Trip ke Negeri di Atas Awan Lalu ke Pantai untuk Sunset
Bukan Gank Ijo
Dua puluh empat Desember 2015, kami berangkat dari Bandung menuju Pantai Selatan Jabar. Ini akan menjadi pengalaman pertama kami secara berempat berangkat ke sana.
Persiapan
sejak di Bandung, menjemput ke rumah teman dan akhirnya kami berangkat di pagi
menuju siang yang cerah ini.
Sebelum berangkat tadi, kami sempat mempersiapkan berbagai cemilan dan juga persiapan air minum karena kami tak boleh menjadi dehidrasi akibat kurang asupan cairan ketubuh dalam sepanjang perjalanan nanti. Kalau semua sudah siap maka semua tak ada masalah.
Sebelum berangkat tadi, kami sempat mempersiapkan berbagai cemilan dan juga persiapan air minum karena kami tak boleh menjadi dehidrasi akibat kurang asupan cairan ketubuh dalam sepanjang perjalanan nanti. Kalau semua sudah siap maka semua tak ada masalah.
Bukan Geng Ijo
Hari yang
libur ini, tidak kami sia-siakan begitu saja. Barangkali perjalanan ini akan
merupakan sesuatu yang indah dan tak terlupakan buat kami berempat.
Suatu saat semoga menjadi inspirasi buat anak dan cucu kami. Semoga saja ini perjalanan akan baik-baik saja, selamat sampai kembali lagi ke kota Bandung tercinta ini.
Suatu saat semoga menjadi inspirasi buat anak dan cucu kami. Semoga saja ini perjalanan akan baik-baik saja, selamat sampai kembali lagi ke kota Bandung tercinta ini.
Menyusuri
jalanan kota Bandung, Kebon Kawung belok kiri menuju arah ke Sukarno Hatta dan
menembus jalan alternatif akhirnya tiba di Kopo Elok Permai tembus lagi ke
jalan raya Cimahi-Soreang. Ini menjadi jalan yang baru buat teman-teman, tapi
tidak buat aku yang sudah beberapa kali ke sini karena hendak nonton bola ke
Jalak Harupat atau karena keperluan lainnya.
Lewat jalan
ini kita akan menghindari kemacetan jalur utama Kopo-Soreang, yang saat ini
kebetulan sedang sangat padat karena banyak para wisatawan yang hendak berlibur
menuju Ciwidey dan sekitarnya. Alhamdulillah kami pun sudah sampai di depan si
Jalak Harupat tetapi ini belum seberapa dari jarak yang hendak kami tempuh
nanti. Apalagi kami semua sesungguhnya belum pernah sekalipun ke Pantai Selatan
Jabar via Ciwidey ini, sehingga kami belum tahu berapa jauh dan lama kah kami
bisa sampai disana.
Siang ini
kami sudah berada di jalan kota Kecamatan Ciwidey, jalanan memang macet sejak
Soreang tadi.
Banyak sekali kendaraan yang menuju atas sana, sehingga kami tak bisa melaju dengan kencang.
Beberapa kali kami tersendat karena tumpukan kendaraan di jalan yang terbilang sempit ini. Tapi terlihat dari roman dan raut muka para teman semua masih enjoy dan tetap senang saja.
Semua situasi kalau dihadapi dengan senang dan tenang tentu akan bahagia saja dan tidak akan menjadi sesuatu masalah.
Sebagaimana sepertinya, kami sudah begitu ketalar dan hapal setiap titik dan bait dari syair lagu pramuka,
.......disini senang
......disana senang
......dimana-mana hatiku senang.....
............tralalaaaaaaaa.....la la la...lalalala lalala.....
Banyak sekali kendaraan yang menuju atas sana, sehingga kami tak bisa melaju dengan kencang.
Beberapa kali kami tersendat karena tumpukan kendaraan di jalan yang terbilang sempit ini. Tapi terlihat dari roman dan raut muka para teman semua masih enjoy dan tetap senang saja.
Semua situasi kalau dihadapi dengan senang dan tenang tentu akan bahagia saja dan tidak akan menjadi sesuatu masalah.
Sebagaimana sepertinya, kami sudah begitu ketalar dan hapal setiap titik dan bait dari syair lagu pramuka,
.......disini senang
......disana senang
......dimana-mana hatiku senang.....
............tralalaaaaaaaa.....la la la...lalalala lalala.....
Our Memories
Semakin menuju perkebunan Walini Rancaupas ternyata jalanan sama macetnya.
Tapi selepas itu jalanan menjadi cukup lancar dan lengang. Kamipun hendak berhenti dulu diperkebunan walini ini, tetapi menurut hemat kami saya kira nanti suatu waktu lain saja kita bersantai dan berlama-lama disini.
Kali ini jalanan masih jauh dan panjang tak boleh kami berlama-lama dijalan. Padahal perutpun sudah semakin haus dan juga lapar.
Tapi kami harus jalan terus sehingga melewati persimpangan situ Patenggang dan lebih.
Hampir saja teman kami tadi melesat jauh ke jalan yang salah, sehingga kami harus kembali memutar ke arah kiri ke jalan yang menurun. Yang sebenarnya akupun baru mengirangira sesuai peta yang aku hapalkan sebelumnya.
Tapi ilmu pengetahuan adalah tak akan membohongi....sehingga aku pura-pura sudah mengenal saja jalanan ini....sebab kalau aku gak yakin tentu teman kami juga jadi gak yakin dong...!!?...dan akibatnya mereka minta batal perjalanan ini. kan gak asyik...?!
Semakin menuju perkebunan Walini Rancaupas ternyata jalanan sama macetnya.
Tapi selepas itu jalanan menjadi cukup lancar dan lengang. Kamipun hendak berhenti dulu diperkebunan walini ini, tetapi menurut hemat kami saya kira nanti suatu waktu lain saja kita bersantai dan berlama-lama disini.
Kali ini jalanan masih jauh dan panjang tak boleh kami berlama-lama dijalan. Padahal perutpun sudah semakin haus dan juga lapar.
Tapi kami harus jalan terus sehingga melewati persimpangan situ Patenggang dan lebih.
Hampir saja teman kami tadi melesat jauh ke jalan yang salah, sehingga kami harus kembali memutar ke arah kiri ke jalan yang menurun. Yang sebenarnya akupun baru mengirangira sesuai peta yang aku hapalkan sebelumnya.
Tapi ilmu pengetahuan adalah tak akan membohongi....sehingga aku pura-pura sudah mengenal saja jalanan ini....sebab kalau aku gak yakin tentu teman kami juga jadi gak yakin dong...!!?...dan akibatnya mereka minta batal perjalanan ini. kan gak asyik...?!
Jalanan ini
sungguh mulus dan sangat lebar dibanding jalan Ciwidey tadi.
Kamipun mengira dan merasa seakan jalan hanya milik kami saja. Sangat jarang kami berpapasan dengan pengendara lain, baik sesama motor apalagi bis atau truk. Sepi banget.
Seperti kami katakan tadi, ini jalur memang baru buat kami. Kalau kami bilang sih sepertinya kami baru saja berada di luar Indonesia.
