Curug Malela

Sudah sejak lama sebenarnya ingin jalan ke curug Malela ini. Curug yang sudah viral sejak bertahun-tahun yang lalu. Mungkin sejak 5 atau 4 tahun yang lalu.

Dimasa 5 tahun yang lalu itu, kita memang punya geng touring. Geng touring terbaik yang pernah aku miliki. HTC, Henjaya Touring Club. 

Personil intinya ada 4 orang saja, saya, koko, bono dan terakhir andiyar. Pernah beberapa kali ada anggota lainnya, pa wawan pernah kita touring ke Santolo, atau dilain waktu ada juga Dani, touring ke Santolo juga. 

Masa-masa itu serasa tak akan terulang lagi. Kita sudah berpencar sekarang. Sudah beda lagi kehidupannya. Masa-masa itu hanya tinggal kenangan saja. 

Mungkin berharap suatu hari bisa reunian lagi. Tapi entah kapan, mungkin itu hanya sebuah harapan atau angan-angan semata. Kenangan memang kadang terasa indah dan sulit untuk dilupakan. Tapi waktu sungguh kejam, tak ada kompromi, semuanya telah dibuatnya menjadi kenangan masa lalu yang sudah berlalu.

Dari sejak masa-masa itu, kita sebenarnya punya terbersit niat ingin ke curug Malela ini. Tapi bertahun tahun semua itu tak jua menjadi kenyataan. Rencana tinggal rencana, apa daya tangan tak sampai.

Hari ini, jum'at ini datang kesempatan itu kepadaku. Hendak touring ke sana, ke curug Malela itu.

Start dari Cikawunk melalui Cangkring, lalu ke Munjul. Dari Munjul lalu kita ambil ke kiri menuju arah Manggahang yang menuju Banjaran.

Jauh sebelum sampai di Banjaran, ada jalan persimpangan yang ke kanan. Entah jalan apa itu, kita ikuti saja jalurnya yang kemudian berujung di sekitar daerah Rancamanyar. Dari simpang tiga tersebut kalau ke kanan adalah ke utara ke perumahan Rncamanyar dan kalau ke kiri maka itu adalah jalur menuju ke Banjaran dsk.

Ya memang kali ini saya mutar-mutar jadinya. Harusnya tadi tidak belok dulu, harusnya lurus saja nah barulah belok di daerah simpang Pameungpeuk ini, baru akan lebih dekat. 

Tapi memang niatnya mau sambil buka jalur baru, mencari jalan baru yang bisa saja lebih dekat. Ah harusnya bisa lihat map dulu, baru jalan. Harusnya begitu. Tapi kalau sudah di jalan suka gak tenang kalau dadakan buka map, jadinya kita ngabolang saja, learning by doing.

Jalan ini dulu pernah kita lalui juga, bedanya kalau dulu masuknya via Dayeuhkolot yang melewati rumahnya istrinya andiyar...itu daerah apa ya.. pokoknya kalau dulu jalan itu kalau musim hujan suka tergenang banjir. Saya lupa namanya, itu jalan adalah beberapa bagian diantaranya adalah menyusuri bantaran sungai Citarum. Cuma di pertigaan Rancamanyar dekat jembatan itu, biasanya suka macet total jadi kami hindari itu.

Tak terasa kita sudah melewati SMAN 1 Pameungeuk, jalan kampung yang tembusnya nanti di Kopo. 

Nah sesampainya di jl. Raya Kopo Karapang kami belok kanan akan menuju jalan alternatif ke jalan Pameuntasan. Dari sana kita lurus saja hingga tembus ke Gajah Mekar. 

Tibalah kita dipersimpangan jalan Soreang-Cipatik Cimahi. Tentu belok kanan yang menuju Kutawaringin menuju arah Cililin.

Sesampainya di Cililin, atau tepatnya dipasar Cihampelas kita tetap ikuti saja jalan utamanya. Karena patokan kita adalah jalan yang menuju ke Cililin. 

Sampai hari ini, saya sebenarnya masih belum hapal kota Cililin itu yang mana, yang Cihampelas tadi atau yang mana. 

