Tol Cisumdawu dalam Hitungan Waktu

Sampai dengan awal Oktober 2020 ini, Tol Cisumdawu sudah menunjukkan progress yang cukup signifikant. Senin lalu, 28 September 2020, penulis jalan ke area pembangunan di beberapa lokasi. Cileunyi, Jatinangor, Tanjungsari dan Rancakalong.  

Perkembangannya cukup menggembirakan. Terutama di daerah Pegunungan Rancakalong, di Desa Sirnamulya. Sabagi Cibitung. Giat pekerjaan sangat kentara disana.

Pembangunan jembatan, pengerukan jalur jalan, pengecoran jalan dll. Lalu lalang kendaraan pengangkut tanah bak sekumpulan semut yang berbaris rapih, hilir mudik meliwati jalan-jalan yang menuruni dan menaiki bukit. Menggali dan membuang tanah. Perlu kesabaran untuk dapat menyelesaikannya. Tiga minggu yang lalu penulis juga lewat jalan tersebut, dan awal minggu ini kembali untuk melihat perbedaannya. 

Ya, tentu saja ada kemajuan. Ibaratnya "sedikit demi sedikit lama-lama hilang itu bukit". Sama seperti sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Kalau ini sebaliknya, lama-lama bukit itu hilang digali dan berpindah ke banyak tempat lain. Tentu banyak kenangan yang juga tergali dari tempat itu. Seperti dirasakan seorang bapak tua, dengan pandangan yang kosong, memandangi tempat itu seperti sebuah mimpi yang antara nyata dan tidak nyata.

Bagaimana karena kerja manusia, kebun-kebun dan pelataran yang dulu menjadi tempat mereka beraktifitas sehari-hari kini telah berubah menjadi semacam sebuah tontonan. Mesin-mesin penggali tanah, setapak demi setapak, bertahun-tahun terus saja mengeruk dan akhirnya menjadi seperti ini. Mobil-mobil itu terlihat bagaikan mainan saja, pelan tapi pasti telah merubah struktur perbukitan disini. Si bapak tua itu salah satu saksinya.

Gunung, bukit dan tebing-tebing terlah berubah sedemikian berbedanya. Tadinya semua serba tanaman yang hijau dimana-mana, kini berubah menjadi semacam pembuatan sungai yang ada diantar dua bukit, dibawah sana. Itu adalah seperti tidak nyata dalam kenyataan yang ada. Tangan-tangan mesin itu, tiba-tiba tak terasa sudah merubah semuanya.

Rumah-rumah yang dulu, jalan yang dahulu, kebun yang dahulu, juga bukit dan lain sebagainya....kini telah berubah. Seperti diorama film, mesin-mesin, truk-truk, manusia-manusia itu tanpa banyak bicara, pelan tapi pasti terus saja berproses hingga merubah tempat ini sekarang.

Si bapak tua itu jadi saksi bisunya.

Dia hanya membisu dari tadi, sambil matanya memperhatikan mesin-mesin itu, kendaraan-kendaraan itu, manusia-manusia itu, dan tanah-tanah itu.....semua tak lepas dari pandangannya yang terlihat gak jelas apa yang ada dalam pikirannya. Hanya duduk saja, termenung memperhatikan diorama yang ada dibawah lembah sana. Dari tadi.

Aku mungkin telah sedikit menggannggu ke asyikan beliau. Dan lalu beliau pergi meninggalkan tempatnya tanpa ada sepatah katapun jua. Telah menyadarkan apa yang sebenarnya sedang terjadi disini itu. Yang dari tadi belum juga ditemukan jawabannya, olehnya. 

Sepertinya begitu aku menduga-duga. Tapi kita punya indra ke enam, punya rasa, punya getaran bathin sehingga berani menyimpulkan apa sebenarnya yang ada dalam benak si bapak tua itu. Tak habis pikir, atau hampir tak bisa berpikir tentang apa yang sedang disaksikannya di hadapnnya di hari ini. 

Manusia-manusia itu terlalu telaten, terlalu sabar, terlalu niat hingga mereka mau memindahkan bukit yang sedemikian dalamnya itu, dari yang semula tidak begini, dan sekarang sudah berubah menjadi seperti itu.

Saya juga menjadi salah satu saksinya, dari semenjak nol persen disini, hingga berubah seperti yang kita lihat di hari ini. Inilah tol Cisumdawu...Cileunyi Sumedang Dawuan Majalengka. Sungguh itu semua seperti sebuah perjalanan waktu sebagaimana sering kita alami. Perubahan dan perubahan yang tidak bisa kita hindarkan lagi sekarang. Ini tak akan pernah seperti yang dahoeloe lagi. Semua itu sudah berlalu.

