Petualangan Yang Pertama Ke Laut Selatan Garut
Via Cukul
Pangalengan ke Rancabuaya.
Pantai
Rancabuaya yang sudah terngiang-ngiang dalam pikiranku, ini adalah saat yang
tepat untuk mengunjunginya.
Rencana awal adalah ke pemandian Cibolang Pangalengan. Itu sudah, maka melanjutkan ke sana akan menjadi petualangan yang sangat bagus.
Rencana awal adalah ke pemandian Cibolang Pangalengan. Itu sudah, maka melanjutkan ke sana akan menjadi petualangan yang sangat bagus.
Jam 13 an
kamipun menuju ke Rancabuaya, jalan yang kulalui adalah ke bukit Mr. Scumacher
sang arsitek Boscha Lembang yang dimakamkan di Perkebunan itu.
Lewat jalan beraspal pada mulanya, namun semakin jauh jalan ini semakin buruk rupa. Yang akhirnya benar-benar masuk ke jalur offroad. Buktinya itu para rombongan offroader mobil 4x4 yang ramai-ramai melewati jalur ini.
Tentu saja hal itu diluar rencana semula. Dan juga diluar dugaanku, dan diluar harapanku.
Tak menyangka akan seperti itu.
Tembus jalan
ini adalah antara Cileunca dan Cukul, tinggal belok kiri saja menuju Cukul dan
seterusnya. Iturupanya adalah salah satu siloka yang aku alami kali ini.
Lewat jalan beraspal pada mulanya, namun semakin jauh jalan ini semakin buruk rupa. Yang akhirnya benar-benar masuk ke jalur offroad. Buktinya itu para rombongan offroader mobil 4x4 yang ramai-ramai melewati jalur ini.
Tentu saja hal itu diluar rencana semula. Dan juga diluar dugaanku, dan diluar harapanku.
Tak menyangka akan seperti itu.
Jalanannya
adalah merupakan jalan provinsi dengan aspal yang masih sangat bagus. Cukul pun
dilewati, perkebunan teh yang indah mempesona dengan udara yang juga sangat
bagus.
Ini pemandangan
sangat diluar dugaan, para kabut berjejer disisi kanan jalan yang merupakan
lembah yang sangat indah. Menjadi semakin indah karena berselimutkan kabut
tersebut.
Namun,
diujung jalan yang anyar ini motorku harus diperlambat dan berhenti sebentar karena nampaknya jalan
berikutnya itu seperti ada di dunia lain.....seperti datang ke tempat yang tak ada sebelumnya di bumi ini....beda banget, tak seperti jalan yang barusan kita lalui tadi.
Ini jalan menjadi mengecil dan juga seperti masuk ke lorong waktu. Membuatku bertanya dalam hati, apa benar ini adalah jalan lurus menuju ke tempat yang aku maui.....pantai selatan, wabilkhusus pantai Rancabuaya itu...?
ah aku tanya saja seorang tua yang ada disana.....
pak apa benar ini jalan menuju Rancabuaya....?
Ya cep, terus saja ke sana ikuti jalan ini....ini menuju Rancabuaya...
pak...apakah Rancabuayanya masih jauh...?
teu acan cep... masih tebih...moal aya satengahna...Bandung mah caket tidieu...tidieu lima-genep jam deui...
Ini jalan menjadi mengecil dan juga seperti masuk ke lorong waktu. Membuatku bertanya dalam hati, apa benar ini adalah jalan lurus menuju ke tempat yang aku maui.....pantai selatan, wabilkhusus pantai Rancabuaya itu...?
ah aku tanya saja seorang tua yang ada disana.....
pak apa benar ini jalan menuju Rancabuaya....?
Ya cep, terus saja ke sana ikuti jalan ini....ini menuju Rancabuaya...
pak...apakah Rancabuayanya masih jauh...?
teu acan cep... masih tebih...moal aya satengahna...Bandung mah caket tidieu...tidieu lima-genep jam deui...
Seorang bapak
paruh baya, memberitahuku perihal segala iwhal jalur kesana. Katanya ini belum
setengah perjalanan. Masih sangat jauh ke Rancabuaya. Jalanan sih cukup bisa
dilalui kendaraan namun silahkan coba saja sendiri karena kalau diceritakan itu
bisa menjadi berbeda pendapat, berbeda keyakinan.
