The Story of Pangandaran (versi 2017)


Ini mungkin adalah ceritera tentang sebuah perjalanan lintas timur dan selatan Jawa Barat di tahun 2017.

Perjalanan yang masih layak untuk diceritakan kembali. Untuk menolak lupa.

Subhaanallah, pertemanan kami ini memang diam-diam penuh ceritera juga.

Mungkin kami bukanlah eftse...tetapi walau begitu kami juga punya ceritera tersendiri.

Entahlah mungkin itu tak akan pernah sama lagi kini dan nanti.

Tetapi kalau menurut ku sendiri sih, dalam pasang surut pertemanan ini itu adalah biasa. Seseorang tentu akan berubah karena perubahan waktu...adanya orang tercinta (lingkungan yang baru) dan lain-lain.
Dan itu tak bisa dihentikan atau dipersalahkan, karena itu adalah sesuatu yang biasa terjadi dan semata hal yang manusiawi.

Aku pun, jika kelak sudah ada pedamping hidup tentu tak bisa sama lagi seperti kini dan dulu.

Yah itu adalah bagian dari ceritera dan perjalanan hidup semata.

Kamu pun juga pastilah demikian.
Sebelum itu menjadi basi, bolehlah kita sedikit mengenang sebagian dari pertemanan kami itu.

Yang kali ini berceritera tentang perjalanan ke Pangandaran.

Kenapa Harus Ke Pangandaran..?
Pada mulanya perjalanan kami ini sesungguhnya adalah rencana yang spontanitas.
Kami hanya ingin mengantar salah seorang teman kami dalam rangka menghadiri pesta pernikahan klien perusahaan kami di kota Banjar. Itu adalah sebuah kota yang menjadi gerbang menuju Pangandaran Internasional Beach.

Oleh karena itu, Pangandaran hanya dijadikan sebagai bagian dari “tugas kantor” semata. Tapi sesnugguhnya sudah diprediksi sejak semula...bahwa kemungkinan besar untuk acara utamanya bisa saja malah gak keburu....Tapi karena itulah maka kita sema jadi sama bersemangat untuk pergi...ke Pangandaran saja sekalian...itulah judulnya.

Prepare
Siang itu kami prepare segala sesuatunya, seperti biasanya untuk sebuah perjalanan yang pernah kami lalui.

Alat mandi, bekal perjalanan untuk ngemil, minum dan juga pakaian untuk main ombak dll.

Start pun kami mulai dengan mensusuri jalanan kota Bandung tercinta ini. Melewati Cibiru, Cileunyi, Nagreg, Limbangan, Malangbong, Ciawi, Tasik, Ciamis dan Banjar.


Tujuan utama adalah agar bisa segera sampai di kota Banjar untuk pesta perkawinan itu.
Namun ternyata perjalanan kami kali ini tidak semulus jalan tol Sudwikatmono. Tidak juga selancar jalan Brunai Darussalam. Maghrib kami baru bisa sampai daerah Tasikmalaya. Sholat disebuah Mesjid dengan dijamak bersama Isya. Alhamdulillah air wajah kembali segar dan hati juga menjadi tenang. Perjalananpun kami lanjutkan, menuju makan malam.


Pelan saja perjalanan kami kali ini, karena hari sudah mulai gelap. Dan hal yang tak diharapkan pun terjadi, rantai motor teman kami itu lepas dari gearnya. Kamipun menepilah untuk memperbaikinya. Namun tentu itu hanya tindakan darurat, didepan berharap akan menemukan sebuah bengkel yang masih buka.


Jalannya kami ini menjadi lebih berhati hati lagi, laju tak sebagus tadi lagi. Itu agar rantai motor tak lepas lagi. 


Syukurlah akhirnya bengkel itu kami dapatkan juga. dan syukurlah mereka telah berhasil memperbaikinya kembali. Maka kamipun bisa kembali lebih tenang dalam melanjutkan perjalanan ini.


