Kalau ingin punya jabatan tinggi di negeri ini, janganlah jadi orang Sunda. Karena mereka akan menghadapi berbagai hadangan dan hambatan.
Kapolda DKI dicopot bukan semata karena adanya kerumunan di Bandara Tangerang itu. Salahnya dia adalah bernama Nana. Coba kalau bernama Nono insyaAllah lebih aman lah.
Seperti berita yang kita ketahui, kerumunan seperti itu juga terjadi di Solo atau di daerah lain. Polda dan Gubernur disana aman-aman saja kok.
Janganlah anda menjadi orang Sunda. Mau masuk kerjapun pasti akan lebih sulit. Bahkan walaupun perusahaannya itu adanya di Jawa Barat. Anda bukan prioritas. Anda paling masuk ke daftar tunggu atau daftar terakhir dengan posisi yang juga paling akhir yang ada disitu. Sehingga ketika ada penyusutan pekerja maka anda menjadi yang pertama dalam daftar PHK.
Apalagi dalam pemerintahan. Jarang ada pejabat tinggi yang berasal dari orang Sunda. Anda tak akan pernah dipilih sampai kemudian anda dibutuhkan untuk jadi tameng, bemper atau menjadi umpan, dan semacam itu.
Anda dipilih hanya karena tujuan seperti itu. Hati-hati jadi orang Sunda. Jadi orang Sunda itu harus sangat tangguh. Bahkan sudah tangguh sekalipun anda tetap tak bisa berada di puncak tertinggi (susah/butuh orang khusus). Ada banyak serigala disana yang akan menghentikan laju anda.
Harus Kontra Strategi
Anda juga tak cukup jadi harimau, karena disana akan dihadang sekelompok singa. Bukan karena harimau lemah tapi karena mereka akan mengeroyok anda, sementara anda tidak suka maen keroyok atau semacam itu. Konspirasi.
Konfirmasi dulu sebelum anda maju. Anda harus sudah siap dengan konspirasi yang ada disana.
Harimau tak boleh berhenti untuk mencapai singgasananya. Harimau tetaplah harimau yang harus mengandalkan kekuatan sendiri. Tapi di era modern sekarang ini, rupanya harimau juga harus punya kemampuan kolaborasi. Sebab tantangannya bukan semata hutan rimba lagi. Yang anda hadapi adalah hutan savana yang butuh strategi berbeda. Anda tak bisa jadi harimau Asia lagi, anda harus jadi harimau Asia Afrika. Tantangannya berbeda.
Anda harus lebih hebat dari pak Ali Sadikin, lebih berani, lebih tegas, lebih lihai dalam memimpin, lebih lincah dalam bermanuver politik, lebih pintar berargumentasi, lebih pede dalam menampilkan diri. Dan juga lebih menguasai keadaan di pusaran politik dan kekuasaan yang ada. Anda harus masuk ke dalam kekuatan-kekuatan yang ada. Kalau ingin prestasi anda bisa melebihi beliau yang orang bilang layak jadi presiden pada masa itu.
Tapi beruntungnya jadi orang Sunda adalah, mayoritas dari mereka dibekali kemampuan lebih untuk bersikap tawakkal. Mereka jarang sekali akan bersikap ngoyo. Mereka lebih memilih untuk mengalah, karena pandangan mereka tentang dunia bukanlah segalanya bagi mereka. Mereka akan merasa cukup walau dengan banyak kekurangan duniawi.
Rata-rata seperti itu.
Ya. Tapi ini bukan sikap permisif. Bukan membela kelemahan diri. Cinta dunia itu bukan sesuatu yang hebat. Hanya secukupnya saja itu sudah cukup. Tapi bukan berarti orang Sunda tak bisa berprestasi. Ir. H. Juanda juga orang Sunda beliau tokoh penting di tingkat dunia. Atau dulu, orang Sunda juga bisa membangun kuil yang besar seperti kuil Gunung Padang.
Dan orang Sunda juga bisa kok menata suatu negara. Kerajaan Pajajaran itu hidup lebih lama kok dari Majapahit maupun Mataram.
Dalam perekonomian antar pulau dan antar bangsa, orang Sunda dimasa lalu pun mampu menjadikan Sunda Kalapa sebagai pelabuhan termasyhur di seantero Nusantara. Ia menjadi pelabuhan yang mendunia.
Jadi orang Sunda itu sama kok, mereka juga bisa mengelola sebuah negara, institusi dll.
Jika kemudian di era NKRI ini orang Sunda seperti tak berperan besar bagi Indonesia. Ya. Itu kenyataan saat ini. Ada banyak faktor. Internal maupun eksternal. Dari eksternal tadi itu...ada penjegalan, penghadangan atau semacam konspirasi untuk mengkebiri karir orang Sunda. Contoh kasusnya banyak.