Karena itulah
akupun melangkah dengan perasaan dan setengah dari keyakinan, sebab aku tahu dan terbayang bahwa
itu akan sangat jauh dan melelahkan. Akan butuh eport dan extra energi dan juga
extra semangat yang berlipat...pat pat...jangan pilih nomer opat...hmmm...!...jadi politik 2017 atuh.
Berkilo-kilo
meter panjangnya jalanan cukul yang mulus tadi, akhirnya berubah jadi jalanan
dengan kualitas kelas tiga atau jalan kampung yang "garinjul", yaitu jalanan kabupaten yang dengan
aspal perkampungan. Maka laju motorkupun menjadi sedikit melambat. Apalagi
jalanan saat itu sedang dalam kondisi rusak dan meliwati daerah bertekstur
curam dan bertebing tinggi.
Tidak heran
sepanjang jalanan itu kita akan mendapat berbagai jalan dan tebing yang rusak
karena beberapa longsoran dari tebing yang berbukit kerikil.
Kami sebut bukit kerikil karena material longsoran dan bukitnya terdiri dari bebatuan kerikil berpasir kasar seperti hasil dari ayakan pasir.
Selain itu disisi kiri jalanan adalah jurang yang menganga sangat dalam, entah sedalam apa, tapi bisa dilihat itu jauh lebih dalam dibanding jurang Cadas Pangeran di Sumedang. Dan dibawah sana masih merupakan hutan serta diseberangnya diapit pula oleh bukit yang masih hutan rimba. Jadilah itu merupakan perjalanan membelah hutan yang sama sekali baru buat kami. Benar-benar seperti datang kepada mimpi yang buruk...penuh horor..paranoid...dan susana mencekam....terasa seram.
Kami sebut bukit kerikil karena material longsoran dan bukitnya terdiri dari bebatuan kerikil berpasir kasar seperti hasil dari ayakan pasir.
Selain itu disisi kiri jalanan adalah jurang yang menganga sangat dalam, entah sedalam apa, tapi bisa dilihat itu jauh lebih dalam dibanding jurang Cadas Pangeran di Sumedang. Dan dibawah sana masih merupakan hutan serta diseberangnya diapit pula oleh bukit yang masih hutan rimba. Jadilah itu merupakan perjalanan membelah hutan yang sama sekali baru buat kami. Benar-benar seperti datang kepada mimpi yang buruk...penuh horor..paranoid...dan susana mencekam....terasa seram.
Cukup
membuat rasa takut dan was-was juga karena kami memikirkan apakah jalanan yang
kami pijak ini masih cukup kuat dan aman atau bisa jadi akan runtuh secara
tiba-tiba. Ini adalah jalanan kecil, dengan aspal kasar, dan juga dari sisi kiri ini ada longsoran yang memakan badan jalan...lansung curam ke jurang...dan terlihat masih sangat baru...belum lagi cuacanya gak cerah, mendung dan menuju malam. Lengkap sudah segala prasangka dan rasa takut yang menyelimuti perjalanan kami kali in....
.....tapi kalau kembali lagi tentu itu juga gak dekat...kepalang basah...tanggung dan terutama karena mumpung berdua dan juga mumpung ada waktu.
....tempat yang kami tuju itu masihlah terlalu jauh kiranya. Jadi tentu membuat tanda tanya itu tetap menghantuipikiran.....gerangan rintangan seperti apalagi yang akan kami lalui ini...gernagan bahaya apalagi yang akan kami lewati nanti....itu adalah seperti tebak-tebak tak berhadiah....itu seperti....engkau melaju menyusuri setiap lorong dari rumah hantu...serba teka-teki....serba gelap...serba menakutkan dan juga menegangkan perasaan....semakin lama, semakin besar dan banyak tanda tanya itu bergelayut didalam benak, ada apa lagikah gerangan rintangan didepan sana...?.
huh....bersama hujan kami seka saja napas ini dalam-dalam...
Tak kusangka...tak kunyana...tak kaduga....semakin jauh motor ini melaju...semakin baru lagi apa yang aku temui....kalau kubilang ini adalah bukan dunia nyata...ini adalah dunia khayalan....dunia antah barantah. Ini adalah akhir tanggal 2011.
