EDISI SUMEDANG RAYA
(TOL CISUMDAWU)
Sumedang adalah
jalan yang menghubungkan Bandung dengan Cirebon dan Jawa Tengah bagian utara.
Karena posisinya yang sangat penting itu maka sudah selayaknya jika jalur ini
bisa dipelihara dan ditingkatkan kapasitasnya.
Pembangunan jalan
Tol Cileunyi Sumedang Dawuan adalah jawabannya.
Jalan tol Cisumdawu
ini membentang dari Tol Cileunyi ke Sumedang dan Kertajati di Majalengka
sepanjang kurang lebih 60 kilometer.
Jalan ini sudah dimulai peletakan batu pertamanya pada tanggal 21
November 2011 yang lalu oleh menteri PU Joko Kirmanto dan Gubernur Ahmad
Heryawan.
Saat tulisan ini
dibuat, Senin 20 Februari 2017 progress pembangunan jalan tol ini masih
terlihat belum ada kemajuan yang signifikan. MDS, masa depan suram mungkin
begitu mudah diucapkan. Tentu harus ada solusi untuk mengatasi gejala-gejala
tersebut. Harus mulai dengan tindakan-tindakan penyelesaian. Itu adalah ruang
lingkup para inohong.
Sebagai warga yang
sering memanfaatkan jalur tersebut, tentu penulis berharap agar jalan tol
Cisumdawu ini dapat segera terselesaikan. Jauh dari itu, jalan ini juga akan
sangat penting untuk mendorong arus perekonomian diantara dua pusat
perekonomian di Jawa Barat. Dan bagi wilayah Sumedang sendiri tentu berharap
agar jalan tol ini juga bisa semakin memajukan pembangunannya.
Banyak pihak yang
merasa bahwa adanya pembangunan jalan tol ini akan mematikan perekonomian warga
Sumedang yang selama ini cukup bergantung kepada ramainya arus lalu lintas yang
melewati jalan protokol yang ada. Misalnya para pedagang tahu, ubi Cilembu,
tape atau peuyeum dll.
Memang benar apa
yang mereka khawatirkan tersebut, karena jika jalan tol Cisumdawu sudah
terbangun maka arus kendaraan akan beralih kesana.
Oleh karena itu
perlu adanya campur tangan pemerintahan setempat agar dengan adanya jalan tol
Cisumdawu ini tidak mematikan usaha mereka tetapi justru bisa turut
mengembangkan kemajuan bagi masyarakat kabupaten Sumedang khususnya.
Salah satunya adalah
dengan membangun rest area yang dikerjakan oleh pemerintahan Sumedang sendiri.
Jangan sampai terbangunnya rest area justru dinikmati oleh para pemodal luar
daerah. Kalau rest area ini dibangun oleh pemkab Sumedang, maka mereka bisa
mengalokasikannya untuk para pelaku ekonomi dari rakyatnya sendiri yang selama
ini sudah eksis di jalur Bandung Cirebon tersebut.
Rest area yang hanya
diperuntukkan untuk para pengusaha lokal Sumedang, disana dijual berbagai merk
tahu Sumedang yang ada, dan juga dijual umbi Cilembu, tape/peuyeum dll. Sehingga
perekonomian rakyat Sumedang tetap bisa berjalan dengan baik. Jangan sampai di
rest area tersebut malah dibangun rumah makan Padang atau rumah makan Amerika.
Sudahlah kalau mau makan Padang dan Amerika di Bandung atau di Cirebon juga
ada. Jadi harus ada keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat Sumedang
sendiri. Orang datang ke Sumedang dan melewati Sumedang tentu berharap makanan
yang khas Sumedang pula, bukan makanan lain.
Ini begitu penting,
karena belajar dari jalur tol lainnya yang sudah terbangun dimana mereka kurang
memperhatikan kearifan lokal dalam pembangunannya. Maka pemkab dengan segala
usahanya harus meyakinkan semua pihak terkait agar dapat terbangun rest area
yang khas dengan produk-produk lokal Sumedang. Karena para pihak konsumenpun tentu
akan merasa senang jika disetiap rest area itu menyajikan makanan lokal, bukan
makanan lainnya. Sehingga mereka tak perlu keluar tol hanya untuk membeli ubi
Cilembu misalnya.
Sekali lagi, peranan
pemerintahan kabupaten Sumedang sangat menentukan dalam hal ini. Mereka harus
punya power atau bargaining position agar kepentingan masyarakatnya bisa
terakomodasikan di daerahnya sendiri. Jangan sampai orang Sumedang hanya akan
menjadi tamu di “emper imahna sorangan” halaman rumahnya sendiri. Pun juga
dalam hal para pekerja penjaga karcis, staf pegawai tol dll harus dipersiapkan
sejak dini, agar saatnya jalan tol ini dibangun juga menjadikan orang Sumedang
sebagai tuan rumahnya sendiri. Jangan malah manajer dan stafnya didatangkan
dari daerah lain. Sumedang harus sudah mempersiapkan SDMnya untuk semua itu.
