Candi Cangkuang

Ini mungkin satu-satunya candi yang ada di Jawa Barat yang terbuat dari susunan bebatuan. Yang kita ketahui. 

Tak seperti di Jawa Tengah, maka di Jawa Barat ini, sangat jarang ada komplek candi seperti ini. Candi-candi di Jawa Barat umumnya terbuat dari susunan batu bata, seperti yang ditemukan di persawahan Karawang dan di Kabupaten Bandung.

Sebenarnya mungkin saja masih ada candi-candi lain yang belum ditemukan. Seperti didaerah Sapan Bandung, disana ada juga semacam candi mini yang hanya berupa tumpukan batu setinggi setengah meter, lebar sekitar satu meter persegi. Itu juga kita gak tahu apakah masih ada atau tidak di hari ini. Soalnya ketika coba susuri lokasi disana kok gak ditemukan lagi. Apa sudah ditutup benteng atau bagaimana.

Candi Cangkuang Garut.

Itulah tujuan kita pagi ini, menuju ke sana. 

Sebenarnya tadi kita gak niat kecangkuang itu. Tapi hanya mau jalan saja ke Garut dan lalu pulang via jalan yang lain, via Kamojang. Mau cari udara segar saja.

Tetapi sesampainya di Leles ini kita berubah pikiran. Mau ke Cangkuang saja. 


Ya..akhirnya kita putar balik 300-400 meter dari alun-alun Leles. 

Ini jalannya yang belok kanan jika dari arah Garut, tepat di jalan utaranya alun-alun Leles. 

Lurus saja ikuti jalan kecil tersebut. Ini beberapa tahun lalu bersama grup hen jaya kita pernah jalan kesini. Suasana jalan mungkin saja sudah tidak sama lagi. Jadi musti tanya orang dulu kemana arahnya, daripada salah kan....

Ya...ini jalan yang benar. Gak terlalu jauh kok dari alun-alun Leles, mungkin 3 atau 4 km saja jaraknya. 

Jalan disini memang sudah berubah. Dulu belum ada jalur lingkar timur Kadungora-Leles. Jadi sebenarnya, tadi kita bisa kesini lewat jalur lingkar ini tapi memang jalannya belum tuntas, masih berupa perkerasan atau pondasi atas berupa batu kerikil atau batu split yang dipadatkan.

Nah lewat dari persimpangan jalan baru itu, kita masih lurus. Gak terlalu jauh.

Nah dari kejauhan situ Cangkuang itu sudah dapat kita lihat. Ia berada disebelah kanan jalan. Ini jalan desa ya, jalan yang kecil, tapi mungkin bus juga bisa kesini. Terutama bus bus kecil.

Nanti ada tempat parkir tak jauh dari gerbangnya. Dulu sih belum ada tempat parkir khusus, atau mungkin sudah penuh sehingga dulu kami kebagian parkir di pinggir jalan saja. Saat ini kita saksikan ada tempat parkir khusus, terutama untuk roda dua. Kalau untuk roda 4 sih seingat saya dulu juga sudah ada, walau masih berupa tanah lapang begitu.

Nah itulah gambaran kondisi akses dan tempat parkirnya. 

Bayar karcisnya juga murah ternyata. Dulu sudah lupa lagi. Ini hanya Rp. 5000 saja per orang. 

Sudah diperiksa suhu tubuh, lanjut kita menuju dermaga penyebrangan. 

Ya, kita akan naik rakit dahulu sebelum sampai ketepian sana.

Rakit ini memang hebat. Ia dibuat dari susunan bambu-bambu yang panjang. Mungkin ada 30 susunan bambu yang diikat oleh kawat anti karat dan dijepit oleh bambu dan besi beton dibawahnya. Lancip didepan dan dibuat agak kembung ditengah. 

Kita perhatikan ada banyak juga jumlah rakit yang beroperasi disini. Kalau gak keliru hitung ada 25 rakit besar dan ada juga beberapa satu atau dua rakit kecil yang dibuat dari susunan 3 atau lima bambu saja, cukup untuk angkut 2 atau 3 orang mungkin.

Kalau kita lihat sejarahnya, dulu situ Cangkuang ini lebih luas dari yang tersisa saat ini. Katanya dulumah situnya mengelilingi komplek Candi itu. Kalau saat ini hanya tersisa di sisi bagian utara dan timurnya saja. Sisi selatan dan baratnya sudah beralih fungsi menjadi persawahan penduduk.

Sangat disayangkan kan ya...?!?.

Coba kalau situnya masih seperti dulu, mungkin tempat ini lebih menarik lagi. Bisa keliling kampung pulo yang ada candinya itu.

Saya hitung hanya 5 menit saja, rakit sudah sampai di kampung pulo. 

Ada bakar jagung, cireng dll menyambut kedatangan kita di kampung pulo. Bakar jagung mungkin cocok untuk kita kali ini. Pasti enak karena sudah lama tak ketemu bakar jagung. 

Ya...yummi memang. Rasanya pulen dan butir jagungnya juga cukup besar dan padat sehingga mudah di pocel pakai jari. Enak sekali kok.

Hah, coba tadi beli 2. 

Candi ini dinamai candi Cangkuang. Sama seperti nama situ yang tadi kita lalui. 

Pintu masuknya agak memutar ke arah kanan dari dermaga. Alias ke arah barat, melewati deretan penjual aneka dagangan aksesories, oleh-oleh khas pasundan seperti ulekan kayu kelapa, gantungan konci, miniatur candi, kaos bergambar candi dll.

Habis itu barulah ada post pemeriksaan tiket masuk lagi. Tiket kita tadi dimintanya lagi disini. Jadi saat ini kita gak pegang lagi bukti pembelian tiketnya itu. 

Kita memasuki komplek kampung pulo. Ada deretan 6 buah rumah, sebelah kiri tiga, kanan juga tiga berhadap-hadapan. Ditengahnya adalah halaman yang cukup lapang dan sebuah mushola ada di bagian barat dari halaman itu.

Nah kita menuju ke arah timur halaman. 

Memasuki pintu gerbang komplek cangkuang dan menaiki beberapa anak tangga dengan lantai terbuat dari susunan bebatuan hitam yang disemen. Tertata bagus, membuat tampilan komplek candi jadi terlihat megah berwibawa.

Boleh kamu berphoto dulu di spot ini. Hasilnya akan cukup bagus. 

Disamping selatan candi ada makam penyiar islam dimasa lalu (mbah dalem Arief Muhammad), dan di selatannya lagi adalah museum cangkuang.

Candi ini memang tak besar, hanya sekira 6 atau 8 meter tingginya. Lebar sekira 5 meter persegi. Ya, hanya segitu saja.

Tapi suasana disini cukup teduh kok sebab disekitarnya ada banyak pepohonan besar yang berusia puluhan tahun atau mungkin lebih.

Untuk lebih jelasnya boleh kalian berkunjung sendiri kesini ya...?!. 

Kalau beruntung, bisa bertemu turis asing juga kok.


Selamat berwisata ya

Tapi lihat dulu kondisinya ya, sebab di pertengahan Juni ini wabah corona dikabarkan mulai tersebar lagi. Jadi boleh cari waktu yang tepat. Tunggu hingga covid nya berlalu, atau hingga pengumuman pemerintah berikutnya ya...?!.


Salam piknik
Salam satu aspal

Cangkuang, 12 Juni 2021



Baca juga :

1. Cangkuang, "Garut The Province"

2. Citambur to Pangalengan

3. Ke Pangandaran Aku Kembali


Posting Komentar

0 Komentar