Sejak semula, tempat ini memang sudah merupakan lereng dari sebuah bukit dengan puncaknya diatas sana, dan dasarnya berada dibawah dihadapan kita. Bedanya adalah, kontur kemiringan, kedalamannya dan reliefnya telah berubah banyak sekali. Lembah yang sejak semula sudah cukup dalam, kini bertambah semakin dalam lagi karena mengikuti alur jalan Tol yang direncanakan. Itu sebenarnya bagaikan penggalian sebuah aliran air atau kanal. Tapi bukan untuk mengalirkan air, tapi untuk mengalirkan kendaraan dari dan ke Sumedang atau Bandung. 

Sungguh mereka itu telah bekerja dengan gigih, setiap hari, setiap jam, setiap waktu, bertahun lamanya. Satu truk yang mereka angkut itu hanyalah seperti satu sendok nasi dari tumpukan nasi sebesar gundukan di sebuah lapangan bola. Seperti itulah proses pemindahan bukit dan lembah itu hingga menjadi berbentuk seperti sekarang ini. Butuh ketidakpedulian, yang penting angkut setiap waktu, soal hasilnya biarlah waktu yang akan berbicara.

Mereka tak harus menghitung kapan ini bisa selesai, yang perlu mereka pikir hanyalah gali terus, angkut terus, biarlah yang penting roda berputar. Uang mengalir, penghasilan lancar, dapur tetap ngebul...bini di rumah tetap tersenyum....dst.

Lebih dari semut, semut ada berhentinya. sehari dua hari kelar. Sementara mereka ini berhari-hari, berminggu-minggu, bertahun-tahun lamanya....begitu saja kerjanya...gali dan kemudian angkut. 

Kita yang beberapa kali lewat kesini....malah merasa lebih gak sabar dibandingkan mereka. Gak sabar kapan ini selesai, semakin cepat semakin baik. Mungkin buat mereka tak harus semakin cepat selesai semakin baik, tapi seberapa banyak rit yang bisa mereka dapatkan, seberapa besar pula uang yang mereka peroleh. Semakin banyak volume galian, semakin besar pundi-pundi mereka kumpulkan.

Ah....cara pandang orang memang tergantung apa peran (posisi, kedudukan atau bukan kedudukan) orang tersebut. Tak selalu sama hasilnya.

Hanya dititik inilah, jalan tol Cisumdawu yang antara Tanjungsari-Sumedang ini yang belum selesai. Sepertinya ini lebih lama dibandingkan pembuatan terowongan yang sudah setahun atau dua tahun selesai.

Seperti jalan ini, jalan tol yang direncanakan akan dibangun antara Bandung Garut Tasik Pangandaran dan Cilacap, hendaknya juga diperhitungkan sedemikian rupa agar pemilihan rute dan rencana kerjanya bisa lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan.

Pembuatan terowongan rasanya harus lebih diutamakan dibandingkan penggalian seperti demikian ini. Apa yang lebih mudah, tentuharuslah yang lebih diutamakan. Membuat terowongan mungkin lebih mudah, lebih efisien waktunya tapi jelas lebih mahal harganya.

Tapi kalau dihitung multiyears, kalau dihitung secara jangka panjang, rasa-rasanya pembangunan dengan terowongan sudah jelas akan lebih efisien dan efektif.

Rute atau tarse jalan tol Gegata misalnya...yang saat ini sudah deal meliwati jalur selatan, melewati majalaya terus ke tanjakan Monteng dan tembus ke sekitar Samarang Garut. Menurut hemat penulis akan lebih efektif jika jalur tersebut adalah melalui Majalaya via Cijapati Kadungora kemudian belok ke arah Garut kota. Kendalanya hanyalah di daerah Cijapati...yang disana harus meliwati perbukitan dan kemudian turun secara curam.

Nah itulah yang menarik menurut penulis. Yaitu kemungkinan dibuatnya terowongan disana...dari arah Majalaya ke Kadungora via perbukitan Cijapati. Biaya tentu akan lebih mahal diawal, tapi hasil lebih efektif di akhir. Karena dengan melalui jalur ini maka kedepan selain bisa mengakomodasi perkembangan Jabar/Garut Selatan, juga sekaligus aksesnya ke Garut bagian Utara pun terakomodasi. Dari Kadungora itu kedepan bisa disambung ke arah Limbangan, Wado ke Bandara Kertajati. Dan sebab terutama kalau lewat jalur Samarang dipastikan akan meruksak hutan di wilayah Kamojang sekitarnya yang sampai saat ini masih cukup terjaga kelamiannya. Itu yang serasa agak disayangkan oleh penulis.