.....tapi kalau kembali lagi tentu itu juga gak dekat...kepalang basah...tanggung dan terutama karena mumpung berdua dan juga mumpung ada waktu.
....tempat yang kami tuju itu masihlah terlalu jauh kiranya. Jadi tentu membuat tanda tanya itu tetap menghantuipikiran.....gerangan rintangan seperti apalagi yang akan kami lalui ini...gernagan bahaya apalagi yang akan kami lewati nanti....itu adalah seperti tebak-tebak tak berhadiah....itu seperti....engkau melaju menyusuri setiap lorong dari rumah hantu...serba teka-teki....serba gelap...serba menakutkan dan juga menegangkan perasaan....semakin lama, semakin besar dan banyak tanda tanya itu bergelayut didalam benak, ada apa lagikah gerangan rintangan didepan sana...?.
huh....bersama hujan kami seka saja napas ini dalam-dalam...
Tak kusangka...tak kunyana...tak kaduga....semakin jauh motor ini melaju...semakin baru lagi apa yang aku temui....kalau kubilang ini adalah bukan dunia nyata...ini adalah dunia khayalan....dunia antah barantah. Ini adalah akhir tanggal 2011.
Begitulah
rasa was-was dan khawatir tak lepas dari pikiran ku khusunya, kalau yang
dibonceng sih gak aku tanya, namun saya pikir pasti sama sajalah. Hanya karena
keinginan yang sudah memuncak saja yang membuat perjalanan akan dilanjutkan. Lir
ibarat, pantang mundur walau sejengkal. Maju terus dan maju terus. Rancabuaya sudah
terlalu mengganggu keingin tahuanku, sudah gak kuat lagi. Apalagi motor sudah
tanggung sampai ke perbatasan Garut, tentu kalau balik lagi akan sama jauhnya.
Akhirnya segala rasa takut itu dikesampingkan jauh-jauh. Sedikit demi sedikit, dicicil dibuang satu persatu.
Akhirnya segala rasa takut itu dikesampingkan jauh-jauh. Sedikit demi sedikit, dicicil dibuang satu persatu.
Maka
motor inipun tetap kulaju menyusuri jalanan sepi dan juga
perkampungan-perkampungan yang terpencil ini.
Sesampainya di Cikembong, kamipun melaksanakan sholat Ashar terlebih dahulu disebuah surau yang bernama Masjid Alhuda RW 14. Si mesjid biru...
Sesampainya di Cikembong, kamipun melaksanakan sholat Ashar terlebih dahulu disebuah surau yang bernama Masjid Alhuda RW 14. Si mesjid biru...
Itu adalah
perkampungan dengan jalan kampung yang beraspal kasar-kasar (tau kan jalan kampung di masa lalu seperti apa...?...bukan hotmix seperti era sekarang 2017...red) dan juga sudah berlubang
disana sini, becek di mana-mana...rusak dimana-mana.....sehingga laju motorpun paling maksimal 40 sd 50 km/hour, atau rata-rata sekira ada
dikecepatan 10 sd 15 km perjam saja.
Hari mulai
menuju gelap saja ketika hujan turun di daerah yang kami sebut Panenjoan. Maka kami
pun berhenti disebuah warung makan dan kamipun makanlah dulu disana sembari
berharap hujan menjadi reda.
Tetapi lama menanti hujan tak juga mau berhenti,
maka terpaksa kamipun melanjutkan perjalanan dengan memakaikan jas hujan yang kami bawa dan menembus leuweung hutan-hutan, bukit-bukit, lembah-lembah, lereng-lereng, jurang-jurang, peohonan-pepohonan, dan suara-suara alam yang kencang bersahutan.....turunan dan tanjakan yang sangat melelahkan....curam dengan tebing dikiri kanan dan juga jurang dikanan dan dikiri....
Ngarenghap deui.....
Tetapi lama menanti hujan tak juga mau berhenti,
maka terpaksa kamipun melanjutkan perjalanan dengan memakaikan jas hujan yang kami bawa dan menembus leuweung hutan-hutan, bukit-bukit, lembah-lembah, lereng-lereng, jurang-jurang, peohonan-pepohonan, dan suara-suara alam yang kencang bersahutan.....turunan dan tanjakan yang sangat melelahkan....curam dengan tebing dikiri kanan dan juga jurang dikanan dan dikiri....