Sepertinya ini sudah ada di luar Indonesia...entahlah...mungkin sudah di Hungaria...atau new zealand...
ntah aku gak yain betul...
Kamipun mengira dan merasa seakan jalan hanya milik kami saja. Sangat jarang kami berpapasan dengan pengendara lain, baik sesama motor apalagi bis atau truk. Sepi banget.
Seperti kami katakan tadi, ini jalur memang baru buat kami. Kalau kami bilang sih sepertinya kami baru saja berada di luar Indonesia.
Sepertinya ini sudah ada di luar Indonesia...entahlah...mungkin sudah di Hungaria...atau new zealand...
ntah aku gak yain betul...
Selepas
jalanan turunan, kemudian ada sedikit tanjakan dan kembali menurun ke sebuah
lembah perkebunan teh yang tentu ini merupakan hibah atau kejutan besar buat
kami.
Kamipun tak kuasa lagi untuk tidak berhenti, ya karena seindahnya tempat ini sangat sayang kalau kami tidak narsis dulu disini.
Kamipun tak kuasa lagi untuk tidak berhenti, ya karena seindahnya tempat ini sangat sayang kalau kami tidak narsis dulu disini.
jepret jepret
jepret
jepret
jepret...jepret....
Apalagi kami
sedari tadi belum berhenti dengan tenang, dan pantat memang sudah terasa pegal
dan lengan juga butuh kesegaran.
Beberapa lama kami menikmatinya, ini betul-betul memuaskan kami semua. Tetapi mobil elf omprengan yang penuh penumpang menuju selatan itu membuat kami bersemangat kembali ke perjalanan.
Setelah 20 menit istirahat kamipun lanjut perjalanan ini. Masih dalam perkebunan teh yang sangat indah, dan masih asri dan bersih serta tak kalah indah di banding Puncak Bogor sekalipun.
Beberapa lama kami menikmatinya, ini betul-betul memuaskan kami semua. Tetapi mobil elf omprengan yang penuh penumpang menuju selatan itu membuat kami bersemangat kembali ke perjalanan.
Setelah 20 menit istirahat kamipun lanjut perjalanan ini. Masih dalam perkebunan teh yang sangat indah, dan masih asri dan bersih serta tak kalah indah di banding Puncak Bogor sekalipun.
Jalanan berkelok dan naik entah akan seperti apa keindahan dan pemandangan lainnya didepan, kami benar-benar tak tahu.
Ini seperti kami mirit kartu dalam keadaan cekih... setiap langkah benar-benar rahasia dan setiap kelokan benar-benar membuka kawasan pemandangan indah yang baru.
Sampai akhirnya terbuka sedikit demi sedikit dan yah.....ini bagaikan negeri diatas awan.
Cuaca disini
seakan sore menuju malam, padahal sesungguhnya ini masih jam 2 atau setengah tigaan.
Teman kami begitu girangnya dengan pemandangan disini, mengingatkan lagunya peterpen katanya, lagu diatas awan katanya.
Ya...kita disini itu adalah seakan kita sedang berada di satu tempat yang tertinggi....di atas langit dan awan-awan ada di bawah kita...
seperti dalam pesawat...ya
Teman kami begitu girangnya dengan pemandangan disini, mengingatkan lagunya peterpen katanya, lagu diatas awan katanya.
Ya...kita disini itu adalah seakan kita sedang berada di satu tempat yang tertinggi....di atas langit dan awan-awan ada di bawah kita...
seperti dalam pesawat...ya
Mungkin juga peterpen membuat lagu itu karena terinspirasi alam disini.
Ini bagaikan berada di langit, tempat tertinggi dan disekitar kita dan dibawah perkebunan teh ini ada awan putih sepanjang mata memandang, benar-benar sesuatu yang tercipta secara luar biasa dalam waktu yang luar biasa ini.
Menyusuri punggung bukit diatas bukit, jalanan masih menanjak dan ini tak ubah sebagaimana suasana malam. Gelap....dan ya...dipenuhi cucuran air dari semua sisinya....
Setiap kali ada kendaraan yang berpapasana dari depan kita, lampu mereka itu menyorot menembus pekatnya awan yang sebenarnya adalah pepedut atau kabut warnanya kuning menyala bagai lampu hias yang kerlap kerlip....gemerlap di malam yang syahdu. Dan juga kopi dan bait-bait lagu yang lirih...atau tulisan puisi dan sajak yang indah.....
Hanya suara mesin dan klakson yang menjadi bahasa isyarat diantara kami.
Beberapa rombongan motor bergerak dari bawah, menanjak ke sini dan berpapasan dengan kita. Itu seperti sekelompok orang yang datang dari entah barantah.
Jarang ada suara yang keluar dari mulut mereka, sepertinya mereka juga sama berhati-hatinya dengan kami karena batas antara jalan dan jurang atau antara jalur kami dan jalur mereka sungguh tidak terlihat dengan nyata, hanya samar-samar oleh karena gelapnya cuaca disini. Lebih gelap dari malam hari...sebab...gelapnya suasana ini tak bisa ditembus oleh lampu-lampu kendaraan.
Belum lagi baru pertama ini kami kesini, kami belum hapal kondisi jalanan dan juga gak tahu kesudahannya kedepan sana. Seakan kami meraba-raba dikegelapan, kami tak berani berjalan dengan lancang.....mengencangkan gas-gas motor ini.
Tak lama
kamipun lepas dari suasana itu dan alhamdulillah bisa kembali menemukan secercah cahaya
di balik rerimbunya pepohonan tanaman hutan disini. Bagaikan kami menemukan pagi kembali yang walaupun tidak purnama...tapi lumayanlah....ada bintang-bintang.
ini puisinya....
Bagaikan kami menemukan pagi kembali
yang walaupun tidak purnama...
tapi lumayanlah....ada bintang-bintang.
dan juga kunang-kunang...yang bercahaya kerlap-kerlip
seperti mata kami
seperti hati kami
Barulah kami teringat lagi akan perut, dimanakah ada warung...?.
tentu kami tetap percaya dan aku yakin tak akan jauh lagi pasti masih akan ada lagi beberapa warung disana. dibawah sana....
ini puisinya....
Bagaikan kami menemukan pagi kembali
yang walaupun tidak purnama...
tapi lumayanlah....ada bintang-bintang.
dan juga kunang-kunang...yang bercahaya kerlap-kerlip
seperti mata kami
seperti hati kami
Barulah kami teringat lagi akan perut, dimanakah ada warung...?.
tentu kami tetap percaya dan aku yakin tak akan jauh lagi pasti masih akan ada lagi beberapa warung disana. dibawah sana....
Diperbatasan
kabupaten Bandung dan Cianjur itu tadi ada banyak kendaraan berhenti
disisi jalan.
Tapi kami tak tertarik karena nampaknya ini masih terlalu dini karena baru saja kami bernafas keluar dari gelapnya awan putih tadi.
Tapi kami lebih suka jalan saja terus...sampai benar-benar motor kita juga sependapat...supaya semua akan indah pada waktunya...
Tapi kami tak tertarik karena nampaknya ini masih terlalu dini karena baru saja kami bernafas keluar dari gelapnya awan putih tadi.