Tapi disisi lain, ada hal positifnya juga dari rute yang sudah ditetapkan saat ini, yaitu mendekatkan kepada banyak lokasi wisata di selatan Garut dan bahkan melalui jalur ini bisa dilanjutkan ke arah Kertasari, Pangalengan dan Ciwidey. Sehingga para wisatawan bisa memiliki akses tol yang menuju ke wilayah selatan Bandung atau Garut. Sekaligus menjadi transport hub. antar daerah selatan-selatan.

Tapi apapun, itu hanyalah pendapat dari satu orang diantara 260 juta rakyat Indonesia. Mungkin terbaca, mungkin terakomodasi, atau tidak. Jadi ini hanyalah satu pendapat saja, jangan terlalu dihiraukan. Yang paling penting adalah, pro kontra itu pasti ada, dan yang lebih penting adalah semoga tol tersebut segera terealisasi secepatnya. Baik lewat mana pun yang penting sudah merupakan perhitungan yang paling bijaksana. Selalu ada cost/pengorbanan atau sisi minus dari apapun pilihan kita. Semua hanya berusaha meminimalisir saja.

Contohnya pembangunan Cisumdawu ini. Terutama di daerah Sabagi, Ciherang. Bukit yang begitu tinggi, lembah yang begitu dalam, menciptakan sebuah lereng tebing yang menganga....mengkhawatirkan jika terjadi longsoran disini. Akan lebih aman jika dulu disini direncanakan dibuat terowongan saja. Biaya jelas lebih tinggi, tapi hasil juga akan lebih baik buat lingkungan/alam disini. 

Lingkungan alam itu nilainya sangat berharga, sebab itu terkait sumber mata air, sumber penghidupan masyarakat, berpengaruh terhadap ekosistem juga dan tentu merubah iklim setempat (setidaknya mengurangi areal peruksakan alam/hutan).

Jika disini dibangun terowongan maka diatas terowongan tersebut masih bisa berfungsi sebagai kebun untuk ketahanan pangan, atau bisa juga dibuat sebagai Fasilitas Sosial, Fasilitas Umum, Fasilitas Sarana Lapangan Olahraga dll. 

Selain itu juga sebagai meningkatkan iptek, skill para pekerja Indonesia, yang tidak sekedar bisa gali menggali tanah, tapi juga semakin pandai dalam penerapan teknologi pembuatan Terowongan. Sehingga semakin kedepan, kemampuan membuat terowongan tersebut bisa berguna untuk diterapkan dalam pekerjaan serupa ditempat lain, terowongan antar pulau misalnya, dst. Semakin ekspert, semakin berpengalaman dengan temuan-temuan teknologi baru, tentu pada akhirnya akan menjadi semakin murah untuk diterapkan.

Namun whatever, kita bersyukur bahwa rencana Tol Cigatas yang sudah sejak puluhan tahun itu kini mulai menemui titik terangnya. InsyaAllah jika semuanya lancar, tentu jalan tol yang sangat penting ini dapat segera terwujud juga. Sebagaimana tol Cisumdawu ini. Yang alhamdulillah kini sudah tahap akhir penyelesaian, tinggal di fase IV (Cimalaka-Legok), V (Legok-Ujungjaya) dan VI (Ujungjaya-Kertajati). 

Selain itu ada juga rute yang diajukan yaitu rute Kertajati-Majalengka-Cikijing-Ciamis. Rute ini memang bagus untuk akses ke Bandara Kertajati, karena mau tak mau Bandara Internasional itu harus didukung oleh hub-hub moda transportasi darat. 

Jangan sampai Bandara tersebut menjadi kurang aksesnya, sehingga "ditinggalkan" penggunanya. Beberapa tahun lalu juga pernah diusulkan untuk pembangunan tol Bandung-Cidaun. Tol ini dibangun untuk tujuan pengembangan Jawa Barat bagian selatan, dalam hal hasil tangkapan laut, hasil pertanian, maupun pengembangan kepariwisataan. 

Lebih dari itu, tujuan akhiirnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pantai Selatan Jawa Barat yang selama ini sangat terisolir. Dengan tol vertikal Jawa Barat ini maka kendaraan bertonase besar bisa dengan mudah melewatinya, sehingga bisa meningkatkan daya angkut hasil bumi disana. Meningkatkan perputaran roda ekonomi dan akhirnya kita bisa segera menjadi bangsa yang lebih maju lagi.