Ngarenghap deui.....
Jalanan ini tetap masih buruk dan kemungkinan tetap buruk hingga ke bawah sana, dan juga ke atas sana.....
Dan benar sekali ketika kami sampai di sebuah jembatan kayu Cilayu, jalanan yang sudah di guyur hujan tadi itu bercampur dengan lumpur basah dari tanah merah yang cukup berbahaya bercampur air dan juga licin.
Belum lagi jalanannya itu lansung menanjak dan berbelok dengan tajam...dengan jurang cukup curam disisi kanan...dan tebing tinggi disisi kiri...lalu dibelakang adalah sungai tadi yang jembatannya terbuat dari kayu-kayu.
Bisa saya lihat sepintas tadi....banyak orang berhenti di sekitaran jembatan itu.
Dijembatan kayu yang baik....dengan dert dan bunyi-bunyi geseran ketika roda motor ini melintasinya...ah...sungguh aku seperti teah datang di dunia masa lampau....
..... dengan pemandangan yang sanagt eksotis. Seperti suatu lokasi di jaman masa lalu, seperti kami kembali ke jaman baheula....jaman koboy dan jaman si chip's atau serial laura dan juga film si hunter di tvri.....atau seperti sedang jauh sebelum ada drama keluarga cosbi....
Dan benar sekali ketika kami sampai di sebuah jembatan kayu Cilayu, jalanan yang sudah di guyur hujan tadi itu bercampur dengan lumpur basah dari tanah merah yang cukup berbahaya bercampur air dan juga licin.
Belum lagi jalanannya itu lansung menanjak dan berbelok dengan tajam...dengan jurang cukup curam disisi kanan...dan tebing tinggi disisi kiri...lalu dibelakang adalah sungai tadi yang jembatannya terbuat dari kayu-kayu.
Bisa saya lihat sepintas tadi....banyak orang berhenti di sekitaran jembatan itu.
Dijembatan kayu yang baik....dengan dert dan bunyi-bunyi geseran ketika roda motor ini melintasinya...ah...sungguh aku seperti teah datang di dunia masa lampau....
..... dengan pemandangan yang sanagt eksotis. Seperti suatu lokasi di jaman masa lalu, seperti kami kembali ke jaman baheula....jaman koboy dan jaman si chip's atau serial laura dan juga film si hunter di tvri.....atau seperti sedang jauh sebelum ada drama keluarga cosbi....
Ya memang, sepanjang
perjalanan barusan bahkan sejak dari Cukul tadi kami memang tidak berkendara
sendiri, ada banyak pengendara lainnya yang juga rupanya amat sangat menikmati
dunia aneh yang ada disini.
Besok adalah tanggal 1 Januari 2012, sehingga rupanya ini malam tahun baru kebetulan sedang banyak orang yang juga sama menuju ke Rancabuaya. Ada para pemotor, solo run maupun rombongan. Ada juga pengguna mobil Carry Suzuki. Berkali kami bertemu, berkali kami berpisah.
Tentu karena kami berhenti dan beristirahat ditempat yang tidak selalu sama dengan mereka yang memungkinkan kami berpisah dan lalu jadi bertemu kembali di tempat berikutnya.
Besok adalah tanggal 1 Januari 2012, sehingga rupanya ini malam tahun baru kebetulan sedang banyak orang yang juga sama menuju ke Rancabuaya. Ada para pemotor, solo run maupun rombongan. Ada juga pengguna mobil Carry Suzuki. Berkali kami bertemu, berkali kami berpisah.
Tentu karena kami berhenti dan beristirahat ditempat yang tidak selalu sama dengan mereka yang memungkinkan kami berpisah dan lalu jadi bertemu kembali di tempat berikutnya.
Tetapi baru
saja kami berhenti di puncak sana, belum lama kami naik motor, sehingga kami
memutuskan untuk terus jalan walaupun banyak orang menunggu situasi jalanan
kering dulu agar bisa melewati tanjakan Cilayu dengan aman.
Alhamdulillah
dengan perlindungan Allah SWT, kami bisa meliwati tanjakan menyeramkan dengan cukup baik dan tetap terkendali. Itu
tadi kalau saja slip dan stang serta ban tak bisa dikendalikan jelas akan berakibat
fatal, bisa membuat motor terlempar dan terjeremab dalam tanjakan menuju jurang
atau menuju sungai. Jadi itu sangat kusyukuri dengan benar-benar rasa syukur
yang tak terlupakan.