Mungkin kota Cililin itu adalah yang ini, bukan yang Cihampelas tadi. Tapi sepertinya pasar Cihampelas memang lebih ramai dibanding Cililin ini. Entahlah saya gak begitu yakin karena hanya lewat saja.

Ya, saya ingat sekarang, patokannya adalah Jembatan ini, jembatan yang harusnya dibawah sana itu adalah bagian dari genangan danau Cililin. Namun rupanya sudah satu atau dua tahun ini danaunya kering, setahun yang lalu terakhir kesini, danaunya sudah kering seperti itu. Tuh bisa kita saksikan ada kapal terdampar, itu normalnya, seharusnya tidak terdampar begitu. Hanya karena danaunya saja yang saat ini kekeringan jadi seperti itu.

Tak jauh dari jembatan ini, belok kiri, sampailah kita di sebuah keramaian kota kecamatan Cililin. Tandanya ada Alun-alun dan pertokoan.

Lewat alun-alun Cililin kita ikuti petunjuk jalan yang menuju Gununghalu, jangan yang kearah lain, karena itu adalah ke Saguling.

Lurus saja ikuti jalur utama Cililin Gununghalu.

Bukan kali ini saja sebenarnya kita kesini, sudah dua kali kami ke Cililin ini, ini yang ketiga. Dulu kita jalan ke Saguling, dan di awal tahun ini kita juga jalan ke darmaga untuk kuliner. 

Jadi sudah tak terlalu atog-atogan, gak kesasar. 

Ke Gununghalu pun bagi saya ini juga bukan yang pertama. Dulu pernah ada kerjaan di daerah itu. Tapi itu sudah lama, 7 tahun yang lalu. Jadi ya ingat-ingat lupa gitu.

Dari Gununghalu atau tepatnya daerah Sindangkerta, kita buka map, rupanya ke curug Malela masih cukup jauh. 

Ya...kesana memang baru kali ini bagi kami. Atau bagi saya pribadi.

Jalurnya memang sepi dan lumayan sejuk juga disini. Ini ada kebon teh juga rupanya, ada wanawisata juga dll, yang rupanya sudah tidak dikelolaa lagi karena musim corona. Ada kebon pinus yang teduh dan jalan yang cukup berkelok.

Ini masih cukup lama menuju waktu jum'atan. Bisa beli pertamax dulu, dan bisa BeABe dulu. Sudah pangseung, sudah gak bisa ditahan.

Sudah selesai itu, kami lanjut perjalanannya. Hingga sampailah disuatu kota kecamatan yang seperti kota kecamatan baru, ada kantor kepolisian, kantor kecamatan, koramil dll.

Mesjidnya cukup besar, sangat gagah apalagi lokasinya diatas sebuah bukit sehingga terlihat dari kejauhan.

Waktu jum'atan telah tiba. Kita sholat dulu disini. 

Wah adem airnya. Sejuk membasuh kulit telapak tangan, wajah, tangan kiri dan kanan, rambut dan kulit kepala, kuping dan juga kaki. 

Segaaar. Segaar sekali.

Nikmat mana lagi yang akan kita dustakan...?!?.

Nikmat berwudlu adalah karunia yang sungguh menyegarkan tubuh dan pikiran kita. Terasa segar dan terasa jagjag/sehat.

Namun alunan ayat suci yang terdengar, juga ceramah yang seperti buaian sebelum tidur, membuat kantuk yang tak tertahankan. Jum'atan adalah ibadah yang nikmat, yang kadang seringkali hingga membuat kita tak sadarkan diri, tertidur dalam duduk bersila. Lagi-lagi nikmat manakah yang akan kita dustakan...?!....

Shabatku semua. Jum'atanpun seperti sebuah istirahat saja. Lebih dari istirahat. Bangun manakala muraqqi mengumandangkan iqomah....siap-siap berdiri untuk dua rakaat.

Nikmatlah hidup kita itu. Damai dan tercerahkan.

Aku turun dari mesjid ini, kebawah ke jalan berhotmik itu. Bersama motorku. 

Disana ada mie ayam yang tentu cocok karena serangan rasa lapar sudah menyerang.