Byuuur, laju motorpun kami pacu kembali menuju kota Ciamis, Banjar. Disebuah rumah makan, kamipun berhenti, makanlah sepuas hati. Ada petei, ada ikan, ada sambel, ada lalaban. Perut sudah terisi lagi. Dan hari semakin malam, kami yakin pesta perkawinan itu sudah berakhir.


Ya sudah kami tak perlu bermuram durja atau menjadi salah. Kami sudah berusaha tetapi perjalanan tak sesuai harapan semula. Kamipun lewati saja kota Banjar itu dengan sedikit kecewa. Menuju selatan ke kota Pangandaran.


Jalanan disini lebih sepi, apalagi hari sudah berangsut malam. Sepanjang jalan itu kami temui banyak sekali grup motor yang sedang nongkrong dimalam minggu. Beberapa kali kami berhenti karena tangan dan pantat yang mulai pegal-pegal. Its ok, itu adalah bagian indahnya sebuah perjalanan bersama teman seperjuangan...so sweet.


Hari yang indah itu semakin indah saja, jalan raya Banjar-Pangandaran pun menjadi saksinya. Entah jam berapa kami baru saja lewat disebuah jembatan putus. Malam yang sibuk bagi mereka para pekerja yang sedang memperbaikinya. Membangunkan jembatan yang baru, malam tak menjadi halangan.


Hujan rintikpun membasahi Kalipucang dsk. Sekitar setengah jam menuju Pangandaran. Jalanan kini mulai berkelok melewati turunan berbukit dan berhutan yang cukup gelap. Kualitas aspal juga mulai terasa keriting. Laju motor semakin diperlambat saja, walau begitu aura pantai mulai terasa disini. 


Anginnya, suhunya dan mungkin segalanya terasa suasana pesisirnya. Itu bisa dirasakan dan tak perlu harus bisa terlihat oleh mata, teraba oleh tangan, terdengar oleh telinga. Suasana Pangandaran sudah bisa dirasakan.


Benar saja, lima belas atau duapuluh menit kemudian kamipun tiba di gerbang Pantai Pangandaran. Tak harus terceritakan betapa riuhnya kota ini, betapa ramainya Pangandaran dimalam ini. Live music ada disetiap cafe. Jalanan pun riuh dengan pelancong dan penggembira malam. Yah inilah Pangandaran.


Mencari penginapan adalah prioritas utama semenjak kaki menginjak bumi Pangandaran. Tak mudah karena umumnya hotel dan penginapan sudah sold out. Sudah p
enuh penghuni, apalagi yang berada di lokasi utama. Jangan berharap kebagian kamar.


Untunglah itu karena dengan demikian kita bisa lebih berhemat anggaran dan mencari penginapan atau losmen lainnya yang sedikit dibawah harganya. Tidur itu yang penting nyenyak dan juga nyaman bukan...?.


Ya sudah akhirnya kami bisa menemukan kamar kami malam ini. Dilantai ke dua. Malam akan menuju ke pembaringan.
Ketiga temanku memilih untuk pergi ke Jalanan untuk menikmati suasana dimalam minggu ini. Tetapi bagiku kini, tidur adalah pilihan yang cukup bijak. Bukan tak mau menikmati malam ini, tetapi itu sudah gak aneh dan aku merasa tak memerlukannya kesana. Aku lebih butuh untuk senyap dalam tidur. 


Pagipun tak terasa telah kembali dari ufuk timur, menuju siang diarah barat.
Ke pantai adalah tujuan utamanya. Dua teman kami masih terlelap sisa lelah semalaman. Aku sendiri berharap mendapat Pangandaran dipagi buta. Pantai telah sesak dan ramai pengunjung. Air terasa masih terlalu basah, kami pun hanya berjalan menyusuri panjangnya pantai ini dari sisi bibir pantai yang sudah menghibur para pengunjung lainnya. Hanya menikmati keindahan alam, suasana pagi dan ramainya para wisatawan lainnya.


