MEDIA SOSIAL
(Gunjing Gonjang Ganjing)
Tahun ini adalah tahun politk. 90 hari lagi akan ada
pencoblosan atau pemilihan presiden, 17 April 2019.
Seperti tahun lalu yang kita dibuat heboh karena gelaran
pilgub, kali inipun sama. Gak kalah serunya.
Ya, akan selalu begitu nampaknya. Nanti di tahun 2023 saat
pilgub kembali dan 2024 saat pilpres pun tak akan jauh berbeda lagi. Akan terjadi
perseteruan kembali seperti saat ini.
Kalau dipikir, itu tentu akan sangat menyita waktu bagi
masyarakat dan bangsa Indonesia. Akan sangat melelahkan dan menghabiskan
energi.
Mending kalau energi yang kita gunakan itu adalah hal
positif, tentu akan bermanfaat. Tetapi jika energi yang kita buang itu adalah
negatif maka itu adalah kerugian besar bagi bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, ini menarik untuk di analisa. Kita lihat
latar belakangnya, faktor pemicunya dan kemudian kita coba kupas adakah metode
yang bisa digunakan untuk mereduksi semaksimal mungkin kerugian yang harus kita
hadapi itu.
Secara umum, kita bisa mengklasifikasikan golongan pemilih
yang ada, atau kelompok masyarakat yang ada dan cara mereka mengekspresikan
pilihan politiknya. Selain itu juga kita akan lihat secara latar belakang, adat
budaya, pendidikan, lingkungan masyarakat dan juga pola pikir yang mereka anut.
Itu tentu bukan suatu hal yang sederhana. Perlu banyak data
dan penelitian yang serius.
Namun untuk sekedar analisa sederhana, ada baiknya kita akan
coba. Hasil analisa ini adalah bukan penelitian yang ilmiah murni, ini mungkin
sekedar ilmiah ringan saja. Boleh dibilang ilmiah fiksi atau biasa disebut
sebagai interpretasi semata.
Walaupun demikian kita akan mencobanya dengan seobjektif
mungkin dan dengan data yang seadanya. Terutama data empiris dan kalau mungkin
dikuatkan dengan data faktual.
Latar Belakang Masyarakat :
A. Pendidikan Formal.
Sebagaimana kita ketahui, tingkat
pendidikan suatu kelompok masyarakat akan sangat mempengaruhi kemampuan mereka
dalam memandang suatu objek atau subjek. Bukan hanya pendidikan formal, tetapi
juga pendidikan non formal, pelatihan, pengalaman berorganisasi, pengalaman
membaca, tingkat intelektualitas, kecerdasan dan ketajaman pemikiran.
Semua itu akan mempengaruhi cara
mereka menilai sesuatu, membuat kesimpulan dan bagaimana cara mereka
mengekspresikannya dalam kehidupan nyata. Orang akan diklasifikasikan menjadi :
1.
Intelek (Cerdas/Jenius)
2.
Terpelajar (Pintar)
3.
Kurang terpelajar (Cukup Pintar)
4.
Tidak terpelajar (Bodoh)
5.
Awam/Gelap (Sontoloyo)
6.
dll
B. Pendidikan Agama
Satu hal lainnya adalah,
pendidikan akhlak/perilaku dan juga pendidikan agama. Ini akan menjadi sangat
penting untuk di ketahui, sebab nyatanya tingkat keimanan atau pemahaman
seseorang terhadap ajaran agama sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola
fikir dan pola sikap (attitude) dalam bermasyarakat, bertetangga, dalam
lingkungan pekerjaan dan maupun dalam kegiatan/ekspresi berpolitik dll.
Orang akan dibedakan sebagai
beberapa tingkatan :
1.
Berakhlak terpuji
2.
Berakhlak sedang
3.
Berakhlak rendah
4.
Berakhlak buruk
C. Pergaulan Masyarakat/Lingkungan Sekitar
Lingkungan dimana kita hidup
tentu akan sangat mempengaruhi cara kita berpikir, mengambil kesimpulan dan
bertindak.
1.
Keras
2.
Mendekati Keras
3.
Sedang
4.
Lembut
5.
Lembut Sekali
D. Pergaulan Intelektual
Lingkungan Pendidikan, lingkungan Organisasi dan segala aktivitas yang
bisa mempengaruhi tingkat intelektualitas seseorang. Bergaul dengan Profesor
mungkin bisa menjadi Asisten Profesor, Bergaul dengan Dokter mungkin bisa
menjadi asisten dokter, perawat atau tenaga medis. Bergaul dengan pemikir
mungkin membuat kita ikut berfikir, terbiasa berfikir secara sistematik. Bergaul dengan profesional tentu akan
membentuk sisi profesional kita. Pun bergaul dengan pemalas akan membuat kita
terbawa malas. Bergaul dengan orang bodoh tidak bisa ada transfer ilmu. dsb.
Kita ambil kesimpulan generalisasi sbb :
1.
Kaum Intelek/Ilmiah/Akademisi/Praktisi
2.
Kaum Setengah Intelek/Praktisi
3.
Tidak Intelek
4.
Rendah
E. Pergaulan Pekerjaan
Bekerja dilingkungan kementrian bisa membuat orang menjadi mirip
eksekutif, bekerja dilingkungan DPR/MPR akan membuat orang mirip politikus.
