Dulu itu kami ke Pangalengan. Gak jelas arah tujuan. Hanya jalan-jalan saja. Dari Bandung ke Baleendah terus ke Banjaran dan belok kiri ke Pangalengan. Jangan seperti kemarin belum lama ini. Niat ke arah Soreang eh malah belok ke arah Pangalengan. Kalau ke Soreang dari Banjaran inikan lurus terus.
Nah karena kita mau ke Pangalengan kita belok kiri di Banjaran. Nanti juga ada petunjuk jalan.
Kalau jalan ke Pangalengan, kalau sendiri lebih enak karena bisa bawa motor lebih kencang. Jalannya yang belok kiri belok kanan sangat pas buat belajar cornering. Kalau berdua beda lagi soalnya beban motor jadi lebih berat dan kita juga gak mau nyelakain anak orang, karena resiko boncengan itu lebih besar.
Maka kitapun kadang kencang dikit, kebanyakan pelan-pelan saja. Kalau mobil didepan membuat kita terhalang begitu, tentu semakin kita ikuti akan semakin lama perjalanan kita. Solusinya ya kita salip saja di saat yang tepat supaya perjalanan kita tidak terlambat.
Ke Pangalengan kalau sendiri, dan kalau jalan sepi seperti saat pagi, 30 menit juga sampai. Tapi kalau jalannya lambat ya sekira satu jam atau lebih.
Rata-rata satu jam atau lebih dikit. Jalan ke Pangalengan itu memang kelokannya itu pas banget. Dia itu benar-benar bagus buat kulak kelok, itu seperti dibuat dengan sangat perhitungan. Mirip trek sirkuit. Jadi kadang sering menggoda juga, untuk menarik gas lebih kencang lagi. Itu semacam cobaan dan uji kesabaran.
Tak terasa akhirnya sampai juga di sekitar Cimaung. Kalau belok kiri itu adalah ke Gunung Puntang. Ke sana itu kita belum pernah coba. Dulu bareng 3 teman kita sebenarnya pernah ke sana. Tapi hanya sampai di gerbang saja..karena hanya pengen tahu tempat saja..bukan untuk tujuan ke sana apalagi kemping tentu harus persiapan secara khusus. Harusbawa tenda, bawa selimut, alat masak dll.
Sebenarnya hampir setiap lewat Cimaung ini selalu repleks mata kita lihat ke pirtigaan itu. Seakan ada yang belum tuntas ke arah itu. Ya dari dulu kita punya rencana pengen kemping kesana. Tapi sampai sekarang tak pernah terjadi.
Dulu, tetangga juga pernah ngajak kemping disana. Mereka bersama sekeluarga sudah menunggu disana...aku diajaknya nyusul saja katanya. Tapi aku tak beranjak. Hanya hari ini aku menyesal kenapa dulu terlalu malas pergi. Jadinya ya sampai sekarang tak pernah bisa kesana.
Sesal itu memang tak datang diawal. Kalau diawal itu namanya pendaftaran soalnya.
Arah jalan dari Banjaran sampai Cimaung ini sebenarnya relative lurus, hanya ada satu dua kelokan.
Nah dari Cimaung ke arah Pangalengan barulah akan kita jumpai banyak sekali kelokan. Nyaris sepanjang arah tersebut 90 persen adalah kelokan demi kelokan. Kelokan yang tidak patah-patah melainkan kelokan yang nyaman buat cornering.
Tapi di jalan raya jangan membabi buta. Resikonya terlalu mahal. Nyawa taruhannya. Jadi sisi keselamatan di jalan raya harus diutamakan. Sesal itu bukan diawal. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari. Tetap pakai logika, pakai otak jangan seperti orang gila yang tak punya kira-kira.
Dari persimpangan tugu Pangalengan kita akan langsung belok ke kanan. Hari terlalu semangat untuk dilalui. Semua tak terasa, tau-tau sudah sampai disini, di tanjakan dan kelokan menuju situ Cileunca.
Jalan kesini itu jarang ada kemacetan. Kita hanya pengen makan disana, di rumah makan yang murah meriah. Pemandangannya juga asyik, ke bawah itu adalah situ Cileunca.
