Cebong vs Kampret (revisi)

Sedikit flasback....

Sekarang ini ada dua kubu besar. Kampret dan cebong.

Saat pilpres 2019, kang Emil bahu membahu menjadi pendukung pak Jokowi, ya karena itulah setiap kita harus memilih dan punya pilihannya sesuai pengetahuan dan keyakinan dihatinya masing-masing. 

Bahkan hingga hari ini tugas kang Emil 50% adalah mendukung kebijakan pusat, dan 50% membuat inovasi untuk 100 persen kemajuan Jawa Barat dan Indonesia, dan itu mengharuskan kang Emil sebagai gubernur Jabar itu, menjadi penyambung 2 lidah...lidah pusat dan lidah daerah/rakyat. Sehingga posisi itu menjadikan seorang Gubernur harus multi tasking...menjaga kepentingan Nasional di provinsinya, dan juga menjadi ABDI bagi rakyat di daerahnya.

Sehingga mendukung pak Jokowi dengan 100 persen tapi bukan berarti mendukung secara yang membabi buta. Jika ada salah atau keliru ya tetap harus saling mengingatkan (sebagai bentuk laporan dari daerah/bawah), demi kemaslahatan Rakyat, Bangsa dan Negara.


Soal Bhineka Tunggal Ika juga.

Kita itu gak peduli dengan basis partai apapun, yang penting itu adalah harus "berbasis akal sehat", yang lurus-lurus saja. Soal perbedaan-perbedaan agama, suku, partai, kebiasaan, akhlak dll, yaitulah dunia yang Allah ciptakan. Beraneka ragamnya. Kita justru harus hadir ditengah-tengah keberagaman tersebut dan menjadi bagian dari poros berkolaborasi, poros persatuan, poros kerjasama dengan siapapun itu, walaupun itu dengan yang berbeda agama, beda partai dst...mereka semua sama manusia, penciptanya sama yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Kita juga tidak anti PDIP, GOLKAR, DEMOKRAT dll. Semua itu hanyalah bagian dari anak bangsa ini...tentu, diantara adik kakak pun, ada yang baiknya ada yang kurang baiknya, dst. Kita berusaha harus mengayomi semuanya, karena itulah sulitnya jadi khalifah/pemimpin dimuka bumi ini....penuh tantangan, harus mengedepankan semangat saling menghargai, dst.

Manusia memang begitu. Kita hanya berusaha mewarnainya. Yang buruk kita warnai jadi lebih baik, yang baik kita rawat jadi lebih berkilau, maka jadilah pelangi yang indah memukau. 

Misal saja kita tak mau pilih suatu partai tertentu, ya kita tinggal pilih saja partai yang kita suka dan tidak perlu menyerang partai yang tidak kita sukai, karena itu tidak produktif dan kita tak bisa memaksa pendapat harus sama... kita juga sadar baik dan buruk selalu ada hadir didunia ini, jangan seperti KAGETan dengan adanya perbedaan. Perbedaan hadir untuk dipersatukan dalam ikatan yang sama, dalam kesepakatan negara kita, Negara Pancasila. 

Bukan berarti kita menjadi pasif. Tapi seperti yang dilakukan para "guru bangsa" kita, Gus Dur misalnya, beliaupun saat kegaduhan reformasi 1998-1999 lalu, merangkul ibu Megawati yang saat itu jadi lawan politiknya, dengan begitu maka bangsa kita jadi belajar tentang kebersamaan,  kolaborasi, menjadi lebih konsentrasi untuk hal positif bagi kebaikan negeri dan juga sekaligus bisa mengurangi priksi dan ekses negatif dari akibat pertentangan yang ada yang seringkali itu bersifat kekanak-kanakan, rebutan kekuasaan, rebutan kue, dst. Itu ilmu pemahaman kita harus menjangkau sejauh itu, atau lebih dari itu. Agar bisa bijaksana. Contohlah tokoh-tokoh besar yang pernah ada lainnya, KH. Hasyim Mujadi, ahli agama, seorang kyai yang mlotok tentang kitab gundul, juga sama merangkul semua pihak dan tidak menjadi konprontasi terhadap sesama anak Negeri. Kita harus terima perbedaan, sebab kalau mau tak ada pertentangan faham dll itu bukan alam dunia lagi namanya, itu alam surga. 