Namun, karena angin dari laut dan mentari pagi itu sudah mulai membuat hangat. Tak terasa langkahpun semakin mendekat dan mendekat. Air laut mulai berani menyentuh ujung jari kakiku. Ia mulai melambaikan deburannya kepadaku. Aku sudah tak kuasa lagi karenanya. Melompat adalah pilihan yang tak bisa aku tolak. Bermain ombak dan berbasah-basahan. Asyiiik....!!!


Dari kejauhan terlihat dengan samar, siluet dari sosok dua manusia alien itu sudah muncul dari ujung pantai. Berbaju bendera united kingdom itu jelas sekali siapa orangnya. Yah kedua teman kami sudah tersadar dari mimpi malamnya. Dan siap gabung dalam permainan kami bersama ombak dan pasir yang lembut. Kamipun kembali kepada empat sekawan yang gokil. Anggaplah demikian.


Lamma sudah disini, dipantai barat Pangandaran. Pengen rasanya naik perahu seperti orang-orang.Tawar menawarpun dimulai, kami berempat sepakat untuk berperahu ketengah sana ke spot-spot yang ditawarkan kapten kami. Sekian ratus ribu rupiah harganya.


Ombaknya cukup galak, maka perahupun tak serta merta bisa melaluinya, ia harus sedikit melipir berbutar dan menunggu ombak itu sesuai terhadap perahunya. Byuur ombak itu menghempas perahu ini keudara. Byuur kami terhempas dibalik ombak, pantai tak terlihat lagi. Akhirnya kami kini sudah ada diantara pantai dan lautan luas. Wuiih, luas sekali lautnya.... dan sangat dalaaam. Perahu kecil kami bukan tandingan buat laut selatan ini.


Tak ubahnya sebagaimana orang berada di tengah padang pasir, terdapat gundukan pepasir yang luas sekali. Disinipun sama saja keadaannya bahkan lebih dari hohor. Bagaimana tidak horor ketika perahu yang kita tumpangi itu benar-benar diombang ambing ditengah gundukan gelombang air yang begitu dahsyat. Baru pertama kali ini melihatgelombang laut demikian besarnya. Setiap perahu lainnya yang ada disekitar pun sama juga, mereka itu seperti ditelan dibalik dinding ombak yang terus menerus datang sebagaimana air yang kita aduk didalam “jolang” atau belanga. Ombaknya itu sungguh mengerikan, menggulung berputar dan menghempaskan. Itu bukanlah tandingan perahu kecil, pun bahkan kapal sedangpun akan terempas diatas laut ini bisa terbelah menghantam karang.
Hal yang paling sulit diterangkan, dan sulit untuk membuat orang percaya tanpa ikut serta pada saat yang sama.


Tapi tak apa, itu akan menjadi memori kami sendiri. Pengalaman yang tak selalu sama dimiliki setiap orang. Menjadikannya indah bagi kami sendiri, tertanam kuat dalam ingatan sendiri.
Lautnya yang besar, dalamnya yang tak terkirakan, badai ombak yang menggelora. Hanya bisa untuk pasrah dan berharap keselamatan dalam do’a dan dzikir.
 Tapi semuanya hanyalah indah pada waktunya, berkesan sesudahnya.


Ternyata jauh di laut Pangandaran ini, ombaknya sungguh menggelora seperti layaknya permainan ombak banyu. 


Sepertinya kapten kapal kamipun merasakan gelora dari laut Pangandaran hari ini. Apalagi ditahun tahun 2016-2017 ini mayoritas laut kidul memang sedang tidak bersahabat terhadap nelayan. Banyak cerita perahu terbalik, terpecah dan tenggelam. Membuat para nelayan enggan untuk pergi melaut. Karena resikonya adalah hilangnya kesempatan kedua untuk selamanya.