...............................................

.............................

Makan sudah kitapun lanjut ke perjalanan. 15 menitan lagi katanya. Kata si mas warung tadi. Orang Solo yang sudah 20 tahun tinggal disini. Mereka bertiga saja, Si mas, istrinya dan satu anaknya. Anaknya sebenarnya ada tiga. Yang satu sudah bersuami tinggal di Bandung, dan yang satu dapat suami di kampungnya di Solo sana.

...................ini yang anak lelaki yang belum menikah. 

Katanya, lurus saja, nanti dipertigaan belok kanan, jangan yang lurus yang ke jembatan. Nah ketika sudah bertemu dengan persimpangan lagi, ambil yang kiri agak menurun. Ini adalah kecamatan Rongga. Ikuti jalan kampung ini, melewati perkebunan dan perdesaan. 

Akhirnya sampai juga diujung jalan ini. Sebuah tempat yang cukup untuk sepuluh mobil dan beberapa motor. Dikeliling oleh warung-warung dan sebuah pohon besar yang rindang. Cukup teduh untuk sejenak minun air kelapa muda sambil tanya-tanya arah dan jalur.

Itu jalannya, jalan setapak yang menuruni anak tangga dengan pepohonan dikiri kanannya.

Lokasi curugnya ada dibawah sana.

.........Sudah habis dewegan itu, kitapun mulailah tracking menuruni jalan setapak itu. Mula-mulanya landai, lalu kemudian curam dan sangat curam dan cukup jauh.

Hmm..berkeringat juga, yang tadinya dingin jadi terasa gerah. Baiklah sebaiknya kita buka jaket dan rompi, kita titip di warung saja sambil beli cemilan permen, kwaci.

Yaah...curug itu sudah nampak ada dilembah sana. Ada beberapa saung pandang yang dibangun permanen terbuat dari tembok beratap beton. 

Fasilitas yang membuat tempat ini terlihat cukup profesional. Setidaknya terkesan ada pengelolaan atau perhatian dari negara.

Ya...fasilitas-fasilitas itu sengaja dibangun pemdaprov beberapa tahun yang lalu, sebelum covid-19 menyerang. Dulu tempat ini booming, banyak pengunjungnya.

Sebenarnya sekarangpun sudah cukup ramai katanya, tapi biasanya di hari sabtu dan minggu. Kalau jum'at seperti ini, ya sepi hanya ada satu rombongan ibu-ibu tadi yang pas kami tiba di atas tempat parkiran pas mereka naik dari bawah...(yaiyalah kalau turun baru dari atas).

Nah...jadinyA suasananya hanya kita berdua. Sepi.

Ada warung memang, ada beberapa tukang ojeg juga. Jadi kita tak benar-benar berdua disini.

Wowww...curugnya memang oke. Dan momentumnya juga pas banget karena airnya terlihat jernih tak seperti dibeberapa photo internet yang kebetulan sedang keruh.

Hari ini terlihat sempurna, sepi hanya milik kita berdua, airnya bersih dan terlihat sejuk, cuaca juga "haleumheum aleum" alias teduh. Ada beberapa pemancing memang tapi itu di bawah curug sana.

Puas kita berlama-lama disini. Spot photonya juga tersedia dengan berbagai backgraund. Kamu harus main kesini....

Curug Malela memang indah mempesona. Jabar memang juara. Jabar memang tiada lawan. Karena yang ada semua kawan, semua teman. Hmmmm.

.................

...................terima kasih kang Emil yang telah mempercantik curug Malela ini sehingga menjadi layak  untuk jadi tempat wisata, sangat puas jalan-jalan kesini. Dihari ini.

Demikian saja perjalanan kita hari ini. 


Pulang beda lagi urusannya. Ada orang bilang ini Curug Malela memang pulangnya cukup Malelahkan..!!, nanjak bro...tapi gpp itu malah bagus untuk membakar lemak yang berlebih.


Salam Juara

Wisata, di Indonesia saja. Cintai Indonesia, tidak nyampah dan jaga keindahan alamnya. 

See u next...

Bye.e....






Posting Komentar

0 Komentar