Maka
selanjutnya kami bisa lebih tenang lagi melanjutkan perjalanan ini. Namun belum
juga seratus persen kami bisa bernapas lega, masih ada jalan yang sama rusak dan
lebih parah lainnya di sebuah tanjakan sawah yang penuh air dengan bebatuan
yang terkelupas dan “lalegok” berlubang-lubang. Untungnya adalah disana ada
beberapa masyarakat yang stand by siap sedia secara sukarela membantu semua
kendaraan yang melintas. Kamipun harus berhenti dulu karena menunggu giliran truk
yang slip yang menutupi seluruh badan jalan.
Begitulah sampai kamipun berjalan dan harus
mengucap terima kasih yang dalam karena atas bantuan mereka kami hampir saja
terjerembab jatuh karena roda depan yang terantuk bebatuan. Sungguh jasa mereka
itu besar sekali, karena jika kami terjatuh, sudah barang tentu kami akan
mengalami sedikit cedera yang tidak kami harapkan sama sekali. Semoga saja
kebaikan mereka mendapat ganjaran yang baik dari Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.
Sekali lagi
alhamdulillah, kami bisa selamat dan bisa melanjutkan perjalanan ini dengan
sedikit “reuwas kareureuhnakeun” yakni rasa takut yang baru terasa setelah
berlalunya kejadian.
Maka kamipun
melanjutkan lagi dengan lebih khusu’ dan juga dengan menikmati pemandangan yang
semakin indah. Sampai tak terasa malampun menghampiri kami, dan ini mungkin
masih cukup jauh dari tujuan, tetapi menurut masyarakat setempat Rancabuaya
sudah tak terlalu jauh lagi.
Ya dari
tempat ini jika siang katanya lautan Rancabuaya sudah bisa dilihat dengan
jelas, karena ini adalah puncak terdekat dari pantai. Walau demikian lelampu yang
nun jauh dibawah sana dan siluet ombak pinggir lautan masih bisa kita lihat
secara samar-samar, putih bergulung-gulung. Hal itu membuat sumringah hati dan
yah...bahagia karena tempat tujuan tak lama lagi akan sampai.
Dibukit
Panenjoan namanya terdapat beberapa warung yang berjejer dan cukup banyak orang
pengunjung yang nampak menikmati segala pemandangannya.
Namun bagi kami
ingin segera ke pantai adalah lebih kuat dibanding lama-lama disini.....
Rancabuaya
yang mungkin sudah sudah menjadi kata kenangan, yang tak ada lagi seekor
buayapun atau mungkin juga masih ada aku tak tahu. Lebih tepat kalau kita sebut
Ranca ex Buaya atau ex Ranca ex Buaya.
Seperti di
Bandung juga ada Ex Ranca Badak, Ex Leuwi Gajah, ex Ranca Ekek, Ex Cihapit dll.
Sesampainya
di Rancabuaya, jam sudah menunjukkan waktu Isya Indonesia Barat. Kamipun mengalihkan
tenaga dan pikiran untuk mencari tempat kami menginap, namun itu tidak mudah
karena ini adalah malam tahun baru dan pengunjung sudah sangat membludak di
lokasi wisata ini. Kami pun sesungguhnya antara senang dan tidak, senang karena
kami tak perlu merasa sepi namun tidak senang karena kami belum mendapat tempat
untuk bermalam dengan nyenyak.
Setelah
bolak balik di sepanjang jalan pantai kami belum juga mendapat penginapan, maka
kamipun mulai berpikir untuk mencarinya diluar kawasan. Dan kamipun putar balik
menuju ke tempat yang lebih sepi yang berada diluar kawasan wisata.
Alhamdulillah akhirnya kami bisa mendapat tempat untuk menginap, yaitu di
sebuah rumah penduduk. Dan malampun akan kami jalani di dalam kamar ini. Kamar
yang cukup rapih walaupun juga tak lah terlalu lapang untuk bisa
senyaman-nyamannya.