Maka kapal kamipun kembali berputar ke semula, dan tak lagi melanjutkan kesisi pantai lainnya seperti yang dijanjikan semula. Kondisi lautan sangat tak mengijinkan kali ini. kemudian kamipun merapat ke pantai putih untuk menikmati bersihnya pasir dan jernihnya laut. Dulu itu dispot tersebut adalah taman laut yang sangat indah. Tapi kali ini entah kenapa kami tidak diperlihatkannya lagi. Menjadi tanda tanya yang belum terjawabkan olehku. Mungkin lain kali, tak lama lagi akan ku coba untuk bisa mengetahui kebenarannya sekarang ini.


Di pasir yang putih ini, kamipun berebahlah. Udaranya ditiup angin yang sepoi, segar meresap hingga menusuk kedalam kalbu. Gundukan pasirpun menjadi bantalnya. Rasanya seperti back to nature aza.
Disinipula untuk sebagian saudara kami adalah kesempatan untuk bersilaturahmi dengan kawan lama maupun saudara lama mereka. Bercermin dari mereka, belajar dari mereka...itulah dan demikianlah.
Mungkin disana ada juga orang-orang yang sedang dilanda rasa galau, mungkin juga kami. 

Sesungguhnya walau hanya menduga, tetapi merasa percaya saja. Galau itu bukan hanya milik kita, mungkin juga milik orang lain kan....?. jadi jangan merasa diri paling galau, atau paling gak galau. Kita mah orangnya begitu...santai aza, jangan dipikirin. Namun sejatinya hindarilah rasa galau, karena galau itu tak ada gunanya. Disini senang, disana senang. Dimana-mana hatiku tetap senang.
Hanya saja terkadang kita terlambat menyadari itu. Terkadang kita terlalu fokus dengan diri sendiri, kurang peka dengan keadaan disekitar kita. Padahal banyak sekali hal lain diluar sana yang patut untuk dicermati dan mungkin itu berguna bagi hidup kita semua, untuk kebaikan kita semua. May be and just trust itu...!, that only an opinion. But it all the reality.

Yeah, kamipun lagakya bagai orang berjemur. Mungkin itu baik untuk kesehatan tubuh kita, udaranya juga baik untuk sistem pernapasan kita. Harus ada oksigen lain dengan kandungan mineral berbeda untuk membuat paru-paru kita kembali sehat bukan...?. betul gak sih...anggap saja betul oke....?!..

Tapi memang udara pantai itu sangat baik untuk kesehatan kita, sebagaimana udara pegunungan juga sangat baik. Kedua nya punya kelebihan sendiri dan saling melengkapi.

Makanya, kita harus kembali mengenang nikmat manalagikah yang akan kita dustakan....?. Tuhan sudah memberi kita begitu banyak. Tuhan sudah mencintai kita begitu besar. Napas ini adalah karunia yang tak terkirakan harganya. Subhaanallah.


Seharian ini kamipun cukup puas dan sudah merasa waktunya untuk kembali. Karena sesuatu yang berlebihan mungkin akan tak baik juga. Jam setengah sebelas siangpun kami tinggalkan tempat yang indah itu untuk kembali ke penginapan dan prepare pulang ke Bandung di hari ini juga.
Sayonara Pangandaran sumpai jumpa dilain kesempatan. Aamiin.

Mandi, Istirahat, sholat, menjadi hidangan terakhir kami di Pangandara kali ini. Waktu sudah menunjukkan jam 14 siang, Minggu 08 Januari 2017. Waktunya untuk caw.

Gate keluar Pangandaran ini rupanya sedang ramai-ramainya. Yang lainpun rupanya sama hendak pulang juga pada jam segini. Sehingga kemacetan dijalan pun tak terhindarkan lagi. Sesungguhnya ada jalan alternatif tetapi mungkin jalannya tak bagus untuk dilalui, jelek dan bergelombang. Lebih baik bersabar dan nikmati suasana bermacet ria ini....