Memang akses jalan raya ini, masih merupakan pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia, terutama Jawa Barat juga. Pertumbuhan ekonomi rakyat sangat bergantung kepada ketersediaan jalur transfortasi yang mudah, murah, aman dan cepat. Sehingga di Jawa Barat yang penduduknya terbesar di Indonesia ini masih memerlukan pembangunan jalan raya/Tol di banyak tempat. Karena berbeda dengan di Jawa tengah dan Jawa Timur yang mana disana akses jalan raya sudah lebih merata keseluruh wilayahnya, sementara di Jawa Barat masih belum memadai, terutama jalur Utara Selatan. Baik dari Sukabumi ke Pelabuhan Ratu yang masih kurang lebar, juga dari Cianjur-Sindangbarang. Bandung-Rancabuaya, Garut-Pameungpeuk, dan Tasikmalaya-Cipatujah. Hanya Banjar-Pangandaran yang relatif sudah lebih baik. 

Selain itu juga, tadi kita singgung akses dari Ciamis/Tasikmalaya-Cikijing-Majelengka/Kuningan, Garut-Wado-Majalengka (Kertajati), pun harus segera diperhatikan. dan beberapa rute lain juga sebenarnya perlu dibangun juga, seperti jalur Situraja-Jatigede-Majalengka, ini untuk menghubungkan dua kabupaten antara Sumedang bagian Tenggara dengan kota Majalengka sehingga memangkas jarak antar kota antar kabupaten di Jawa Barat. 

Tentu sangat penting untuk mempercepat pemerataan pembangunan di setiap wilayah Jawa Barat ini. Dan Jalur lain, Garut-Kertasarie-Pangalengan-Rancabali sampai Sukabumi ke barat dan sampai ke Banjarsari di timur juga pernah mengemuka menjadi perhatian Gubernur kita saat ini. Jalur baru tersebut berguna untuk menghilangkan daerah-daerah terbelakang dalam hal pembangunan, memudahkan pergerakan barang dan manusia sehingga ujungnya adalah mempercepat kesejahteraan kita semua.

Saya kira dengan jalan Tol Cigatas dengan rute yang sudah fix sekarang ini bisa mengakomodir beberapa rute yang menjadi perhatian bapak Gubernur saat ini, yaitu Jalur Selatan-Selatan Jabar. Tinggal dari wilayah antara Kamojang Samarang disambung ke Kertasari Pangalengan dan Rancabali dengan jalan tol dan disambung ke wilayah Cianjur Selatan (Kecamatan Pagelaran dsk), lanjut sampai ke wilayah Sagaranten Sukabumi Selatan dan Tembus ke Pelabuhan Ratu dan Geopark Ciletuh dengan jalan Tol ataupun dengan Jalan Raya biasa. 

Nanti tinggal ditambah tol Soreang-Cidaun, atau Bandung Sukabumi via Cililin Sukanegara, sehingga memudahkan jalur terusan menuju jalur Selatan Cianjur. Visi memajukan wilayah Jawa Barat bagian selatan harus menjadi perhatian penting untuk saat ini karena memang itu sangat diperlukan/urgent.

Warga Selatan Jawa Barat selama ini terbilang sulit dijangkau. Mahal biaya transfortasinya, jauh karena jalan kecil, buruk dan berkelok-kelok. Sehingga sudah sepantasnya untuk segera dibangun jalan yang lebih lebar dan juga tidak terlalu berkelok-kelok. Dari Bandung ke Jakarta serasa lebih dekat dibandingkan ke Cidaun. Apalagi via kota Cianjur bisa memakan waktu 8 jam perjalanan darat. Itu kan lebih jauh dibandingkan ke Balikpapan Kalimantan Timur vis pesawat.

Jika kita tarik garis lurus dari Bandung ke Tangerang dan dari Bandung ke Jampang, maka jaraknya adalah identik. Tapi coba kita hitung dengan ongkos kendaraan saat ini. Bandung Jakarta hanya butuh 60.000 rupiah, sementara Bandung Jampang butuh ongkos Rp. 200.000. Itulah karena kurang memadainya sarana transfortasi jalan yang menuju Jawa Barat bagian Selatan tersebut. 

Delapan tahun sudah kita menunggu selesainya Tol Cisumdawu ini. Saat ini secara keseluruhan, baru sekitar 40-50 persen saja terbangun, dari jarak 61 km jalur ini. Kita berharap untuk fase 4 sampai 6 bisa lebih cepat dibandingkan fase 1 dan fase 2. Target 2021 atau 2022 awal bisa benar-benar terselesaikan semuanya. aamiin.

Demikian saja bincang-bincang yang tak penting ini, semoga berguna. 






Posting Komentar

0 Komentar