Jabar tertinggal 35 tahun

Jabar juga Indonesia.

Bahkan, bisa disebut jabar adalah pusatnya Indonesia. Jakarta yang menjadi ibukota Indonesia adalah persembahan dari rakyat jawa barat untuk seluruh rakyat Indonesia. Puluhan juta dari seluruh wilayah Indonesia mendatanginya untuk memperbaiki nasibnya dll.

Namun persembahan yang diberikan itu tidak dibalas dengan balasan yang setimpal. Jangankan setimpal, malah secara sengaja (by design) rakyat jawa barat dikhianati oleh pemerintah pusat.

Pemerintah pusat tentu bukan terdiri dari orang-orang yang tidak bisa berhitung. Berapa jumlah penduduk di suatu provinsi dan berapa jumlah pemerintahannya. Sehingga mereka tahu berapa dana yang mereka kirim dan digunakan untuk berapa jumlah penduduknya.

Jika per tiap pemerintahan daerah (pemda), mendapat dana 1 juta tiap tahun. Maka mereka bisa berhitung berapa uang yang digunakan untuk membangun masyarakatnya di suatu provinsi di seluruh Indonesia.

Jatim misalnya, mereka ada 38 pemda DT II. Jateng misalnya, disana ada 35 DT II. Jabar misalnya, disana ada 27 DT II.

Yang menentukan berapa banyak DT II itu adalah palunya DPR dan pemerintah pusat. Semuabisadiatur...secara politik, secara kajian dan secara sadar atau secara sengaja.

Berapa jumlah penduduk di Jatim, Jateng, Jabar, Maluku, Riau, Sumut, Sumsel, Papua, Bali, Aceh, Kalsel dll. Pemerintah pusat juga pastinya mengetahuinya karena mereka yang punya data sensus penduduk.

Jatim misalnya ada sekira 40 juta jiwa. Jabar misalnya, ada sekira 50 juta jiwa penduduk. Sumut misalnya ada sekira belasan juta penduduk. Papua misalnya ada dua atau 3 jutaan. 

Mereka tentu tahu persis jumlah penduduk untuk tiap provinsinya. 

Jawa Barat juga Indonesia, bukan luar negeri. Sudah barang tentu mereka (pemerintah pusat), sadar itu dan tahu betul berapa jumlah penduduk di ptovinsi ini dan berapa dana yang mereka kirim untuk 27 pemda kota kabupaten di dalamnya.

Mereka juga tidak menutup mata sewaktu menghitung pembagian dana pelayanan masyarakat via pemda-pemda yang ada tersebut. Mereka menghitungnya dengan detail dan sangat teliti.

Berapa mereka alokasikan untuk 40 juta warga jatim, dan berapa mereka alokasikan untuk 50 juta warga jabar. Berapa koefisinnya jika dihitung per penduduknya dst. Mereka bukan orang-orang bodoh, mereka bahkan lulusan ITB, UGM, UI dll. Mereka bukan juga orang gila yang tak sadar tentang apa yang mereka putuskan.

Jadi ketika mereka kirim 27 juta untuk 50 juta penduduk jabar. Ketika mereka kirim 38 juta utk 40 juta penduduk jatim. Mereka menyadari semua itu dengan kesadaran yang se sadar-sadarnya.

Berapa mereka anggarkan untuk tiap penduduknya di jatim, di jateng, di DIY, di sumut, di sulsel, di riau, di jabar. Mereka telah menghitung dengan hitungan yang jelas. Tidak ngarang. Tidak sembarang.

Tutup mata, tutup telinga, tutup mulut. Semua tutup mulut.

Kenapa begitu...?!?

Mungkin mereka menganggap tidak ada yang salah kok. Mungkin mereka melihat tidak ada yang perlu mereka bela kok. Semua sudah sesuai harapan mereka.

Ya, semua memang sudah sesuai harapan atau tujuan mereka. Membuat sebagian warganya lebih maju, dan membiarkan sebagian warga negara ini tetap bodoh dan terbelakang. Semua sudah sesuai pikiran mereka. 

Keadilan sosial itu hanya berlaku bagi siapa saja yang dekat dengan mereka. Adil bagi daerah asal mereka, dan tidak perlu adil bagi daerah yang mereka tidak memperhitungkannya. Jabar ini, bisa tetap hidup saja sudah lumayan. Buat apa membuat mereka disamakan dengan jatim dll. Jabar itu tidak penting. Yang penting itu jatim, jateng, DIY, DKI, Sumut, Sulsel dll.

Daerah lain bisa protes besar jika dibuat tidak adil bahkan bisa nuntut merdeka seperti di Aceh dulu, dan juga di Papua.

Jabar itu orang-orangnya diem, fak banyak nuntut ini itu ke pemerintah pusat. Lagi pula suara dari jabar itu tidak ada di pemerintahan, mereka kalah suara dibanding dari daerah lain. Tak ada juga ahli bisiknya dst.