Bahkan manusia terbaik, Nabi Muhammad SAW pun, merangkul semua suku dan agama yang ada saat itu, untuk kemudian sama-sama mendirikan dan memajukan Negeri Madinah. Soal kemudian orang Yahudi khianat yang malah bekerjasama dengan pihak musuh bangsa, pihak penyerang dari luar negeri, itulah kesalahan Yahudi sendiri yang mengakibatkan mereka kemudian berhadapan dengan Negerinya sendiri, menjadi lawan bangsa Madinah dibawah pimpinan Nabi dan yang terdiri dari suku bangsa dan agama lain di Negara Madinah saat itu. Sejak itulah bangsa Yahudi terusir sendiri karena kesalahannya sendiri menjadi pengkhianat bangsa Madinah. Yahudi bergabung dengan penyerang Madinah, dan mereka kalah.

Misal di Indonesia ada pengusung khilafah dll...itu, bukanlah yang pertama terjadi, ..dari dulu juga ada NII, DI/TII dll. Alhamdulillah mereka semua sudah diberangus. Dulu ada PKI, mereka sudah diberangus juga.

Dua idiologi itulah musuh yang pernah ada. Yang selain dari itu, yang masih cinta NKRI, kita akan menganggap mereka sebagaimana satu keluarga besar, yang mungkin saja ada beberapa ANAK YANG NAKAL, dst yang perlu dibina. Jadi, dalam pilprespun sama, kita hindari pertentangan yang menjurus perpecahan bangsa ini. Kita tidak ada di tengah antara cebong dan kampret semata, diantara kita mungkin adalah mantan cebong dan juga mantan kampret, itu yang sekarang harus kita kurangi pertentangannya. 


Cebongpun jadi buruk jika dia sudah terlalu fanatik sebagai cebonger. Kemoretpun sama, jika kemudian terlalu membabi buta dengan kekampretannya. 

Perjuangan kita sekarang adalah....menjadikan kita Negeri Akal Sehat, Negeri Baik-Baik, bijak dan namun tetap tidak Naif. Bukan antara hitam dan putih, tapi hitam dan putih itu akan tetap selalu ada. Dan kita pilih yang merah dan putih saja. Itulah Persatuan Indonesia.

Kita harus menjadi lebih bijak. Bijaksana.


Dan.....

Dan ingat, banyak saudara atau teman kita (rakyat Indonesia) yang sifatnya hanya terbawa-bawa saja.  Gak memahami sampai urusan detail, apalagi politik dan dalil agama. 

Yang mesantren dan lulus jadi ustad itu sedikit. Banyak di tengah masyarakat kita yang kenal agama baru sebagiannya saja. Seperti orang buta yang tak kenal gajah secara utuh.

Untuk bisa lebih mendekati kebenaran itu tidak mudah karena semua kita punya ilmu yang berbeda. Diantara satu partaipun boleh jadi ada perbedaan pemahaman dst. Rakyat itu bukan semua ilmuwan.

Oleh karena itu. Semangat kita harus sama, yaitu Gerakan Akal Sehat. Inilah yang harus terus kita perkuat. Belajar lebih bijak lagi dari kemarin.

Beragama yang baik adalah beragama yang sejalan dengan akal sehat. Bernegara yang baik pun adalah bernegara yang berada dijalan akal sehat. Tidak fanatik golongan, partai, dst.

Tujuannya sama. Kebaikan, kesejahteraan, keserasian, keselarasan, kedamaian, dst.

Jika ada benalu, maka tugas kita menyianginya. Menjauhkan penyakitnya, supaya tidak menyebar. Jika ada penjahat, peruksak negara, peruksak agama, maka tugas kita untuk meluruskannya dan atau mencegahnya, menolaknya.

Tulisan ini, hanya tulisan santai. Hanya obrolan saja.

Sekian....dan terimakasih serta mohon maaf bila ada salah kata dll. 


Aku Indonesia
Cinta Indonesia


Maret 2021

Posting Komentar

0 Komentar