaten dan jalan desa yang hilang akibat proyek ini. Tenggelam disana.

Ini bendungan sangat berguna bagi kehandalan kelistrikan di seluruh pulau Jawa hingga Bali. Termasuk Jakarta, Surabaya, Denpasar dll. Apa iya, manfa'at yang sebesar itu justru meninggalkan derita berkepanjangan bagi masyarakat setempat.

Jalanan dibiarkan ruksak, tanpa ada penuntasan pembangunan. Itu sebagai pengganti jalan, pasilitas desa, dll yang tenggelam, dst.

Jadi kita berharap bahwa pembangunsn jalan dari arah Situraja ke sini, dari Wado kesini dan dari Kadipaten ke sini juga bisa dibangun secara tuntas tas tas. 

Semoga saja bapak menteri terkait bisa turun dan berpihak juga ke rakyat yang terdampak proyek mereka. Dan supaya perekonomian rakyat juga tidak jatuh lalu tertimpa tangga pula. Sudah terusir dst.

Sudah hilang mata pencaharian mereka disana, maka berilah mereka harapan hidup baru yang lebih baik, dst. Itulah fungsi negara dan juga adanya pemerintahan. Jangan malah makin sibuk oleh tahun 2024, sementara melupakan nasib rakyat yang terseok-seok dipelosok di daerah-daerah.

Pembangunan kepariwisataan adalah upaya bagus dari pemptov Jabar untuk membantu ekonomi rakyat disini. Tinggal kualitas jalan yang domain pusat, perlu segera diperhatikan. Pusat tak boleh pura-pura lupa apalagi cuci tangan dengan semua ini. 

Indonesia harus didirikan atas dasar keadilan, pembangunan, dan juga kemajuan bukan kemunduran.

Sekian saja cawe-cawe kita kali ini. Sampai jumpa di picnic berikutnya.


Salam sehat
Salam wal-afiat.


Rabu, 26 Juli 2023.

Posting Komentar

0 Komentar