Belum lagi ada perasaan kurang tenang karena kita tidak
mengerti apakah disini kami bisa tidur aman dan tidak terjadi apa-apa. Tapi
sudahlah karena aku termasuk orang yang mengandalkan Allah dalam segala
keadaan, terutama seperti keadaan saat ini. Jadi kami percaya dimanapun kita
berada ada Tuhan yang selalu memperhatikan kita. Maka do’a menjadi senjata
utamaku saat ini. Aamiin.
Di luar
sana, dijalanan kami bisa dengar raungan motor dan kendaraan-kendaraan yang
hilir mudik melaju menuju dan dari Rancabuaya. Ratusan atau mungkin ribuan
manusia tumpah ruah di Rancabuaya demi pergantian Tahun Baru 2011 ke 2012. Terompet
terdengar bersahutan belum lagi suara manusia yang bercakap satu sama lain,
malam yang ramai dan kami tak menyangka sebelumnya akan sedemikian adanya
disini, dipesisir pakidulan Jawa Barat tercinta ini.
Karena malam
terus saja berangsut menuju puncaknya maka kamipun lebih konsentarsi lagi
menuju istirahat dan tidur. Tak kepikiran olehku untuk pergi keluar dan
merayakan malam tahun baru di sana.
Belum lama
kami istrirahat dalam setengah tidur, kami di kagetkan oleh suara deru dan
bising yang amat. Suara letupan-letupan dengan jelas terdengar dilangit
Rancabuaya sana, barulah kami menyadari ternyata disini juga ada pesta kembang
api yang cukup ramai tak ubahnya detik-detik tahun baru di kota Bandung misalnya.
Mungkin kalau hal itu kami sadari sedari tadi kamipun akan ikut merayakannya
disana. Tapi sayang aku sendiri tak sempat ngeh, tak sempat menyadari
kejadiannya akan seperti itu. Ah sudahlah, sudah tanggung kami berbaring maka
kamipun lebih memilih menunggu hari menjadi pagi.
Istirahat
dan tidur barangkali tidaklah berhasil sesuai harapan, tapi minimal kami
terbebas dari dinginnya angin malam dan juga tubuh bisa sedikit rileks walaupun
tak juga bisa disebut rileks yang sebenarnya. Maafkan jika itu tak menjadi
istirahat yang terbaik buat kami.
Akhirnya
pagi yang dinanti telah tiba, kamipun bergegas pergi dan pamit untuk ke Pantai
Rancabuaya. Pagi yang sangat cerah, dan ternyata cukup indah. Kamipun bisa
merasakan kebahagiaan yang tertunda sejak kemarin. Bermain air adalah satu
kesenangan, dan memandang lautan adalah kenikmatan berikutnya. Bermain ombak
dan karang juga cukup membuat kami bahagia yang berseri-seri.
Tak ingin
kembali kemalaman, maka setelah mentari menaik tinggi dan kami merasa sudah
cukup terpuaskan oleh Rancabuaya kamipun bergegas lagi untuk pulang, tetapi
kami tak berani kalau harus kembali meliwati jalur kemarin karena kami sudah
mengetahui medannya sedemikian berbahayanya. Maka kamipun memutuskan untuk
pulang memutar melewati Pameungpeuk menuju Garut dan Bandung. Perjalanan yang
akan baru dan sama belum diketahui medannya seperti apa. Ini adalah musim
hujan, kami harus berangkat lebih dini agar tidak terlalu lama dalam hujan dan
gelap.
Ternyata
sepanjang perjalanan ini, kami bisa mendapati pemandangan indah yang juga
diluar perkiraan kami. Lautan lepas yang luas itu bisa kami nikmati dengan
sempurna lengkap dengan landscape bebukitan dan perkampungan yang ada. Listrik
belum menyentuh sebagian besar perkampungan disini. Tetapi jalannya sudah
sangat baik dengan aspal dan beton bertulang. Ini memang sesuai berita-berita
di media massa maupun dunia maya, jalan lintas selatan jabar yang dibangun oleh
pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jadi ini adalah sekaligus untuk membuktikan
berita tersebut dengan mata kepala sendiri. Dan kami pun cukup terpuaskan
dengan hal ini.
Hari ini
adalah tahun baru, tanggal 1 Januari 2012. Ini adalah tahun yang berbeda dan
ini adalah tahun yang belum kita alami, tepatnya semoga akan menjadi tahun yang
baik buat kita semua sepanjang tahun dan berlanjut kepada tahun-tehun
berikutnya, selamanya sampai dunia berakhir menjadi akhirat dan termasuk di
akhiratnya nanti dalam keridhoan Allah SWT. Aamiin.