Jalan yang kami pilih adalah Pangandaran-Bandung via Cijulang, Cimerak, Cipatujah, Pameungpeuk dan Garut. Perut sudah terasa laparnya, Cijulang jadi rencana.

Disebuah rumah makan yang persis berada dipinggir sungai berwarna hijau kamipun berhenti dan pesan semeja hidangan makan. Gak begitu amat sih, tapi itu hanya untuk menggambarkan rasa syukur dan treimakasih kita kepada Allah SWT semata semoga makanan ini menjadi berkah dan menumbuhkan daging dan energi yang sehat pula. Aamiin.

Itu adalah sekitar jam tiga sore. Jadinya kami merasa pulang kali ini dibikin santai saja. Kamipun lanjut menyusuri jalan lingkar selatan ini. Melewati Batukaras, Cimerak, kebun kebun yang rindang dan hutan rakyat, pohon kelapa dengan angin yang semilir juga. Ah nikmat manalagikah yang akan kita dustakan...?

Perjalanan kali ini benar-benar dinikmati dengan sepenuh hati, jalannya juga cukup rata dan juga sangat sepi alias lengang tak ada banyak kendaraan yang beriringan dan berpapasan disini. Super duper, cocok banget buat coba untuk top speed secara boncengan. Sekitar 115 km/hour lah. Tapi itu sesungguhnya belum mentok. Khawatir karena sering terlihat ada hewan yang secara tiba-tiba nyelonong ketengah jalan, anjing, kucing, ayam maupun kambing.

Ya sudah, beberapa pesona pantai sudah kami lalui. Mana sempat kami harus singgahi semuanya. Bandung masih terlalu jauh untuk sore ini. Cipatujah Tasik selatan. Kami datang untuk berkunjung dan bersilaturahmi. Sekedar untuk bisa sedikit berkenalan supaya antara kita ada cinta.


 Didermagamu yang kokoh ini, kami saksikan kehidupan ada padanya. Tempat bersandar perahu nelayan untuk mencari ikan dan produk laut lainnya. Indah untuk dikenang.

Tapi hari sudah begitu petang, sebentar lagi mata harimu akan tenggelam. Jam sudah sekitar 17.30 WIB. Kamipun lanjut menuju arah barat Java Dwipa ini. Sinar kemilau yang engkau pantulkan itu sudah membekas dalam memori kami. Sampai nanti, kita akan bersua kembali. Semoga.

Malam sudah tak tertahankan lagi, Leuweung Sancang sudah menutupi pemandangan kami. Yang ada hanya hitam yang ada hanya kelam, dan legam.

Pameungpeuk, kota kenangan. Kota kenangan dimasa silam. Kini kembali kami datang, kembali menjadi terkenang. Dikau yang entah ada dimana sekarang. Pameungpeuk oh pameungpeuk. Cealah, malah berpuisi.

Lelah itu mulai terasa disini. Hari akan menuju kantuk rupanya. Motorpun kami gas lagi dengan seksama menyusuri liukan jalan yang membelah desa, kampung dan hutan. Semakin jauh semakin tinggi. Tinggi sekali mendaki bukit yang panjang seakan tiada berujung. Malam akhirnya berhenti, pada saat waktu sudah menuju larut. Mata tak bisa bertahan lagi, kami perlu untuk berebah sebentar, agar mata kembali dengan penglihatannya. Aamiin.

Sekitar jam 20 WIB kamipun terpaksa harus kepinggir dulu, ke warung dan sebuah saung. Itu akan cukup untuk kembali bisa menyegarkan tubuh kami, sementara ini.

Tapi tentu tak boleh terlalu lama sebab besok sudah harus kembali bekerja bagi yang akan bekerja. Kamipun bergegas kembali melanjutkan malam ini menuju Bandung yang jauh disana.....

dalam kantuk plus lelah.....
juara...

Sekian dan terimakasih.

Baca Juga :

Posting Komentar

0 Komentar