Tapi kami lebih suka jalan saja terus...sampai benar-benar motor kita juga sependapat...supaya semua akan indah pada waktunya...
Kami yakin,
tak jauh lagi akan ada warung lainnya.
Setidaknya itu yang kami tahu dari sumber bacaan yang pernah kami baca dalam beberapa blog.
Sebab jujur sebenarnya kami kesini pun tidak terlepas dari hasil surving di dunia maya......banyak terinspirasi dari pengalaman mereka,
maka kami juga hendak mengikuti jejak mereka untuk bisa makan, istirahat dan berhenti disana.
Setidaknya itu yang kami tahu dari sumber bacaan yang pernah kami baca dalam beberapa blog.
Sebab jujur sebenarnya kami kesini pun tidak terlepas dari hasil surving di dunia maya......banyak terinspirasi dari pengalaman mereka,
maka kami juga hendak mengikuti jejak mereka untuk bisa makan, istirahat dan berhenti disana.
Sebenarnya
mungkin warung yang ada di blog tersebut tadi itu...sudah terlewat mungkin,
tapi karena disana penuh pengunjung jadinya kami lanjut saja perjalanan dan ....ya...kami gak seberuntung seperti orang-orang...untuk kali ini.
Dan alhamdulillah di sebelah kiri perkebunan hutan kayu ini bisa kami dapati ada warung yang cukup leluasa. Ada beberapa tamu lainnya, tapi disini di warung ini itu, masih terbilang mencukupi buat kami beristrirahat juga. Dan kalau itu ditunda -tunda lagi belum tentu akan ada warung lainnya didepan sana. terutama karena kita gak tahu kesudhan perjalanan ini....gak tahu ada perkampungan atau kota di bawah sana atau tidak sama sekali....
......jangan sampai para teman itu melakukan demo besar-besaran dan memboikot aku.
Ini sudah jam tigaan sore. Perut kami benar-benar kosong dan kerontang sejak siang tadi. sudah saatnya untuk kembali ke sendok dan piring...mangkok dan cangkir...
ngopi dulu....
(Kamana atuh bray....kau tega pergi dari pertemanan inikah...???, sekarang...?)......
tapi karena disana penuh pengunjung jadinya kami lanjut saja perjalanan dan ....ya...kami gak seberuntung seperti orang-orang...untuk kali ini.
Dan alhamdulillah di sebelah kiri perkebunan hutan kayu ini bisa kami dapati ada warung yang cukup leluasa. Ada beberapa tamu lainnya, tapi disini di warung ini itu, masih terbilang mencukupi buat kami beristrirahat juga. Dan kalau itu ditunda -tunda lagi belum tentu akan ada warung lainnya didepan sana. terutama karena kita gak tahu kesudhan perjalanan ini....gak tahu ada perkampungan atau kota di bawah sana atau tidak sama sekali....
......jangan sampai para teman itu melakukan demo besar-besaran dan memboikot aku.
Ini sudah jam tigaan sore. Perut kami benar-benar kosong dan kerontang sejak siang tadi. sudah saatnya untuk kembali ke sendok dan piring...mangkok dan cangkir...
ngopi dulu....
(Kamana atuh bray....kau tega pergi dari pertemanan inikah...???, sekarang...?)......
Kamipun bisa
isola di sini. Ada banyak makanan dan minuman yang bisa mengembalikan tegaknya
usus dan tulang perut kami.
Ada bala-bala, kacang tanah, goreng pisang, kopi dan teh hangat, juga ada lainnya.
Tapi tentu itu tak bisa membuat cukup kenyang, maka mie instanpun jadi pilihan utama disini...the last time is not the bad other....walau bukan yang pertama tapi engkau wahai emie adalah yang terakhir dan terhangat...terindah...dan mengenyangkan...
Dalam perjalanan kita memang dilarang manja dalam hal jenis makanan, selagi semuanya dijamin halal maka kamu tak bisa menolaknya karena perut juga menuntut dan memintanya demikian.
Mie yang hangat dengan telor dan sesendok kecap atau saos itu adalah jamuan ter-istimewa. Apalagi ditambah secuil sambel yang pedas atau potongan “cengek” cabe rawit yang pedas...level 3, maka itu adalah pemuas dahaga yang amat sangat.
Dan kamipun bisa benar-benar merileks kan sekujur tubuh, kalau mau tiduran pun ada dipan-dipan disini, untuk lesehan bisa digunakan untuk sejenak melepas pegal linu...urat-urat yang kaku sebab lama duduk di jok dll. maka kami pun potret saja beberapa kali karena itu akan menjadi pengingat kami dikala nanti pulang lagi ke Bandung. dan juga sebagai kenang-kenangan di masa yang akan datang.
Ada bala-bala, kacang tanah, goreng pisang, kopi dan teh hangat, juga ada lainnya.
Tapi tentu itu tak bisa membuat cukup kenyang, maka mie instanpun jadi pilihan utama disini...the last time is not the bad other....walau bukan yang pertama tapi engkau wahai emie adalah yang terakhir dan terhangat...terindah...dan mengenyangkan...
Dalam perjalanan kita memang dilarang manja dalam hal jenis makanan, selagi semuanya dijamin halal maka kamu tak bisa menolaknya karena perut juga menuntut dan memintanya demikian.
Mie yang hangat dengan telor dan sesendok kecap atau saos itu adalah jamuan ter-istimewa. Apalagi ditambah secuil sambel yang pedas atau potongan “cengek” cabe rawit yang pedas...level 3, maka itu adalah pemuas dahaga yang amat sangat.
Dan kamipun bisa benar-benar merileks kan sekujur tubuh, kalau mau tiduran pun ada dipan-dipan disini, untuk lesehan bisa digunakan untuk sejenak melepas pegal linu...urat-urat yang kaku sebab lama duduk di jok dll. maka kami pun potret saja beberapa kali karena itu akan menjadi pengingat kami dikala nanti pulang lagi ke Bandung. dan juga sebagai kenang-kenangan di masa yang akan datang.
Rasanya memang agak sedikit enggan dan berat melangkah lagi, karena selain semilir angin yang mengantuk-antuk atau karena perut mulai bicara kepada kepala dan mata. membuat malas bergerak...malas untuk apapun selain hanya duduk saja..diam dan membisu.
#kawas domba...mung geus diparab...
{teu beda}
Ah pengennya sih tiduran dulu lah disini. Atau kalau tidak, tidur menginap saja sekalian disini.
Namun apa
boleh dikata, ternyata perjalanan kita katanya masih jauh. Ini mungkin baru
sekian persennya saja menuju Cidaun sana. Walau enggan, walau berat hati, walau
lemas. Tetap saja kami harus pamit dan berangkat lagi. Dan terima kasih untuk
si bapak warung yang sedia ikhlas membuat potret buat kami semua. Nuhun pak,
assalamu ‘alaikum. Begitulah kamipun pergi dan melanjutkan “kukucuprakan” kami eh naon
atuh...melanjutkan “kukusrukan”
kami...masih salah...meneruskan “aksruk-aksrukkan”
kami mungkin, menuju negeri orang.