Sebab jika para pegawainya justru dari daerah lain itu adalah pengkhianatan
terhadap amanat rakyat, rakyat Sumedang akan merasakan ketidak adilan
karenanya. Itu adalah harus dihindarkan oleh semua pihak, termasuk pihak
kontraktor dan pihak kementerian terkait. Jangan sampai mereka menjadikan
proyek nasional ini untuk kepentingan kroni mereka sendiri dan melupakan dimana
pembangunan itu diadakan. Sebab rakyat Sumedang juga sama akan kesempatan hak untuk
bekerja.
Kalau dikatakan
bahwa SDM lokal kurang mumpuni, itu adalah dongeng. Sebab nyatanya adalah orang
manapun didunia ini sejatinya bisa dan mampu dan sederajat. Hanya karena
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme sajalah jika selama ini peran lokal itu sering di
nihilkan. Bahkan jadi Presidenpun kita bisa kok. Banyak lah contoh tokoh dari
daerah yang bisa diandalkan, seperti bapak Solihin GP atau kang Emil. Tapi
politik memang tak selalu memunculkan orang terbaik yang kepermukaan, lebih
banyak karena kedekatan dan sejenisnya saja. Begitupun dalam hal lapangan
pekerjaan, sudah bukan rahasia lagi bahwa itu lebih dominan karena faktor KKN
semata. Kalau tanpa orang dalam akan sulit diterima bekerja. Oleh karena itu
maka pembangunan jalan tol ini harus dipegang oleh pemerintah kabupaten
Sumedang agar ditribusi penempatan pegawainya bisa diatur oleh tuan rumah
sendiri. Jangan sampai dalam proses pembangunan yang lebih didominasi orang
luar, terus terbawa sampai setelah selesainya jalan tol ini terbangun. Jadi
dimana dong orang lokalnya...?. Harus punya bargaining position dan itu mutlak.
Jangan apabila jalan
tol yang dibangun di daerah lain kita tak bisa bekerja disana, namun sebaliknya
jalan tol didaerah sendiripun justru orang lain yang menjadi pekerjanya. Itu
namanya kerakusan dan kejahatan terstruktur. Warga Sumedang harus menjadi tuan
didaerahnya sendiri, jangan hanya menjadi penonton dan orang lain yang
menikmatinya. Itu semata soal keadilan dan kesempatan bekerja yang kami juga
punya hak yang sama sebagai orang Indonesia yang sama. Bukan urusan lainnya,
jika memang kamipun masih dianggap dan setara sebagai anak bangsa Indonesia,
jika Sumedang masih disebut sebagai Indonesia juga. Lagipula provinsi Jawa Barat
ini sudah terlalu sesak oleh para pendatang, jangan sampai bertambah padat
lagi. Berikanlah hak kami yang sama sebagai warga Indonesia, yang juga berhak
bekerja dalam segala profesi. Jangan ada monopoli kekuasaan dari pusat, karena
itu lebih menyakitkan bagi daerah dan terlihat ada penjajahan model baru,
penjajahan oleh bangsa sendiri. Orang Sumedang harus bisa melawan itu.
Jadi biarlah daerah
setempat juga bisa menikmati dari pengorbanannya sendiri. Jangan sampai semakin
terpinggirkan saja. Perusahaan dibangun disini, tapi yang bekerja bukan orang
sini. Itukan pengkhianatan dan penghinaan. Berilah warga setempat kesempatan besar
agar mereka juga bisa setara dengan masyarakat lainnya dalam hal pekerjaan dan
penghasilan. Selama ini pemerintah dan masyarakat lokal seperti memberi subsidi
bagi masyarakat dan pemerintah daerah lainya. Soal sampah dan limbah, kemacetan
dan debu, itu soal masyarakat dan pemerintah lokal. Tapi soal uang dan hasil,
itu justru dinikmati para pendatang. Itukan tidak adil namanya.
Seperti juga
dikemukakan oleh ketua MPR RI kemarin di Bandung, tentang ketimpangan dan
ketidakadilan termasuk dalam aspek ekonomi.
“Masalah kesenjangan
ini menjadi tantangan karena bisa menyebabkan instabilitas ekonomi politik,”
katanya.
Menurutnya jika hal
ini dibiarkan akan menimbulkan rasa tidak adil dan menyebabkan luka pada rakyat
yang merasakan ketidakadilan. Ia meminta agar negara hadir dan berpihak pada
rakyat agar kondisi tersebut tidak berkepanjangan dan menjadi bom waktu
(Pikiran Rakyat, terbit 20 Februari 2017).
Jangan sampai CTA,
cukup tau aja..
Sekian saja perlawanan
dari Indonesia Menggugat kali ini.
Wassalam.
0 Komentar