EDISI GARUT “the PROVINCE” (LEUWEUNG SANCANG)


Ini adalah hutan, sama seperti hutan lainnya. Tetapi beberapa tahun kebelakang itu adalah hutan yang cukup terkenal khususnya di Jawa Barat.

Banyak cerita rakyat yang sampai kepada telinga penulis. Terutama terkait leuweung Sancang yang katanya angker, katanya masih ada harimau, masih ada banteng dll.

Namun sayang jika kita lihat secra langsung saat ini hutan Sancang itu nampaknya tak seperti yang dituturkan orang dimasa lalu. Kelihatannya hutan Sancang ini biasa-biasa saja, tidak angker atau seram seperti dalam cerita orang.
Namun tentu saja ini baru berupa opini selintas saja, sebab boleh jadi kalau kita susuri lebih jauh barangkali benar juga apa yang dikatakan orang tentang keangkeran hutan ini, walaupun jujur jika dikatakan masih ada harimau kayaknya itu tidak mungkin.

Saya yakin hutan Sancang di hari ini sudah tidak seperti Sancang di era 90 an.

Disinyalir dihutan itu memang termasuk wilayah terakhir dari banteng dan harimau Sunda, selain di Ujung Kulon tentunya. Tetapi itu kan hanya cerita rakyat atau legenda. Jadi belum terbukti secara ilmiah. 

Namun walau demikian, karena cerita tentang leuweung Sancang ini sangat banyak membuat penulis merasa penasaran juga tentang leuweung Sancang ini. Ya, walaupun hanya untuk sekilas, bolehlah daripada tidak sama sekali.

Maka sengaja suatu kali hendak ke Pangandaran, penulis ambil rute via hutan Sancang ini. Tiba disana sudah siang menuju sore. Jalanan disana terbilang sepi, hanya ada sesekali kendaraan yang lewat. Dan hutannya juga memang terbilang sepi. 

Walaupun demikian bagi penulis hutan ini nampaknya bukanlah hutan yang begitu angker, hanya biasa saja terutama dibagian-bagian yang terlewat oleh jalan lintas selatan ini. Tak taulah kalau bagian lainnya yang mungkin ada didalam sana.


Kalau dilihat disepanjang jalan ini yang membelah Sancang, penulis menilai sih hutannya memang sepi dan cukup luas tetapi gak cukup menakutkan juga sih.

Dalam benak penulis, mengira bahwa hutan sancang itu adalah hutan rimba dengan pepohonan raksasa dan rapat dengan tetumbuhan.

Namun nyatanya itu bertolak belakag sekali, hutan disini malah didominasi oleh hutan produksi. Hutan satu jenis.

Tak tahu perkebunan apa yang ada disana, penulis coba mencari tahu sekedarnya saja itu adalah pepohonan semacam karet.


Dibeberapa bagian dari hutan ini memang terlihat lebih sangar, terutama di atas perbukitan sana. Mungkin itulah yang dimaksud Sancang sebenarnya. Namun itupun taklah begitu merimba, karena luasannya tak lah begitu luas. Maybe kudu masuk ke dalam sana, agar bisa lebih menjelaskan keadaannya.

Kenapa penulis begitu tertarik dengan hutan Sancang..?, itu adalah karena cerita dan legenda yang berserak ditengah masyarakat termasuk dalam koran-koran membuat semacam kepenasaran dan sekaligus harap-harap cemas. 

Berharap masih ada hutan rimba yang cukup luas untuk adanya kehidupan rimba, harimau dan banteng. Cemas jika cerita terakhir yang menyatakan Sancang ini sudah hilang dan sudah tak murni lagi benar adanya.

Nampaknya kecemasan penulis adalah menjadi nyata, hutan di Sancang bukan lagi hutan yang merimba. Sangat disayangkan sekali.

Apakah diantara para penguasa negeri ini sudah tak ada lagi yang bisa menjaga hutan kita...?, nyatanya ya.

Satu Hutan rimba terakhir lainnya adalah hutan-hutan di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Terutama di Sumatra, dimana disitu masih ada tersisa habitat untuk harimau.

Jika saja benteng terakhir disana juga sudah jebol, ya sudah Indonesia tak lagi punya kekayaan hutan yang bisa dibanggakan di bumi ini. Hancur sudah semua.

Hah....penulis hanya bisa menarik napas yang sangat panjang dan juga mengurut dada. Ini adalah fakta yang menyedihkan sekali, sangat menyedihkan.

Banyak dari para pejuang lingkungan akhirnya kalah oleh para penguasa yang gak peduli terhadap alam kita ini. 

Benar-benar kita tak memiliki pemimpin yang bisa menjaga kebesaran dan kemewahan dari alam hutan kita. Padahal hutan kita itu adalah harta karun yang sangat berharga dan tidak dimiliki oleh negara-negara lainnya.

Haruskah kita menunggu saat penyesalan itu kembali terjadi....?, tak tahulah.

Penyesalan yang mendalam saat harimau Sunda terakhir ada di tahun 1982 an di Ujung kulon, jangan terulang lagi terhadap harimau di Sumatra.

Jangan, itu benar-benar akan membuat kita merasa kehilangan yang tak bisa dikembalikan lagi untuk selamanya.


Maka setelah penulis bisa menyaksikan sendiri bagaimana kondisi dari hutan Sancang ini, penulis benar-benar hanya bisa geleng-geleng kepala.

Habis sudah, habis sudah alam kita ini. Sudah tak ada lagi gairah dan semangat, lemas sudah.

Kenapa para pemerintahan kita itu tak memiliki kepedulian terhadap keutuhan hutannya...?,


why...?, demi sedikit investasi...?, why...!?. Itu adalah tak sebanding sama sekali.


Padahal penulis berharap kiranya masih ada habitat bagi harimau, badak, gajah maupun banteng di tanah Pasundan ini.

Nyatanya semua itu telah lenyap. Mungkin hanya tinggal banteng di Pananjung Pangandaran...?, itupun kalau benar masih adanya. 

Dan juga badak cula satu di Ujung Kulon...?, itupun jika benar adanya. Ah ini semata tentang penyesalan dan rasa kecewa yang besar.


Apalagi jika habitat Harimau di Sumatra, di Benggal, dan di Siberia juga nampaknya semakin menyusut. Dunia sungguh menuju kedalam kepunahannya.

Jika aku masuk Surga kelak, penulis berharap disana bisa ditemukan hutan rimba yang banyak dihuni binatang-binatang eksotis semacam harimau dan badak.

Maybe and amin. Dan berharap bisa memilikinya sebagaimana kita memiliki kucing atau kambing. aamiin ya Allah ya rabbal 'aalamiin.

Sancang yang kubayangkan, sancang yang kuharapkan, sancang yang dalam impian itu semua benar-benar telah tinggal kenangan.

Tersisa adalah kepongahan para pemilik uang yang telah menjadikannya perkebunan yang gersang.

Sancang dalam cerita rakyat, itu bagiku adalah dongeng dan hanya cerita lama semata. Tak ada lagi dalam kenyataan. Yang ada adalah masa lalu.



Sekian, terimakasih atas atensinya.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabaraakatuh.

Adios.

Posting Komentar

0 Komentar