Dari sini jalanan terlihat kiranya akan selalu menurun dan tak akan ada tanjakan lagi.
Pegunungan dan puncak bukit kami kira sudah jauh terlewati tadi. Jadi ini akan butuh ketahanan pembonceng karena jalanan yang terus turun ini membuat yang dibonceng jadi “ngasrod” kedepan akibatnya pembonceng jadi kejepit dari belakang dan juga tertahan dari depan, artinya kegencet abis-abisan. Waduh pegalnya bukan main, pegal luar dalam. Jasmani dan rohani. He he he...!
Dari sini
jalanan terlihat kiranya akan selalu menurun dan tak akan ada tanjakan lagi.
Pegunungan dan puncak bukit kami kira sudah jauh terlewati tadi. Jadi ini akan
butuh ketahanan pembonceng karena jalanan yang terus turun ini membuat yang
dibonceng jadi “ngasrod” kedepan
akibatnya pembonceng jadi kejepit dari belakang dan juga tertahan dari depan,
artinya kegencet abis-abisan. Waduh pegalnya bukan main, pegal luar dalam.
Jasmani dan rohani. He he he...!
Berkali kali
kami ingatkan kepada yang dijok belakang, tolonglah “ngasrod deui saeutik”, tolonglah beri kami ruang dan waktu. Bukan
hanya aku yang merasa demikian, pun bapak Koko merasakan hal yang sama. Seperti
kegencet rasanya, itulah rasa sebenarnya.
Tapi
perjalanan bukannya semakin kering atau lelah, semua kami rasa baik-baik saja
dan tetap semangat pantang menyerah, pantang mengeluh.
Beberapa
jenis jalanan kami sudah lalui, dari yang mulus tadi hingga agak keriting
disini. Dari perkotaan yang macet, perkebunan teh yang luas, hingga gelapnya
ujung bumi tadi dan juga gelapnya hutan dan kelokan kekiri juga kekanan. Semua
sudah kami lewati.
Sejak dari
sini kayaknya kami juga inginnya berhenti dibeberapa spot pemandangan yang
indah dan asing bagi kami. Tetapi sekali lagi kami harus berhitung dengan
waktu. Tak boleh kiranya kami jadi kegelapan dihutan dan tempat yang sepi jauh
dari peradaban manusia. Kami hanya sempat berhenti sekali lagi disini, tak
boleh banyak berhenti lagi walau hati menghendaki lain.
Pemandangan air terjun yang terlihat diatas perbukitan itu, sejak tadi sudah menggoda mata. Maka akhirnya kamiun berhenti saja di sebuah jembatan yang aliran sungainya juga cukup deras dan bersih. Dikejauhan terlihat beberapa air terjun, didepan dan dibelakang kami. Disini kalau kubilang sih daerah seribu curug, karena saking banyaknya curug menghiasi lembah dan perkampungan penduduk. Kemana saja kamu menghadap, niscaya disana akan ada curug. Kurang lebih seperti itulah.
Pemandangan air terjun yang terlihat diatas perbukitan itu, sejak tadi sudah menggoda mata. Maka akhirnya kamiun berhenti saja di sebuah jembatan yang aliran sungainya juga cukup deras dan bersih. Dikejauhan terlihat beberapa air terjun, didepan dan dibelakang kami. Disini kalau kubilang sih daerah seribu curug, karena saking banyaknya curug menghiasi lembah dan perkampungan penduduk. Kemana saja kamu menghadap, niscaya disana akan ada curug. Kurang lebih seperti itulah.
Jalananpun
terus kami lanjut, melewati sawah dan hutan, melewati sungai dan kampung,
melewati sisi-sisi bukit dan lembah.
Ajibnya sekali, ternyata jalanan disini kembali membaik dengan aspal hitam yang mulus.
Bahkan landscape dan kontur jalannya itu sangat asyik buat menikung.
Kalau saja Rossi versus Marquez balapan disini....!, kalau saja ini jadi sirkuit motogp...mungkin asyik buat penontonnya akan ada saling salip yang bagus. Selalu saja kalau menemui jalanan seperti ini, ingatannya itu adalah race dan motogp. Asyik dan menyenangkan.
Ajibnya sekali, ternyata jalanan disini kembali membaik dengan aspal hitam yang mulus.
Bahkan landscape dan kontur jalannya itu sangat asyik buat menikung.
Kalau saja Rossi versus Marquez balapan disini....!, kalau saja ini jadi sirkuit motogp...mungkin asyik buat penontonnya akan ada saling salip yang bagus. Selalu saja kalau menemui jalanan seperti ini, ingatannya itu adalah race dan motogp. Asyik dan menyenangkan.
Kalau saja
pemerintah menjadikan jalur ini untuk balap sepeda..tour de jabar
selatan...mungkin itu akan membuat terpuaskannya para peserta balap dan ini
akan menjadi terkenal di mancanegara.
Kalau kami bilang sih sekali lagi ini sepertinya kami baru saja berada di luar negeri.
Mungin kah ini Australia, ataukah Kanada...?..seperti itulah mungkin perasan secara pribadi sih. Tapi tak mungkin lah, sebab Indonesia kan negara maritim...negeri kepulauan yang kalau keluar batas negeri sudah pasti harus lewat kelaut dulu.
#Ah untunglah ini mungkin masih Indonesia, sebab kalau sudah sampai ke luar negeri kami khawatir nanti kami ditangkap petugas imigrasi. diintrogasi dan lalu di suruh balik lagi.
Kalau kami bilang sih sekali lagi ini sepertinya kami baru saja berada di luar negeri.
Mungin kah ini Australia, ataukah Kanada...?..seperti itulah mungkin perasan secara pribadi sih. Tapi tak mungkin lah, sebab Indonesia kan negara maritim...negeri kepulauan yang kalau keluar batas negeri sudah pasti harus lewat kelaut dulu.
#Ah untunglah ini mungkin masih Indonesia, sebab kalau sudah sampai ke luar negeri kami khawatir nanti kami ditangkap petugas imigrasi. diintrogasi dan lalu di suruh balik lagi.
Jam limaan sudah tapi Cidaun masih jauh kiranya.
Tetapi kalau
menurut feeling sih ini tak bakal jauh lagi, sudah beda aura dan udaranya.
Lebih kering dan lebih beda aja terasa kalau kita sudah tak jauh lagi dari
pantai atau lautan.
Tapi jalanan memang masih berbukit, hanya saja ini bukan lagi pegunungan, ini hanya perbukitan yang landai dan seperti ada di beberapa tempat di Sumatra mungkin. Yah tak sama tapi agak mirip sedikit. Berkelok naik sedikit dan turun sedikit, lurus lagi dan lurus terus berkelok lagi ke kiri.
Yah selintas aku bisa melihat ada hamparan laut di balik bukit ini, tadi aku melihatnya kok sedikit. Laut-laut...!,kataku pada temanku, kita sudah dekat..!.
tak jauh lagi ...!.tadi benar sudah terlihat ada hamparan laut biru yang ada di balik bukit sebelah kiri kami ini.