Dan ingat,
hari ini adalah hari ulang tahunku yang kesekian kalinya. Jadi usiaku telah
bertambah lagi tepat dihari aku akan menuju usia berikutnya. Ya sudah, itu tak
mungkin bisa kita hentikan. Inilah sisa takdir yang akan kita jalani. Semoga
saja mendapat yang terbaik dalam hidup kita sehingga bisa mengantarkan kita
kepada akhirat yang bahagia dalam surgaNya. Amin.
Tak terasa
waktu terus menuju siang, kamipun sudah tiba di gerbang Pameungpeuk, ya pantai
Santolo. Ternyata dijalanan menuju ke pantai Santolo ini jauh lebih ramai oleh
kendaraan dibandingkan dengan pantai yang baru saja kami kunjungi tadi. Ah
ternyata masih banyak tempat yang belum kami ketahui. Mungkin kelak kami berharap
bisa sama berkunjung ke Santolo itu, tapi ini hari kami tak ada waktu untuk itu
dan kami harus melanjutkan perjalanan menuju Bandung.
Jalanan di
daerah ini memang tak semulus tadi lagi, disini jalanan beraspalnya sudah
rusak, berlubang dan berair. Sehingga kami heran kok semakin mendekat perkotaan
jalanan bukannya tambah mulus malah sebaliknya. Mungkin proyek pembangunan
Jalan Lintas Jabar Selatan ini memang belum selesai 100 persen. Jadi harap
bersabar saja karena semua itu perlu dana yang banyak dan juga butuh waktu
bertahun-tahun.
Pameungpeuk,
itulah nama jalanan ini dan juga nama kota kecil ini. Tetapi walau demikian
sesungguhnya aku tak mengira bahwa kota Pameungpeuk ini sedemikian cukup
ramainya, terutama oleh para pelancong yang ingin menghabiskan liburan akhir
dan awal tahun di sini. Terlepas dari itu memang aku tak mengira ternyata di
pakidulan Jawa Barat juga ada terdapat perkotaan yang cukup ramai untuk
seukuran kota Kecamatan. Pameungpeuk mungkin kedepannya bisa berubah menjadi
kota yang lebih maju lagi dan lebih sejahtera lagi buat masyarakatnya. Sehingga
bisa mengejar ketertinggalannya dibanding wilayah lainnya di Jabar. Semoga ini
akan menjadi ibu kota Kabupaten Garsela. Aamiin.
Hujan mulai
turun lagi, kurang lebih waktu menunjukkan jam 14 an di batas kota Pameungpeuk.
Hujannya semakin deras, dan ya ampun jalanan menjadi semacam air bah dari
sungai, belum lagi disana-sini terdapat banyak sekali jalanan berlubang yang
rusak membuat perjalanan pulang kami sangat melelahkan dan menyesakkan karena
air hujan yang juga menerpa wajah dan tubuh kami. Tetapi kami harus terus
melaju karena kita tidak tahu berapa jauh lagikah dan berapa lama lagikah kami
bisa segera sampai ke Bandung.
Hari terus
saja hujan, tetapi syukurlah semakin lama semakin berkurang intensitasnya.
Beraneka
pemandangan disepanjang jalanan Pameungpeuk-Garut adalah telah menambah wawasan
begitu luas beraneka ragamnya wilayah dan tanah Jabar kita. Kami meliwai hutan,
bukit dan jalanan berliku-liku. Sepertinya amat susah untuk menemukan jalanan
mendatar atau lurus, hampir semuanya berkelok, setelah ke kiri lalu ke
kanan...kekanan lagi lalu kekiri..kekiri terus kekiri dan lalu kekanan. Kalau
gak turun maka jalanan ini adalah naik atau tanjakan, itu adalah hampir nol
persen turunan, dan 99,999 persen tanjakan. Memang jalanan disini lebih landai
dan tak ada tanjakan curam sebagaimana jalur Pangalengan-Cisewu. Itu adalah
bagai roll couster.