Bekerja di Perkantoran, Perbankan, Kantor Hukum, Konsultan Teknik dll, tentu
akan ikut mempengaruhi seseorang. Sehingga kita bisa membagi masyarakat sebagai
berikut :
1.
High Class (Visi-misi, Ambil Keputusan Sangat Penting)
2.
Medium Class (Kreatif, Mencipta, Dinamis, Ambil
Keputusan Penting)
3.
Intermediate Class (Rutinitas, Kreatif, Mencipta,
Ambil Keputusan Cukup Penting, SOP)
4.
Elementary Class (Pekerjaan Rutin, Baku, Ikut
Instruksi saja)
5.
Basic Class (Job Desk Gak Jelas, Liar, Tak ada
aturan apapun)
F. Habit/Kebiasaan/Hobby Terkait
Intelektualitas
Kebiasaan seseorang dalam kesehariannya tentu akan sangat membentuk
kualitas, pola pikir, kecerdasan, kesanggupan dst. Sehingga kita coba bagi
mereka kedalam bagian sbb :
1.
Sering/Suka Membaca, Belajar, Seminar, Kursus,
Up Skilling/Training dll. ( Kreatif / Berkarya / Mencipta/ Menulis (Dinamis)
2.
Cukup Sering Membaca, Tidak Rutin membaca (Cukup
Kreatif, Menulis, Berkarya, Mencipta, Cukup Dinamis)
3.
Kurang Membaca, Kadang-kadang membaca (Jarang
Menulis, Jarang Mencipta, Kurang Kreatif)
4.
Tidak suka membaca, hampir tidak mau membaca (Tidak
Kreatif, Kaku, Gak bisa menulis, Gak bisa Mencipta)
5.
Buta hurap, Gelap Informasi Ilmiah (Ikut Saja)
Faktor lain yang bisa ikut serta mempengaruhi kualitas
manusia. Bakat kecerdasan, pola makan, pola olahraga, Sifat bawaan lahir,
karakter individu, pengalaman, taqdir, kualitas sekolah, kualitas mentor,
kualitas guru dst. Faktor internal dan faktor eksternal.
Demikian itu pada akhirnya akan menjadi resources yang
membentuk jiwa seseorang. Pada akhirnya akan bisa dilihat dari ekspresi,
kualitas pengamatan, kualitas dan ketepatan analisa, kemampuan mengambil
pelajaran, kemampuan membuat kesimpulan dan keputusan.
Seorang tua, akan bisa menebak apa yang ada dalam pikiran
yang muda. Yang muda akan bisa membaca apa yang ada dalam pemikiran anak
remaja, anak kecil dst. Tetapi anak kecil belum tentu tahu apa yang dipikirkan
orang dewasa. Dan orang dewasa belum tentu mengetahui apa yang ada dalam jiwa
orang yang sudah tua.
Begitupun seorang Profesor bisa menebak isi penulisan
seorang dosen. Seorang dosen bisa tahu batas pengetahuan mahasiswa. Dan Lulusan
sarjana bisa membaca lulusan SMA, Lulusan SMA bisa membaca pikiran lulusan SD.
Seorang cerdas, tahu arah pikiran orang biasa. Orang biasa belum ngeh dengan
apa yang ada dalam pemikiran orang pintar.
Demikian contoh piramida masyarakat kita. Walau tentu tidak selalu harus seperti itu, karena banyak faktor yang bisa membentuk kualitas seseorang. Seorang sarjana yang malas belajar, akan bisa kalah oleh anak diploma yang lebih rajin dalam mencari dan menambah pengetahuan.
Dus.....
Demikian contoh piramida masyarakat kita. Walau tentu tidak selalu harus seperti itu, karena banyak faktor yang bisa membentuk kualitas seseorang. Seorang sarjana yang malas belajar, akan bisa kalah oleh anak diploma yang lebih rajin dalam mencari dan menambah pengetahuan.
Dus.....
Seorang ulama akan faham mengenai agama, penerapan agama, manfaat dan bahaya terhadap agama dll. Seorang santri belum mengetahui pemikiran seorang kyai, tapi seorang kyai sudah mengerti apa yang dipikirkan seorang santri, masyarakat, umat dst.
Seorang awam yang menjudge seorang ulama, adalah bagaikan seorang manusia yang mengajarkan cara terbang yang baik kepada seekor burung. Ulama gudang ilmu dan banyak tahu, dan umat hanya sedikit tahu. Seorang Profesor mampu membuat penemuan atau teori, seorang SMA bingung dengan temuan seorang profesor.
Aneh jika seorang SMA merasa lebih pintar soal agama dari seorang Profesor Agama. Kita sudah bisa menebak siapa yang salah diantara mereka yang berilmu dengan mereka yang tidak berilmu. Anda jangan berdebat soal luar angkasa dengan seorang Profesor antariksa. Santri dan umat juga tidak pantas untuk merasa lebih tahu dari para ulama.
Akhirnya kita sebagai pihak ketiga bisa tahu siapa yang pantas kita ikuti/panutan, semua itu bisa dilihat dari latar belakang keilmuannya, akhlaknya, pendidikannya dan juga prestasinya atau kredibilitasnya. Seorang yang tak sekolah teknik jangan mendebat tentang teknik dengan seorang ahli/profesor teknik.
Wallahu a'laam bisshowaab.
Wassalam.
Terima kasih
Bandung, 16 Januari 2019
0 Komentar