Tapi jalanan memang masih berbukit, hanya saja ini bukan lagi pegunungan, ini hanya perbukitan yang landai dan seperti ada di beberapa tempat di Sumatra mungkin. Yah tak sama tapi agak mirip sedikit. Berkelok naik sedikit dan turun sedikit, lurus lagi dan lurus terus berkelok lagi ke kiri.
Yah selintas aku bisa melihat ada hamparan laut di balik bukit ini, tadi aku melihatnya kok sedikit. Laut-laut...!,kataku pada temanku, kita sudah dekat..!.
tak jauh lagi ...!.tadi benar sudah terlihat ada hamparan laut biru yang ada di balik bukit sebelah kiri kami ini.
Ya dan benar
saja selepas belokan kiri ini lautan kembali bisa terlihat dibalik pepohonan
dan kebun-kebun warga.
Itu menjadi konfirmasi bahwa kami sudah menuju jalan yang benar.
Motor kamipun entah kenapa menjadi semakin bersemangat dan terasa melaju lebih kencang.
Tapi walau begitu kok gak sampai-sampai rasanya.
Kami sudah tak sabar agar segera melihat lautan dan itu artinya kami sudah sampai atau mendekati sampai kepada tujuan.
Itu menjadi konfirmasi bahwa kami sudah menuju jalan yang benar.
Motor kamipun entah kenapa menjadi semakin bersemangat dan terasa melaju lebih kencang.
Tapi walau begitu kok gak sampai-sampai rasanya.
Kami sudah tak sabar agar segera melihat lautan dan itu artinya kami sudah sampai atau mendekati sampai kepada tujuan.
Jam lima 20
an, akhirnya kami tiba di jalan utama kecamatan cidaun.
Tepatnya disebuah jembatan cat kuning.
Kamipun berhenti dulu lah untuk melihat sungai yang cukup lebar ini dan dibawah sana ada banyak orang memandikan mobil, truk dan juga motor.
Di sebelah kanan jembatan sana adalah ke muara dan laut lepas.
Mentari sudah mulai menguning disana.
Sejenak saja kami memandangi itu semua, sudah cukup membuat kami terasa beda lagi.
Beda rasanya, tambah lagi pengalaman, tambah lagi kesan-kesan di dalam sanubari kami. dan yah...yang pasti......tambah semangat.
Kamipun lanjut lagi ke arah timur, menuju pantai Jayanti.
Tepatnya disebuah jembatan cat kuning.
Kamipun berhenti dulu lah untuk melihat sungai yang cukup lebar ini dan dibawah sana ada banyak orang memandikan mobil, truk dan juga motor.
Di sebelah kanan jembatan sana adalah ke muara dan laut lepas.
Mentari sudah mulai menguning disana.
Sejenak saja kami memandangi itu semua, sudah cukup membuat kami terasa beda lagi.
Beda rasanya, tambah lagi pengalaman, tambah lagi kesan-kesan di dalam sanubari kami. dan yah...yang pasti......tambah semangat.
Kamipun
lanjut lagi ke arah timur, menuju pantai Jayanti.
Katanya sih tak sampai lima belas menitan juga akan sampai disana.
Pemandangan disini sudah berbeda, sudah menjadi daerah pantai.
Debur ombak mungkin terdengar dikejauhan, itu gak terlalu jelas. Sampai akhirnya kamipun tiba dipetunjuk arah menuju pantai Jayanti.
Kamipun belok ke kanan, kebetulan ada banyak pengunjung lain juga menuju sana. Kamipun mengikuti arah petunjuk saja.
Temanku yang dibelakang bilang oh ini sih yang dulu bareng orang kantor, pernah sekali atau dua kali kesini.
Katanya sih tak sampai lima belas menitan juga akan sampai disana.
Pemandangan disini sudah berbeda, sudah menjadi daerah pantai.
Debur ombak mungkin terdengar dikejauhan, itu gak terlalu jelas. Sampai akhirnya kamipun tiba dipetunjuk arah menuju pantai Jayanti.
Kamipun belok ke kanan, kebetulan ada banyak pengunjung lain juga menuju sana. Kamipun mengikuti arah petunjuk saja.
Temanku yang dibelakang bilang oh ini sih yang dulu bareng orang kantor, pernah sekali atau dua kali kesini.
ya...ini memang pantai Jayanti...
Memang ini
dia adalah pantai Jayanti-Cidaun. Pertama setelah melewati gate kawasan pantai,
kami di sambut oleh dermaga perahu di sebelah kiri, ada banyak perahu tertambat
dibawah sana. Kamipun lanjut saja dan menuju meliwati pasar ikan entah
kesebelah barat mungkin. Dan lalu belok lagi kekiri menuju tempat parkiran
motor yang sudah cukup padat disana.
Pantainya
sih biasa saja, pasirnya juga cukup bagus lah dan sebenarnya cukup bersih.
Hanya saja kalihatannya tempat ini tidak diurus dengan benar. Masih banyak
sampah berserakan dan juga kayu-kayu dan bambu di tengah pantai cukup merusak
dan menusuk penglihatan. Ada batok kelapa juga dibiarkan dimana-mana. Dan ini
pagar juga hanya berupa tali rumbia atau tali plastik. Tetapi secara matahari
terbenam yang tepat tak lama lagi, ini sungguh menjadi pemandangan yang sangat
eksotis. Sungguh kami beruntung dengan tepat waktunya kami dapat mengunjungi
ini pantai.
Sun set yang
pertama buat kami, atau buat saya pribadi. Ini adalah anugrah yang sungguh
indah. Oh pemandangan ini kah rupanya yang banyak dicari orang itu. Ternyata
memang bagaikan sapuan cat dalam kuas atau kanpas,
bahkan lebih dari itu. Kuning keemasan memancar kesegala penjuru lautan nun
jauh diupuk sana. Jayanti mempesona.
.............
Hari
menjelang maghrib, kamipun bersiap untuk pergi lagi. Setelah kami sepakati
bahwa kami akan bermalam di pantai Rancabuaya. Karena disana pemondokan dan
bahkan motel sudah cukup banyak tersedia. Disinipun sebenarnya ada banyak
penginapan tetapi kelihatannya dipantai ini kurang menggigit jika dibanding di
Rancabuaya.
Tanpa banyak
ba bi bu....kamipun tancap lagi gasnya menuju Rancabuaya sekaligus meninggalkan
Jayanti. Tetapi tetap saja memori Jayanti itu tak pernah lepas dalam sanubari.
Entah berapa
menit sudah perjalanan ini, mungkin 10 menit, mungkin 20 menit, tak sempat aku
memastikan jam berapakah ini gerangan. Karena yang ada dalam pikiran hanyalah segera
dan segera sampai ke tujuan.
Akhirnya
tibalah juga kami di persimpangan menuju Pantai Rancabuaya. Jam sekira 18.30
an, atau lebih. Dan disini kami berhenti dahulu untuk membeli beberapa
keperluan mendasar seperti sabun dan sikat gigi, juga bahkan gembok tambahan
untuk menjaga keamanan kendaraan di pemondokan sana. Selain itu juga makanan
ringan semacam sukro atau minuman ringan semacam air mineral dan juga lainnya.