Dari sisi internal juga, ada yang perlu diperbaiki dari budaya urang Sunda. Belajar dari entitas yang lain. Ambil yang baiknya, buang yang buruknya.
Konspirasi itu its work, tapi ia tak baik. Jangan dicontoh. Cari cara yang lebih terhormat. Kolaborasi, kerjasama, membina persaudaraan dan hal-hal positif lainnya. Kemampuan membina network, kecerdasan untuk menguasai orang-orang dengan cara-cara yang elegant. Kemampuan loby, kecerdasan emosional dan taktik strategi diplomasi. Hal-hal seperti itu yang nampaknya masih kurang dimiliki oleh urang Sunda. Kemampuan untuk membina hubungan yang baik dan juga keberanian serta sikap-sikap utama lain. Ketegasan, disiplin, tidak elodan, tidak epes meer, tidak babarian dll. Otokritik saja. Instrospeksi saja, mungkin kurang sajen atau kurang upeti.
Bukan. Itu bukan contoh yang baik. Sebisa mungkin anda tak boleh seperti itu. Kredibilitas harus bisa dipelihara. Itu yang sulit.
Memang kalau melihat beberapa kasus contoh pencopotan kapolda DKI dan kapolda Jabar, kita tak bisa menutup mata bahwa sikap tebang pilih itu masih dominan di negeri ini. Selalu ada standar ganda. Kebetulan pak Nana kapolda Jaya orang Bandung, pak Rudy kapolda Jabar juga orang Cimahi. Dan kita harus menghadapi kenyataan itu.
Gubernur Jabar dan DKI pun diancam akan dicopot jabatannya. Kenapa hal yang sama tidak berlaku untuk daerah yang lain...?.
Kenapa harus selalu melibatkan orang Sunda atau orang Jawa Barat...?. Sering.
Orang tak boleh menyalahkan pertanyaan saya itu. Saya bebas bertanya, saya juga bebas menganalisa atau mengamati.
Kalau kita amati, itupun berlaku dalam dunia olahraga. Yang juara PON atlet dari Jawa Barat misalnya, tapi yang masuk pelatnas untuk event internasional justru diambil dari daerah lain yang tidak juara. Saya sering membaca berita seperti itu. Persib juga sama. Jangan coba-coba Persib naik daun, kalau tidak mau kompetisi dihentikan. 2014 Persib juara, 2015 PSSI dan kompetisi dibekukan. Tahun 2018 Persib di puncak, denda bertubi-tubi diterima Persib. Tahun ini juga sama, Persib sedang memimpin, sedang naik daun. Kompetisi sulit untuk dilanjutkan lagi. Menunggu Persibnya melemah dulu.
Jadinya kita berpikir sejauh itu walau mungkin tak semuanya benar seperti itu. Tapi, kebetulan yang kebetulan mungkin. Tapi jika bukan Persib yang mendominasi, niscaya alasan bisa dicari-carilah.
Jika bukan pak Nana Sudjana dan pak Rudy Sufahriadi yang jadi kapoldanya, isue nya akan beda lagi. Alasankan tergantung yang buat alasan. Semua bisa diatur. Lagi pula kejadiannya itu adalah skala Nasional. Menkopolhukam atau Kapolri sendiri yang minta aparat berlaku humanis, tapi kenapa bukan Kapolri nya saja yang dicopot atau mengundurkan diri. Kejadian seperti itu juga bukan hanya ada di Jakarta dan Jawa Barat. Di provinsi lainpun pernah terjadi hal kerumunan yang serupa itu. Kapolda disana tidak tersentuh.
Jika anda muncul kepermukaan, siap-siap saja anda ditenggelamkan.
Pak Agum Gumelar juga mengalami hal yang sama dulu. Jadi korban konspirasi kekuasaan pada masa lalu.
Pak Ali Sadikin juga mengalami. Anda tak boleh strenght. Anda tak boleh terlihat kuat. Anda harus lebih kuat lagi baru anda bisa tetap keatas. Tapi menghadapi konspirasi tak akan semudah teori.
Anda harus punya kontra strategi yang hebat. Mereka itu pandai dalam membuat konspirasi atau taktik maka anda harus siap juga dengan taktik strategi sendiri.
Gak bisa prontal seperti ini. Harus ada cara yang jitu yang rahasia.
Pada akhirnya kita tutup dengan do'a semoga NKRI semakin hari semakin juara. Pak Nana dan pak Rudy harus sabar dan Alhamdulillah beliau berdua legowo menjadi korban saat ini. Pak Emil juga harus tangguh dalam menghadapi ujian demi ujian yang terus menghadang.
Kita berdo'a tiada lain demi kebaikan bangsa Indonesia yang milik kita semua dari Aceh sampai Papua.
Wassalam
0 Komentar