Curug Cialing Pasir Padang

Curug Cialing adalah sebuah curug yang tidak tersembunyi tapi masih tersembunyi dari jagat maya. Ia terletak di timur Wado, sekarang masuk ke wilayah kecamatan yang baru pecahan dari Wado. Tak jauh dari Cibala Kirisik.

Jalan kesana memang masih keriting, dari dulu tahun 90an, hingga saat kita ke sana tahun 2016an dan sekarang tahun 2020 akhir.

Dari Wado kita akan ambil jalan yang menuju ke arah timur yang menuju ke Bantarujeg Majalengka. Bendungan Jatigede sudah setahun ini digenangi. Pepohonan terlihat masih terlihat di tempat-tempat yang tergenang, dibiarkan mati sendiri.

Wado benar-benar menjadi kota yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Setahun yang lalu tahun 2015 kita masih bisa lewat ke daerah Cisurat. Daerah Cisurat itu kini sudah tenggelam. 

Daerah Cisurat itu adalah persawahan antara Darmaraja dengan Wado, disana adan dua jembatan yang akan kita lewati. Keadaan persawahan disana sangat subur karena dia berada di dekat dari Sungai Cimanuk yang airnya deras hampir sepanjang tahun. Hampir tak pernah kering. Disisi sawah dan jalan tersebut berdiri beberapa pohon kelapa, dengan latar persawahan dan sungai Cimanuk yang berbatu dan cukup lebar. Itu adalah pemandangan yang sangat bagus untuk dilukis.

"Photo salah satu Sudut Cisurat sebelum digenangi ini kurang indah, justru di tempat yang lebih indah tak sempat di photo"

Sayang memang penulis terlalu malu untuk berphoto di lokasi tersebut, sebelum jalan tersebut sekarang tergenang Jatigede untuk "selamanya".

Kali ini aku berangkat dengan sohib dalit sejak kecil, kami berdua berangkat dengan menggunakan motor kesayanganku, si orange. 

Kita sampai di Wado belumlah terlalu siang, karena jarak dari kampungku mungkin hanya sekira 30-50 menitan saja. Kita sengaja dari Wado itu berhenti dulu ditugu persimpangan jalan yang dulu menjadi pertemuan jalan wado dengan jalan yang menuju ke Dayeuh Leumpah. 

Disana kita berhenti dulu untuk melihat genangan Jati Gede yang sudah hampir merendam Jembatan Cimanuk. 

Rumah-rumah berantakan karena ditinggal pemiliknya. Tembok-tembok masi tersisa dimana-mana disekitar tugu itu. 

Sampah-sampah seperti sendal bekas, boneka mainan dll berserak di sepanjang garis genangan Jati Gede itu disana. Membuat pemandangan seperti daerah yang memang sedang tenggelam. 

Atap-atap rumah bebrapa dibiarkan tenggelam, hanya tinggal rangka bambunya saja. 

Kita hanya bisa menonton semua pemandangan yang tersaji saat itu. 

Baru setahun semua daerah itu digenangi. Baru beberapa bulan saja hingga bisa hampir penuh seperti saat ini. 

Bebepara masyarakat memanfaatkan hal tersebut untuk memancing atau menjaring ikan. 

Tentu saja ikan masih cukup sulit didapat, walau juga ada beberapa yang mendapat banyak ikan. Itu mungkin tergantung keberuntungan dan kepandaian memilih lapak. 

Beberapa hasil tangkapan ikan dijajakan dan dijual. Kita mau beli juga sebenarnya, tapi gak jadilah karena ribet bawanya karena kita masih mau lanjut jalan-jalan ke arah lainnya.

Jalan-jalan kita kali ini memang hanya jalan-jalan gak tentu arah. 

Setelah puas mengamati genangan Jatigede yang baru itu, lalu kita lanjut ke arah lainnya. Kita hanya mau menuju ke Bantarujeg sebanarnya, tapi kita belum mengenal jalan, jadinya kita masuk saja ke jalan yang kita temui. Dari wado naik kearah yang menuju Malangbong.

Diatas sana ada jalan yang belok kiri, kita menuju kesana. Terus saja ikuti jalan itu yang kami mengira itu adalah jalan yang akan menuju ke Bantarujeg. 

Jauh juga kita menyusuri jalan tersebut, melewati kebon, sawah dan beberapa perkampungan. Yang penting kita ikuti saja jalan yang ada. Kalaupun nanti salah tinggal kita balik lagi, begitu aku bilang ke temanku itu.

Syahdan....setelah jauh jalan yang kami tempuh, setelah sekian puluh menit kita lalui. 