Tak lupa pula kami bawa alat permainan untuk sekedar mengisi waktu dikala hari
menjelang malam lagi. Yah...teman kami memang keranjingan main remi. Tapi tak
apa karena aku juga tak kalah lah dibanding mereka...kita lihat saja nanti.
Setelah kami
bayar tiket wisata Rancabuaya yang Rp. 5000 per jiwa ini, kamipun melenggang
perlahan menyusuri jalan menuju suara-suara deru ombak yang semakin mendekat
didepan sana. Dan kamipun sampailah di jalanan pantai Rancabuaya.
Sebagaimana
biasa tak lah mudah mencari pondokan dengan cara mendadak seperti ini, tapi
untunglah saat ini pengunjung Rancabuaya sedang tidak terlalu ramai jika
dibanding dahulu, empat tahun yang lalu. Karena ini bukan malam tahun baru,
masih seminggu lagi untuk tahun baru. Tetap saja kalau kita yang baru datang
dan harus mencari-cari tentu tak bisa langsung ketemu. Ada yang sudah penuh,
ada yang diluar budget dll.
Sampai
akhirnya kami bertemu si bapak yang menyodorkan nama pondokan Sudong villa.
Kamipun sepakat dengan harganya dan akhirnya kami bisa beristirahat disana. Ya
harganya dua setengah. Cukuplah untuk kami. Ini villa memang ada kolam
renangnya, tapi kayaknya itu lebih seperti kolam untuk hiu. Jadi kami hanya
menikmatinya saja dari jendela dan dari emperan penginapan. Tak ada satu pun
yang renang disana, airnya sudah seperti bekas lumba-lumba atau hiu. Dan cukup
lumayan dalam. Tak apalah kami disini sangat leluasa karena disamping kamar
kami di luarnya ada emperan yang cukup nyaman dan lapang, sehingga ini bagus
buat kami bersantai dahulu.
Tetapi nanti
dulu, kami mesti harus mandi dan juga sholat untuk kemudian pergi keluar dan cari
makanan. Perut juga perlu di isi apalagi setelah perjalanan dengan panas,
dingin dan angin. Tentu isi perut kami selama perjalanan tadi terus bekerja
menggiling dan memproses sisa-sisa makanan dari warung di balegede di sore tadi
itu. Sehingga sesampainya disini ia menghendaki ada suply lagi.
Gelaspun
datang, dan juga seteko air teh hangat. Itu semua hanya membuat kami semakin
tak sabar saja. Jadi “kumaha atuh bro”..!.kataku
sepontan....,
Bro....kataku
lalu aku terkekeh ketawa dan juga semua teman pun ketawa...dan bahkan si tetehpun
tersenyum-senyum gak nahan untuk tak ketawa...kami semua ketawa...
Aku salah
dan spontan memanggil bro kepada siteteh yang ada datang disebelah sampingku
dari belakang warung. Kami sedang asik berbicara dan ngobrol sampai aku lupa
dengan pilihan kata dan kukira aku sedang berkata kepada teman, kepadanya aku
membuat semua jadi tertawa...
Malampun
menjadi semakin cemerlang. Pecah suasana dan ya...kami memang punya teman yang
kocak dan itu membuat suasana menjadi selalu ceria. Apapun bagaimanapun, selalu saja ada ketawa
dan canda. Aku kira jika tanpa dia suasana akan sepi. Beruntunglah Indonesia
punya dia...he he he...!
Bukan, bukan
Sule. Bukan, bukan Tukul Arwana simelekete. Ini hanyalah kami dan teman kami.
Akhirnya
semua masakan dan hidangan sudah siap semuanya. Berjejer diatas meja dengan
sambal dan sambal kecap. Wah ini benar-benar hidangan istimewa. Kami bagaikan
raja dan patih beserta prajurit kepercayaan yang habis pulang dari medan
pertempuran.
Perutpun
akhirnya kenyang “kamerekaan”... “bungkang ngabebengkang” diatas bangku.
Waduh perut ini dipenuhi oleh remeh dan kawan-kawannya, juga sambel dan cumi
ada disana. Air teh hangat menjadi pelengkap semua itu...nikmat sekali.
Kalau kami
ceritakan secara rinci dari suap pertama nanti malah membuat ngiler seluruh
negeri....kau bisa bayangkan bagaimana ketika petai itu “nyakrek” di dalam gigi, krek krek...lalu sesuap lalaban dan sambel
mengikutinya...ditambah lagi dengan nasi dan bakar ikan laut yang gurih..wuih
itu adalah saat-saat yang istimewa dan tak terlupakan. “Sehah lada” karena pedas, itu mah menjadi pelecut semangat semakin
lahap dan semakin didepan.
Untungnya
kami tidak sampai ricuh berebut petai atau potongan ikan..kami masih cukup
damai dan tertib. Tetapi sejatinya adalah siapa dapat dia yang dapat. Itu
jelas...masa kita mau disuapin orang...ya ambil saja apa yang kamu bisa...tapi
selalu jaga kesopanan sesama teman dilarang saling sikut, dilarang saling
berebut. Ah inimah terlalu didarmatisir.
Ya emang supaya ceritanya jadi membuat pemirsa tambah penasaran...membaca
sampai tuntas. He he he...!
Sudah
kenyang, kami tentu tak begitu saja pergi karena sebagaimana kucing habis
makan, atau singa habis makan, atau bahkan ular, kambing dan kerbau. Semuanya
tentu akan memberi waktu supaya perut dapat bekerja dengan tenang dulu. Nanti
kalau langsung dibawa jalan-jalan perutnya jadi “kalikibeun”, ada gas yang terperangkap dilambung menjadi kembung
dan makanan didalam sana bisa keluar lagi.
Gitu bro...!
Malampun
semakin menjadi, maka kamipun kembali kepada pantai yang tadi. Ada banyak
kehidupan malam di antara bebatuan karang. Kalau kita sorot dengan senter atau
lampu bisa kita temukan berbagai ikan kecil yang warna warni diceruk-ceruk
pantai dari batu karang ini. Ikan-ikan hias yang bagus sekali. Ada banyak dan
kau bisa carilah sepanjang pantai ini, kalau kau mau.
Tentu saja
karena itu adalah menarik bagi wisatawan atau pendatang seperti kami. Tapi
tetap, jika itu tak kau perlukan, tetap jaga kelestarian alam, biarkan mereka
hidup dialamnya agar kita bisa selalu menikmatinya kapan saja kembali kesini.
Berlaku baik dan santun walaupun itu kepada ikan, kepada karang, dan juga
kepada lautan. Ataupun juga kepada rumput yang bergoyang... Ebiet G. Ade
itumah...!.
Malam
semakin larut, tak baik terlalu lama diluar sana. Angin nya semakin kencang,
dan deburan ombak semakin terdengar kencang seiring suasana pantai yang semakin
sepi. Kami bukan yang pertama tetapi kami juga bukan yang terakhir. Maka
kamipun pergi meninggalkan sisi pantai ini untuk istirahat di pondokan.
Sudong
Villa,
Nama itu
entah dari bahasa mana, entah Tiongkok entah Taiwan, atau mungkin Korea.