Kalau
jalanan Pameungpeuk-Garut ini lebih aman dan lebih bisa dilalui kendaraan besar
dan kecil, walaupun kualitas aspalnya juga masih termasuk buruk. Disini hanya
butuh perawatan dan perbaikan aspal saja, kalau soal jalannya sih sudah
memenuhi syarat layak untuk dijadikan jalan Nasional atau minimal Jl. Provinsi,
sebagai jalan utama yang bisa menjadi arus lalu lintas barang dan manusia antar
kota, antar wilayah. Mungkin soal waktu dan anggaran saja yang belum ada.
Hampir dua
jam perjalanan sudah dilalui sejak Pameungpeuk, kami tentu sudah merasa lelah
yang bertumpuk. Tetapi jalanan disini semakin indah saja, meliwati hutan yang
gelap dan rindang dengan kabut sepanjang kiri dan kanan. Ini jelas mengingatkan
aku akan sebuah mimpi beberapa tahun yang lalu. Mimpi yang mungkin menjadi
petunjuk dalam perjalanan hidup kami. Dan dalam bentuk nyatanya, salah satunya
adalah seperti dialami saat ini. Jalanan benar-benar dipenuhi kabut yang sangat
tebal, untunglah kami dijalan tidak sendirian, masih banyak teman pemotor
lainnya bahkan kami berjalan secara bergerombol satu sama lain bersama
beriringan dan berdampingan. Walau kami tak saling kenal, tapi bersama
rombongan adalah lebih baik kurasa.
Jalanan
berkabut ini sungguh indah dan cukup romantis. Tetapi tentu jarak pandang menjadi
sangat pendek, dan udara juga cukup basah sehingga pakaian kami menjadi basah
sekujur tubuh. Selain demikian itu jalan ini juga berkelok ke kiri dan ke kanan
secara terus menerus dengan jurang di sebelah kanan dan tebing di sisi kiri
kami. Namun ini benar-benar menandakan alam disini masih sangat alami dan
bersih. Itu yang sangat langka kita temukan lagi di bumi pertiwi, khususnya di
Jawa Barat kita.
Selepas dari
gunung gelap yang panjang itu, akhirnya kamipun tiba di tempat yang lebih
terang, gak tahu apa nama perkampungan ini. Namun hamparan pemandangannya
ternyata justru lebih hebat lagi, untuk kami yang baru pertama kesini, tempat
ini tak ubahnya bagai negeri dongeng atau negeri antah berantah. Betapa tidak
demikian, karena disini kita seakan disuguhkan oleh pemandangan yang tak pernah
kutemui dan yang berbeda dari yang pernah kami alami. Jalanan ini menyusuri
sisi dan punggung bukit yang tinggi dan dikiri kanan adalah lembah yang cukup
membentang jauh sejauh mata memandang dengan bebukitan dan hijaunya hutan dan
gunung dikejauhan.
Tak
berselang jauh jalanan justru kembali berubah kepada sesuatau yang tidak kami
sangka sebelumnya lagi, yaitu perkebunan teh. Kami benar tak menyangka jika
disinipun terdapat hamparan perkebunan teh yang sangat asri dengan jalanan yang
juga berkelok-kelok membuat kita tak bisa merasa jenuh dan tak bisa merasa bosan.
Jadi
perjalanan Bandung-Pangalengan-Rancabuaya-Pameungpeuk dan menuju ke Garut adalah
satu paket perjalanan yang lengkap dan romantis. Aduhai indahnya alam Indonesia
Raya. Kita pantas untuk bangga, dan harus menjaga “ngamumule”, bersyukur bahwa
keindahan ini sungguh karunia yang berarti. Alhamdulillah.
Sejam sudah
maka kamipun tibalah kembali diwilayah berpenghuni, perkotaan. Kalau dibaca sih
ini adalah Kecamatan Cikajang Garut. Disini napas seakan menjadi normal
kembali. Kita bisa menarik napas lebih dalam dan membuangnya tanpa harus tersengal-sengal
lagi.
Terutama
mungkin karena helmnya sudah kami lepas untuk istirahat sejenak dan beraneka jajanan
yang jelas membuat tenaga kita kembali pulih sediakala.
Mungkin itu
saja cerita perjalanan kami, semoga kita ketemu dalam jurnal berikutnya.
Caw....!
Wassalam.
#itu sudah menjadi masa lalu
#itu sudah menjadi masa lalu
0 Komentar