Jelas lah karena siapa menteri yang diangkat. Jelas pula siapa saja yang maju jadi wakil rakyat. Bahkan wakil rakyat yang dipilih dari wilayah jabar sendiripun banyak diisi para pengkhianat. Mereka minta dipilih oleh warga jabar, tapi setelah jadi anggota DPR mereka justru tak berjuang bagi konstituennya tersebut. Mereka asyik dengan tujuan-tujuan mereka sendiri. Bahkan tak sedikit yang lupa dari mana asal mereka hingga bisa maju ke legislatif tersebut. Karena mereka hanya memanfaatkan suaranya, dan tidak punya niat menjadi pejuang bagi kepentingan masyarakat dimana mereka dipilih. 

Akibatnya minim sekali suara yang bisa menyuarakan kepentingan dari masyarakat jawa barat. 

Menteri nya, MPR/DPR nya mereka tak melihat ada puluhan juta masyarakat Jawa Barat yang juga bagian dari NKRI.

Jika mereka punya niat baik untuk mensejahterakan masyarakatnya secara adil. Tentu saja mereka akan dapat menentukan berapa DT II yang sepantasnya didirikan di suatu daerah. 

Tak perlu turun ke daerah. Dari atas kertas saja sudah bisa dihitung SEGALA SESUATUNYA. Berapa luas wilayah, berapa jumlah penduduk, berapa jumlah kabupaten dan kota. Semua bisa di baca, dihitung, dikalola, ditambah atau dikurang sesuai apa yang mereka inginkan. Semua bisa di adakan atau di tiadakan.

#Semua bisa diadakan

#Semua bisa ditiadakan.

Sesuatu hal bisa dianggap perlu. Sesuatu hal lainnya juga bisa dianggap tidak perlu.

Sesuatu hal bisa disebut istimewa, sesuatu hal lainnya boleh dianggap tak perlu sama sekali.

Kemajuan jatim dan jateng itu sangat wajib karena mereka adalah bagian dari Indonesia. Kemajuan jabar itu tak begitu penting, walaupun mereka juga sama Indonesia. Bahkan sebisa mungkin jabar tak boleh sejajar dengan jatim atau jateng atau provinsi lainnya, apalagi kalau dibalik (jabar diatas, jatim dan jateng dibawahnya). 

Tak boleh membuat jabar lebih dipentingkan/diprioritaskan dibandingkan provinsi lainnya itu. Dalam hal kondisi ini, kata keadilan serta merta dikedepankan. 

Tapi, ketika kondisi dimana jabar tak diuntungkan, maka kata-kata adil dan keadilan itu tiba-tiba telah lenyap dari kosa kata. HILANG tak tau dimana rimbanya.

Dan sementara kondisi ketimpangan demikian itu bukan baru terjadi satu atau dua tahun. Itu sudah terjadi sejak Indonesia ada yang mengelolanya. Sejak Indonesia punya orang-orang yang mengaturnya.

Manusia-manusia yang bertanggung jawab untuk menerapkan Pancasila dan UUD 1945, sesuai dengan tugas dan sumpah jabatannya.

Manusia itu berbeda-beda. Ada orang jujur, ada orang setengah jujur (jujur jika menguntungkan saja), ada juga yang tidak jujur.

Ada yang amanah, ada yang khianat. Ada pula yang licik, ada pula yang culas.

Semua itu adalah sifat-sitat yang kita temui dalam pergaulan hidup kita antar sesama manusia.

Terlalu kentara, terlalu kelihatan. Ada unsur ketidak adilan politik maupun fiskal terhadap masyarakat jawa barat khususnya. Sepanjang 75 tahun Indonesia menyatakan dirinya sebagai NKRI.

Maju menjadi pemimpin, maju sebagai pengelola negara demi untuk kemajuan bangsanya. Kemajuan seluruh bangsa dan rakyat Indonesia. Tak boleh secara sengaja, membuat satu wilayah dianak tirikan dibanding wilayah lainnya.

Jumlah menteri/pejabat adalah gambarannya. Jumlah perguruan tinggi, sekolah dll juga adalah cermin dari hasil suatu kebijakan yang secara disengaja/by design (bukan karena hasil sulap, bukan juga sihir). Penetapan jumlah kabupaten/kota disuatu provinsi juga adalah cermin dari adanya kebijakan yang didorong adanya niat baik terhadap wilayah tersebut atau yang tak ada dibarengi dengan niat baik.

Dalam infrastruktur pun sama saja tidak adilnya. Panjang jalan nasional di jabar, jateng, jatim misalnya. Tidak merata, dan juga tidak proporsional. Bisa kita tengok di sehari-hari atau kondisi saat musim lebaran tiba. Daerah mana yang selslu dilanda kemacetan dst.

Ketika puluhan tahun kemacetan di cikopo-cikampek, pamanukan, palimanan-cirebon. Atau puncak padalarang cileunyi tasikmalaya. Terus saja terjadi hingga bertahun-tahun lamanya.

Tapi sekali saja macet di brebes, maka langsung serta merta tahun itu juga diatasi. Dibuat fly over dll.

Di jawa barat kemacetan terjadibukan hanya di saat lebaran. Di weekend, di hari libur biasa, bahkan disetiap haripun selalu dihadapkan dengan kemacetan parah. Padahal wilayah jawa barat itu masih memungkinkan untuk dibangun jalan baru, tak seperti jakarta yang sudah penuh oleh gedung pencakar langit dll.