Tulisannya
juga ada tulisan kanji nya...atau tulisan semacam itu. Sama sekali tak terbaca,
itu seperti coret-coret saja. Tulisan asing yang tak bisa kami membacanya.
Tetapi tentu itu adalah Sudong Villa juga.
Istirahatlah
malam ini, atau besok akan menjadi kantuk sepanjang hari. Namun kartu remi yang
sudah siap dari siang tadi, tentu saja teman-teman mengajak kami bermain kartu
untuk sekedar bersenang-senang. Kalau diukur agama tentu saja itu menghabiskan
waktu secara sia-sia. Baiklah, tapi sesekali kami bercanda tentu bukanlah
sesuatu yang mutlak tidak boleh. Dan kami juga tentu masih ingin sedikit
hiburan, semoga saja ini tidak sampai berlebih-lebihan.
Aku pun
menang pada putaran pertama, putaran kedua juga gak kalah lah....tapi aku lupa
selanjutnya coba tanyakan ke teman-teman, kukira aku banyak menang dan sedikit
kalahnya. Yang sebelah saya justru kayaknya lebih sering menderita
kalah....!.., apalagi si Bono, kayaknya dia sok pinter. Ah yang kasihan sih
teman kami yang satunya lagi, sering kali masih kalah langkah....gak pernah
faham permainan ini. Tapi kalau dia menang sungguh bisa luar biasa...!. si Koko
juga masih lah satu level dibawah ku....he he he....!,
Selebihnya
biar kalian saja yang menilai....itu gak penting.
Karena malam
semakin larut, maka kami pun akhirnya tidurlah dengan sisa-sisa dari panjangnya
hari ini.
.......................................
................................................
Pagi
menjelang, akupun terbangun dan sholat subuh dahulu, kemudian nongkrong dengan
seberapa besar sisa kantuk yang masih ada. Kalau harus mandi, ntar dulu
lah....sebaiknya kita nikmati dulu udara segar dipagi ini, sekaligus
mengumpulkan energi yang baru untuk hari ini. Harusnya sih pagi ini olahraga
atau menggerakkan tubuh supaya persendian tubuh menjadi tidak kaku.
Lalu semua
kamipun sudah terbangun dan kemudian mandi dan bersiap untuk mencari sesuap
nasi.
Untuk itu
kamipun pergilah kembali ke pantai, menyusuri sisi sepanjang pantai. Akhirnya
kami keasikan dengan pantai dan air laut.
Kebetulan pagi ini ada nelayan yang mendarat membawa hasil tangkapan tadi malam. Ada cukup beberapa udang dan ikan-ikan kecil.
Disini memang hasil tangkapan ikannya kelihatannya sedang tidak baik. Tak terlalu banyak hasil yang mereka dapat. Tapi tetap sajalah kita harus bersyukur, “la wong” itu juga kita gak pernah menebar bibit kok di lautan ini...?, tiba-tiba kita hanya bisa mancing dan menjaring.
Sudah bersyukur banget semua itu bisa menghidupi kita semua. Walau untuk menjadi kaya sih, tak semua nelayan bisa kaya sebagaimana tak semua pengusaha bisa kaya atau tak semua petani bisa menjadi kaya. Soal kaya atau miskin sungguh kita tak berdaya menentukan nasib kita secara pasti. Kita hanya bisa berusaha sekuat tenaga, soal hasilnya sungguh tak ada yang bisa memastikan hari esok akan seperti apa.
Kebetulan pagi ini ada nelayan yang mendarat membawa hasil tangkapan tadi malam. Ada cukup beberapa udang dan ikan-ikan kecil.
Disini memang hasil tangkapan ikannya kelihatannya sedang tidak baik. Tak terlalu banyak hasil yang mereka dapat. Tapi tetap sajalah kita harus bersyukur, “la wong” itu juga kita gak pernah menebar bibit kok di lautan ini...?, tiba-tiba kita hanya bisa mancing dan menjaring.
Sudah bersyukur banget semua itu bisa menghidupi kita semua. Walau untuk menjadi kaya sih, tak semua nelayan bisa kaya sebagaimana tak semua pengusaha bisa kaya atau tak semua petani bisa menjadi kaya. Soal kaya atau miskin sungguh kita tak berdaya menentukan nasib kita secara pasti. Kita hanya bisa berusaha sekuat tenaga, soal hasilnya sungguh tak ada yang bisa memastikan hari esok akan seperti apa.
Kami masih
akan melanjutkan kepada pantai berikutnya, kami ingin tahu Pantai Gua Lalay dan
juga Pantai Santolo.
Keluarlah
kami dari Rancabuaya ini dengan kesan mendalam tentang si brow...
Jalan yang
kami tempuh ini bukanlah jalan yang semalam kami susuri, jalan keluar dari
kawasan wisata Rancabuaya ini adalah jalur alternatif. Hanya saja jalanan ini
belum mendapat sentuhan aspal sama sekali. Masih berupa jalan batu berkerikil,
tapi masih cukup mudah untuk dilalui kendaraan.
Dan kenapa kami ambil jalur ini, itu karena kami ingin “explore” Rancabuaya disisi lainnya. Sehingga wawasan kami tidak semata tertumpu dari satu jalan, melainkan ada jalan lainnya tentu dengan kemungkinan ada panorama atau pemandangan lainnya. Dan itu benar, dengan melalui jalur ini kita bisa mendapati pemandangan laut Rancabuaya dari atas bukit, sehingga pemandangan menjadi lebih jauh ke tengah laut sana. Selain itu di sepanjang jalur ini kita bisa melihat banyak sapi yang bebas merumput di hamparan rerumputan yang tak ada pepohonannya ini. Itu seperti dalam film cowboy atau seperti peternakan di Australia dan Selandia Baru dalam versi Rancabuaya tentunya.
Kalau dalam penerawangan penulis sih, ini lokasi sangat cocok untuk dibuat sirkuit MotoGP. Kontur tanah dan landscape nya itu tak ubah seperti konturnya sirkuit Philips Islands. Sama-sama ada diketinggian dan ada dipinggir pantai dengan lautan luas membentang. Kiranya kalau disini dibangun sebuah sirkuit, mungkin saja enak buat menikung ditikungan terakhir.
Ah itu kan
hanya persepsi pribadi saja. Hanya hayalan semata. Tapi mungkin saja sekian
tahun kedepan itu bisa menjadi nyata. Apalagi daerah Rancabuaya ini termasuk
daerah yang untuk salah satu kawasan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat bagian
Selatan selain Pangandaran dan Pelabuhan Ratu. Jadi semua itu tak ada yang
mustahil. Itu setidaknya menurutku sebagai yang lagi gandrung dengan MotoGP
ya..?.
Tak terasa
kami sudah berada diluar kawasan wisata pantai Rancabuaya, menuju jalan Raya
Lintas Selatan Jabar. Kamipun belok ke kanan, ke arah Pameungpeuk.
Tak jauh
sejak kami keluar dari Rancabuaya, ada sebuah plang dari papan yang tertulis
disana Pantai Gua Lalay. Inilah tujuan kami berikutnya. Kamipun masuklah dengan
karcis yang juga murah meriah, hanya 3000 rupiah saja.