Tapi sholat harus didahulukan. Jadinya kita akan mencari Mesjid dulu. Kesana ke arah perkebunan teh Cukul. Disini juga sebenarnya ada Mesjid yang nyaman buat sholat. Tapi rupanya tak ada air. Sehingga kita lanjut saja ke arah Cukul, walau cukup jauh tapi pasti akan menyenangkan berkendara kesana.
Ya. Hari yang temaram begini suasana Cukul amat eksotis. Jika kabut mulai menutupi langit disini, suasana Cukul terasa lebih sempurna. Kabut itu datang, lalu pergi lalu kembali lagi. Tadi terang sekarang tidak. Itulah suasana disini. Perkebunan teh Cukul selalu menyenangkan kita semua.
Kalau sudah sholat maka kita makan juga akan terasa tenang. Sebenarnya aku mau coba rumah makan yang dulu...tapi rupanya rumah makan itu kini sudah tak jualan lagi. Bangunannya juga sudah tak terurus begitu. Padahal pemandangan dari teras belakang rumah makan itu membuat kita merasa nyaman, ada tebing dan lembah yang hijau dimana-mana. Itu membuat kepala kita menjadi segar.
Maka dengan sedikit sesal kita balik kanan menuju alternatif yang lain. Yaitu yang ada di sekitaran situ Cileunca. Itu juga gak kalah indahnya.
Makanan yang kita pesan adalah, goreng jengkol, ikan asin, ayam, lalaban, sambel dll. Kita akan makan besar.
Memang enak masakan si ibu itu. Lahap sekali kita jadinya. Tapi suasana tempat ini sekarang sudah berbeda tak seperti bulan April lalu. Ada beberapa perubahan ruang dan interior. Dulu kita duduk di meja bisa langsung memandangi situ Cileunca. Kalau sekarang tak bisa begitu. Kalau makan ya makan saja. Kalau mau lihat pemandangannya harus cengkat berdiri karena mejanya berada di tengah ruang, tak seperti dulu yang letaknya ada disisi jendela.
Ya, ini masih lebih baik dibanding tidak sama sekali.
Makan yang lahap. 4 kali nambah sudah. Nikmat sekali. Alhamdulillah lagi nikmat makan. Kalau lagi males makan jangankan nambah, satu piringpun tak bisa habis. Jadi mumpung lagi lahap kita makan saja jika masih dirasa berselera.
Namun apa yang ditunggu, yang sudah kita pesankan tadi tak jua muncul.
Jengkolnya kok gak ada bu...?!.
Lupa ya...?!..
Tapi makannya juga sudah selesai. Jika jengkol itu ada tetap saja gak kemakan karena perutnya sudah keburu kenyang.
.........
......................
Aku mau kesana. Selama aku ke Cileunca ini. Selama itupula aku tak pernah turun kesana.
Maklum aku ini kan dulu jarang jalan-jalan. Baru belakangan ini saja suka jalan-jalan. Jadinya seperti katro, serba belum pernah.
Pengen lah liat ke Cileunca lebih dekat lagi. Naik perahu apalagi. Naik arung jeram apalagi. Belum pernah. Katro betul kan...?!?
Ya. Betapa girangnya aku bisa ke jembatan Cileunca. Itu adalah pengalaman yang pertama. Baru pertama sekarang ini.
Rupanya cukup indah juga. Apalagi ini sore hari, jadinya sinar mentari memberikan siluet kepada bukit-bukit di sebrang sana membuat latar situ Cileunca bagaikan alam nirwana.
Ini. Bendungan Cileunca ini. Begitu indah buatku hari ini. Bertahun lamanya akhirnya tercapai juga di hari ini bisa kesini. Kalau kesini sendiri itu tak elok dilihat orang...nanti disangkanya orang hilang, atau teroris yang mau cari gara-gara atau orang yang kesasar dst. Pokoknya jalan sendiri itu ya begitu resikonya...dianggap aneh oleh orang disekitar.
Diliatin orang, semua orang menoleh kepadamu. Tentu itu tak akan terasa nyaman. Begitulah kura-kura.
Hari sudah mulai menuju petang. Saatnya untuk kita say good bye to situ Cileunca.
Terimakasih atas panoramanya. Sampai jumpa dilain kesempatan.
Sekian...
Cukul, 8 Agustus 2020
0 Komentar