Itu juga bukan alasan untuk membiarkan jabar selalu dirundung persoalan kemacetan. Karena jabar juga sama, sama sebagai wilayah Indonesia. 

Jangan terkesan, seakan-akan jawa barat adalah musuhnya Indonesia. Atau, wilayah satu-satunya yang boleh di anak tirikan. 

Ketika di team nasional juga. Ada satu saja pemain timnas dari jabar terutama dari persib, maka itu adalah sesuatu yang luar biasa. Pemain timnas dari jabar mereka selalu serasa diasingkan. Dijauhi, dikucilkan dan bahkan di ejek banyak kalangan.

Apakah begitu cara kita bersatu dalam naungan NKRI...?!?. 

Ferdinand Sinaga, di ejek suporter timnas gara-gara dia kebetulan pemainnya Persib.

Kita bisa rasakan, ada blok-blokan di antara pemain timnas. Ketika suatu pemain itu bagus di klub Persib, tetapi jadi hilang kehebatannya manakala berada di timnas karena ketika mereka bermain di timnas seperti bukan dianggap sebagai bagian dari timas itu sendiri. Dijauhi pemain lainnya, bahkan oleh para jurnalis dibuat seakan seorang tamu di team tersebut.

Oleh karena itu, semoga dengan tulisan ini kedepannya. Semua itu tidak terjadi lagi.

Memang, selalu ada semacam jarak yang membatasi terhadap jawa barat ini. Sudah peninggalan sejarah, peninggalan orang-orang dulu yang bahkan katanya tak boleh menikah antara jawa dan sunda ini. 

Diakui atau tidak, hal tersebut menjadi semacam pengganjal terhadap upaya penegakkan kesetaraan dan keadilan tersebut.

Sudah bawaan secara alam bawah sadar, terjadi disharmonisasi antara dua suku bangsa ini. Yang jawa tak mau dikalahkan sunda. Yang sunda juga tak mau dikalahkan jawa. 

Seharusnya, sejak era modern ini dan sebagai satu bangsa, hal-hal yang demikian itu bisa dihilangkan. Jawa atau Sunda adalah sama saja sebagai satu Indonesia juga. 

Dua suku bangsa ini memang seperti anjing dan kucing. Susah akurnya. Tapi itu dulu. 

Walau sisa-sisa peninggalan masa lalu itu masih saja kita temukan saat ini, namun setelah kita sekolah, mengaji, atau kuliah hendaknya sikap kesukuan seperti itu dapat kita buang sejauh-jauhnya. 

Tidak mungkin bangsa ini akan maju, damai, tentram dan sejahtera jika diantara sesama anak bangsa nya masih memelihara sifat-sifat permusuhan seperti itu.

Tak boleh orang Sunda iri dengki terhadap orang Jawa. Begitu juga sebaliknya, orang Jawa harus bangga bisa membantu (bukan menghalangi) orang Sunda bisa setara dengan orang Jawa dalam kedudukan politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dll. Jangan sebaliknya, menahan/menekan hak suku lain untuk berdiri sama tinggi, duduk sama rendah di majelis bangsa yang bernama Indonesia ini.

Contohnya soal pemekaran wilayah. Tentu saja orang jawa barat merasa tidak mendapatkan rasa keadilan. Karena penduduk jawa barat sekitar 50 juta jiwa tapi DT II nya hanya ada 27 kota kabupaten. Sementara Jateng punya 35 DT II, dengan penduduk sekira 35 juta dan Jatim punya 38 DT II dengan penduduk 40 jutaan. 

Sementara jumlah dana alokasi untuk tiap penduduk/daerah tidak dihitung berdasar jumlah penduduknya, tapi dihitung berdasarkan jumlah kabupaten kota nya. 

Sehingga jika kita bandingkan secara persentase dana yang dialokasikan untuk warga di jabar dan jatim misalnya terdapat ketimpangan yang cukup besar


Jika 38/40 kita bandingkan dengan 27/50 itu adalah hampir seperti 1 dibanding 0,5.

Jika orang jatim di biayai satu juta per penduduk, maka orang jabar hanya dibiayai 550 ribuan per penduduknya. 

Tentu saja langkah orang Jatim hampir dua kali lebih panjang dari langkahnya orang Jawa Barat. Sehingga wajar jika orang Jawa Barat selalu ngosngosan dalam kehidupannya sehari-hari.

Dan itu sudah terjadi selama puluhan tahun. Jika diakumulasikan maka sudah berapa jauh orang jawa barat tertinggal dari orang jatim dan atau jateng. 

Jika setiap satu tahun dihitung sebagai 1 langkah, maka langkah orang jawa timur sudah sejauh 75 langkah. Sementara orang Jawa Barat baru sampai sekitar 40 langkah saja. Tertinggal 35 tahun.


#jabarjugaindonesia


Baca Juga :

1. Kompilasi RKRI

2. Black Campign terhadap RK





Posting Komentar

0 Komentar