Bahaya Dunia Medsos Bicara Tanpa Ilmu


Bismillahirrahmaanirrahiim
Bahaya Dunia Medsos
Bicara Tanpa Ilmu

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, Allahumma Sholli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin, wa ‘alaa aalihii wasahbihii ajma’iin, aamiin.
Amaa ba’du....


Biang dari hiruk pikuk di dunia medsos belakangan ini adalah akibat dari orang tak berilmu terlalu banyak berbicara/menulis dan terlalu suka menyanggah orang-orang pintar (berilmu agama khususnya). Sehingga akibatnya yang bersebaran di dunia medsos itu bukan lagi ilmu dan kebenaran, tetapi sebaliknya, banyak kabar burung, kebohongan dan kesalahan.

Oleh karena itu, seperti sabda Nabi Muhammad SAW. “Qul Khairan au liyasmut”.....berkatalah yang baik atau diamlah...!

Kalau tak bisa berkata baik dan benar berdasar kan ilmu yang jelas, maka sebaiknya kita diam saja. Kebanyakan berbicara adalah tidak baik. Cukup disebut berdusta jika seseorang terlalu banyak berbicara. Orang yang banyak berbicara pastilah dia akhirnya akan berbohong.

Jika kita bukan ahli agama, janganlah kita seakan segala tahu tentang agama melebihi para santri, para ulama, para kyai.

Jadi ulama itu bukan perkara enteng. Mereka belajar dengan perjuangan, perih, sedih, prihatin dll selama bertahun-tahun, berpuluh tahun bergelut dengan ilmu dan kitab-kitab. Sementara kita, baca kitab kuning saja gak bisa, bagaimana bisa kita melawan mereka yang sudah mengkhatamkan ribuan kitab kuning....?.

Kenapa harus kitab kuning ukurannya...?. sebab beda ilmu yang didapat dari sumber autentik (kitab kuning) dengan ilmu yang didapat dari buku terjemahan. Ada kata, kalimat dan bahasa yang gak sempurna untuk di terjemahkan dalam bahasa lain, ada kurang lebihnya. Karena beda rasa, beda karsa, beda kandungan, beda asal-usul kata (uslub, shorof), beda susunan bahasa (tata bahasa/gramatikal/nahwu), beda juga kekayaan arti yang dikandungnya (ma’aani dan balaghah). Maaf bila kurang tepat pembagiannya. Tolong dikoreksi.

Apalagi bahasa Al-Qur’an yang menurut Prof. KH. Quraisy Shihab disebutnya seperti mutiara yang mengandung kilauan makna yang kaya tergantung dari sisi mana dia melihatnya dan tergantung pengetahuan/pengalaman beragama/hikmah yang dikuasai para pembacanya.

Jadi bahasa Al-Qur’an itu multi tafsir dikalangan para ulama. Tapi bukan multitafsir dikalangan orang awam.
Kembali ke AL-Qur’an juga harus diartikan kembali ke AL-Qur’an menurut pemahaman para ulama, bukan menurut pemahaman kita yang basis pemahamannya sangat-sangat the beginer, sangat-sangat elementary. Itu haru berdasar pemahaman para ahli yang benar-benar advance dengan segala ilmu alat, ilmu-ilmu yang banyak yang luas yang mendalam untuk menopangnya. Bukan juga berdasar ilmunya para wahabi yang sudah dipastikan sesat oleh Nabi Muhammad SAW sendiri.

Bahkan mengartikan Al-Qur’an menurut akal kaum awam adalah terlarang. Kalau benar, dosanya satu kali, kalau salah dosanya dua kali. Memahami Al-Qur’an haruslah berdasar ilmunya para ulama melalui tafsirnya, kitab-kitabnya, dakwahnya dll.

Oleh karena itu, kita sebagai orang awam harus tahu diri, harus pandai-pandai menahan diri. Stop menjadi orang yang sok tahu. Biarkan para ulama yang berbicara, dan kita hanya bisa mendengarkannya, mengikutinya (sami’na waata’naa), belajar darinya dan kalau mau menyebarluaskannya. Sebatas itu.

Pastikan setiap apa yang kita sampaikan adalah sesuai dengan pandangan para ulama. Jangan sampai kita membuat pemahaman yang menyelisihi para jumhur ulama. Sebab jika pemahaman kita berbeda dengan jumhur ulama, sudah dapat dipasti kan kita lah yang salah.

Umat Nabi Muhammad SAW itu juga punya klasifikasinya antara lain sbb:
1.       Para Khulafaur rasidin
2.       Para Sahabat yang mulia
3.       Para Tabi’in
4.       Para Tabiut tabi’in
5.       Para Ulama Madzhab
6.       Para Ulama Hadist pengikut Madzhab
7.       Para Ulama pengumpul ilmu, penulis kitab
8.       Para Ulama generasi selanjutnya sampai hari ini
9.       Para Ustadz kaki tangan ulama kyai
10.   Para santri murid para kyai dan asatidznya yang menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
11.   Masyarakat Umum yang suka mengaji ke Kyai/Ulama yang mu’tabarah
12.   Masyarakat Umum yang mengaji bukan ke Kyai/Ulama Mu’tabarah
13.   Masyarakat Umum yang menggali sendiri dari buku-buku terjemahan
14.   Masyarakat Umum yang belajar dari Guru/Ustadz yang gak jelas keilmuannya
15.   Masyarakat Umum yang beajar dari Ustadz Wahabi dkk.
16.   Masyarakat Umum yang jarang mengikuti pengajian.
17.   dll
Nah, posisi kita ada dimana...?. Tentu, sudah barang tentu itu kan berbeda-beda hasilnya, berbeda-beda kualitas pemahamannya. Dan tentu berbeda pula derajatnya.

Oleh karena itu, coba kita selidiki jangan-jangan kita belajar dari guru yang salah. Jangan-jangan kita menjadi bagian dari mereka yang bukan Ahlusunnah Waljama’ah.

Jika kita amati susunan klasifikasi umat Nabi Muhammad SAW tersebut diatas (sebagai ilustrasi penulis saja), tentu memungkinkan kita menjadi berbeda-beda pemahamannya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa umat Islam ini akan terbagi kedalam 73 Golongan. Dan yang selamat hanya satu golongan yaitu kaum Ahlu sunnah Waljama’ah. Ngeri bukan...?.

Dalam hadist lain Nabi SAW juga memaparkan tentang bahayanya kaum Wahabi, mereka menjadi sumber fitnah bagi umat Islam. Mereka telah mengacaukan pemahaman terhadap agama Islam, mereka sama sepertimu pandai membaca Al-Quran tetapi bacaannya tak sampai di tenggorokan (alias hampa tak merasuk ke dalam dada/hati), mereka keluar agama seperti anak panah yang keluar dari busurnya.

Dalam hadist lainnya kurang lebih Nabi juga bersabda “Jika kalian ingin selamat, Ikutilah para ulama Jumhur, karena umatku tak akan berkongsi dalam kesesatan”. Jumhur ulama itulah yang diakui Nabi sebagai penerusnya, sebagai umat (ulama)yang dipercayainya untuk diikuti seluruh umat (kaum awam) yang lahir jauh di akhir zaman seperti saat ini.

Demikianlah inti pembicaraan kita kali ini, semoga bermanfaat.
Jika ada salah semoga Allah SWT mengampuniku, Jika benar semoga itu berguna buat kita semua. Aamiin.

Wallahu a’laam bishowaab.
Bandung, 19 Januari 2019

Posting Komentar

0 Komentar