Pemandangan
disini hampir sama seperti di jalur pulang dari pantai Rancabuaya tadi, tempat
ini berada diketinggian dan laut ada dibawah sana.
Ada
bale-bale untuk pengunjung berteduh, ada juga spot-spot untuk berpoto dll.
Kelihatannya ditempat ini juga ada bekas orang berkemah semalam. Ada juga bekas
bakar-bakar. Ya mungkin ada beberapa pengunjung yang semalam berkemah ditempat
ini.
Satu hal yang
menjadikan tempat ini menarik adalah pemandangannya yang luas membentang
langsung kebibir pantai dan lautan yang luas di Samudra Hindia ini. dan deru
ombak yang menghantam karang di bawah sana, serta juga terdapat Gua vertikal
dan horizontal yang tembus ke dasar pantai. Dibawah Gua ini atau didalamnya itu
terdapat ribuan atau jutaan kelelawar yang baunya menyengat sampai di mulut Gua
ini. tapi harus hati-hati jangan terlalu mendekat ke lubang Gua sebab berbahaya
jangan sampai tergelincir ke bawah sana. Tetapi pihak pengelola memang sudah
memagari sebagian besarnya, walau ada juga yang terbuka sehingga banyak
pengunjung yang bisa dekat-dekat melihat isi Gua ini.
Ya, memang
ombak lautan sampai juga kedalam Gua ini, itu menandakan bahwa Gua ini tembus
kelautan dibawah sana.
Dalam satu
sisi pagar-pagar yang ada disekeliling kawasan ini itu adalah bagus buat
keamanan dan keselamatan pengunjung, namun disisi lain hal itu menjadikannya
menjadi kurang keindahannya. Mungkin itu tak terlepas dari jenis pagar yang digunakan,
kalau pagarnya dibuat dengan lebih artistik mungkin hasilnya akan lebih
menawan. Tapi untuk sementara ini, itu cukuplah demi untuk keselamatan para
pengunjung semuanya.
Tak lama
kami berada di pantai ini, mungkin kurang dari satu jam. Lalu kami pun
melanjutkan menuju Pameungpeuk untuk ke Pantai Santolo. Diantara kami semua tak
satupun yang mengaku pernah mengunjungi Santolo, tak satupun. Kami hanya
mengetahui nama Santolo dari media Internet saja.
Tetapi jalur
jalan menuju Santolo ini bukanlah yang pertama bagi penulis, itu karena di awal
tahun 2012 lalu penulis pernah ke Rancabuaya via Pangalengan dan pulang melalui
jalur Pameungpeuk ini, hanya saja waktu itu belum sempat ke berbagai lokasi
lainnya selain Rancabuaya tadi.
Dan pemandangan laut itu bukan soal lima menit atau sepuluh menit, ini adalah sudah satu jam kami menyusuri jalanan dengan pemandangan lautan di mana saja kamu berada.
Ini hari
adalah hari Jum’at, dan sekarang sudah menunjukkan jam sebelasan. Maka
penulispun bersiaplah untuk sholat Jum’at terlebih dahulu. Pameungpeuk 25
Desember 2015.
Habis jum’atan di sebuah Mesjid yang besar, maka kamipun bersiap untuk makan dan kembali menuju ke Santolo.
Kamipun
melajulah lagi, kembali ke arah sebelumnya, karena tadi kami harus ke Pameungpeuk
dahulu untuk Sholat Jum’at dan juga untuk istirahat dulu.
Dan kami pun
masuk lah kepada kawasan wisata yang disana ditulis pantai Sayang Heulang. Dan
.....
Jacuzzi Of Sayang Heulang
Ketika kami
masuk kami langsung disuguhkan oleh pemandangan lautan lepas, ada dua jalan.
Belok kiri atau belok kanan. Setelah berunding akhirnya kami pilih ke kiri.
Terus saja mengikuti jalan yang ada sampai akhirnya mentok dalam halaman
penginapan-penginapan atau hotel. Kamipun memilih spot tak jauh dari sini. Ada
rerimbunan pohon perdu khas pantai, yang daunnya seperti daun pandan agak besar
sedikit. Namanya belum kami ketahui.
Disana ada
bangku yang cukup teduh untuk kami menyimpan motor dan juga bawaan kami.
Maka kamipun
melihat-lihat situasi disana, pemandangan pantai dan pasirnya serta air dan
ombaknya. Hari sangat terik, membuat kami ogah-ogahan untuk bermain air.
Bahkan satu
teman kami kembali tersungkur dalam bangku, melanjutkan sisa kantuknya yang
tadi tertunda. Ya sudah akupun akhirnya ambil inisiatif lain. Ya, pengen
bermain air.
Sebenarnya
hari di atas air sudah mulai terasa adem, terasa beda jika dibanding berada
diatas pasir. Ya mungkin itu karena faktor air, yang tentu sedikit banyak
menyerap sisa dingin tadi malam.
Aku pun
semakin semangat untuk terus ketengah. Untunglah pantai disini ombaknya memang
ada jauh ditengah, karena disisi pantainya berupa hamparan karang yang sangat
luas memanjang sepanjang pantai sayang heulang ini, tak tau kalau pantai
sebelah kanan sana mungkin berbeda.
Kalau sudah
datang ke pantai dari Bandung tanpa bermain air rasanya ada sesuatu yang
tertinggal. Maka akupun pergilah sendiri menyusuri pantai ini, air laut taklah
terlalu tinggi hanya sebetis atau dibawah lutut.
Setelah jauh
menyusurinya adalah beberapa kolam yang tenggelam di beberapa bagian pantai
ini, dalamnya sekira sepaha atau sepinggul. Dasarnya terlihat putih dengan
pasir dan airnya sangat jernih sekali. Serta disekelilingnya adalah hamparan
karang tadi yang ditumbuhi lumut atau ganggang laut, terlihat hijau
dimana-mana. Tentu saja banyak juga ikan-ikan kecil yang hidup disana.
Ternyata
badan begitu terasa adem dan semakin basah semakin menyenangkan. Akhirnya
akupun menceburkan semuanya dan berendam sepenuhnya. Enak sekali rasanya, lelah
itu sudah terbayar lunas disini.
Temanku yang
lain masih saja ada jauh didaratan sana. Hanya aku sendiri yang sudah bermain
air. Ini jarak dari daratan kurang lebih 75 atau 90 meteran. Jadi kelihatan
cukup jauh dari pantai.
Namun lama-kelamaan mereka mulai penasaran juga dengan apa yang aku lakukan, temanku satu persatu mulai mendekat kepada tempatku ini. Yang pertama adalah koko dia juga mulai tertarik dengan apa yang aku temukan ini. Tak lama kemudian menyusul bapak Diyar kesini. Maka kamipun mulai berendam semuanya disini. Semua tampak puas dan senangnya. Kamipun membuat fotonya disini. Ini adalah Jakusinya Sayang Heulang. Mantaap....!
Sekian dulu
laporan pandangan mata dari kami, sampai jumpa.
Wassalamu'alaikum....
daah....!
daah....!
Baca juga :
0 Komentar