Dan setelah aneka medan jalan yang menanjak, menurun tajam, jalan tanah, jalan berbatu dan jalan beraspla kampung sepert itu, akhirnya kita sampai juga di suatu tempat yang menurun lebih landai dan pemandangan juga lebih terbuka. 

Ada sebuah warung dari bilik disana. Katanya, ini adalah daerah Pasir Padang. Pasir adalah bahasa Sunda yang berarti bukit dan Padang dalam bahasa Sunda itu berarti adalah Terbuka Pemandangannya. Jadi kalau dialihbahasakan Pasir Padang adalah Bukit yang memiliki Pemandangan terbuka ke segala arah atau ke beberapa arahnya. 

Ya memang, dari bukit Pasir Padang itu pemandangannya terbuka ke banyak arah, Didepan sana adalah pemandangan lembah di belakang dan sisi kirinya adalah pemandangan Perbukitan yang lebih tinggi, sementara di arah kanan adalah perkebunan warga yang berupa kebun Singkong dan pepohonan lainnya. 

Kita tak cuma berdua yang saat itu ada disana. Ada beberapa orang lain yang sama sedang rekreasi disana. Memandangi view Jatigede dan sekaligus Curug Cialing dari kejauhan. Lumayan Indah.

Hamparan bendungan Jatigede bisa kita lihat secara hampir utuh dari tempat ini. Itu adalah view yang bagus sekali. dan di sisi kiri atau di belakang kita adalah pemandangan dari aliran Curug Cialing yang terlihat memutih diantara lebatnya pepohonan di antara perbukitan disana.

Tentu saja kita penasaran juga ingin melihat Curug itu. Motor kita titip di parkiran yang tersedia di warung tadi. Jalan menuju Curug mungkin akan cukup jauh juga, walau nampaknya itu tidaklah terlalu jauh.

Menuruni beberapa petak ladang, hingga kita sampai di aliran selokan yang akan kita susuri. Selokan itu adalah akses yang menuju ke Curug Cialaing. 

Tentu sebuah solokan sudah dibuat seperti itu, landai dan relatif mudah untuk dilalui. Gak perlu naik turun petak sawah atau ladang. 

Kita ikuti saja jalan setapak yang datar disepanjang selokan tadi. Akhirnya kita semakin dekat juga dilokasi yang dituju.

Rupanya curug itu berada di tempat yang lebih rendah dari selokan ini. Kita harus menuruninya, meliwati gawir-gawir yang tak ada titiannya. mendlosor hanya berpegang kepada ranting-ranting pepohonan yang kecil. 

Kalau perempuan mungkin tak akan bisa lewat jalan itu, hanya beberapa yang sudah biasa atau terlatih saja mungkin yang bisa ke bawah sana. Sepatu atau jaket yang membuat ribet kita buka dan kita simpan disembunyikan di balik dedaunan digawir itu. Kita pakai juga malah menyulitkan kita.

Ya....Curug ini memang cukup deras airnya. Cukup bagus juga. Tapi nampaknya Curug ini seperti "Beungeut Gunung", Dari jauh terlihat sangat indah, kalau dari dekat tak seindah itu.

Mungkin karena beberapa batu besar menghalangi pemandangan dari dekat. Sehingga menyulitkan kita membuat sudut yang baik untu di pandangi atau dipotret.

Sebenarnya curug ini cukup indah juga jika tempat itu dikelola atau dibuat lebih rapih. Akses juga harus dibuatkan jalan setapak kesana. Tentu akan membuat curug itu semakin ramai dikunjungi orang.

Tapi ala kulli haal....tempat curug Cialing itu adalah hadiah terindah untuk hari ini. Kita bisa juga memandangi berbagai view dari sepanjang perjalanan kita tadi. Beberapa photo kita hasilkan disana. Bagus untuk kita pajang di album kisah perjalanan kita. Journey Start Here. Perjalanan akan dimulai disana.

Beberapa menit saja kita nikmati Curug Cialing itu. Rasa penasaran sudah tercapai. Kalau kita kurang jeli, bahkan kita akan kesulitan menemukan jalan yang menuju ke bawah curug itu, karena memang tak terlihat ada jalan atau aksesnya. Petunjuknya hanyalah berupa jalur yang tak seperti jalan setapak, itu lebih mirip seperti bekas menurunkan batang kayu. Seperti itu.

Itulah Journey kita yang tak sengaja kita temukan. Pasir Padang dan Curug Cialing.

Alhamdulillah....wawasan kita bertambah lagi.




Posting Komentar

0 Komentar