Syariat dan hakikat itu dua hal yang saling melengkapi. Ibarat tubuh dan ruh. Tubuh mati tanpa ruh. Ruh juga juga membutuhkan tubuh agar dia berdaya upaya.
Ibarat suatu negara. Negara juga butuh hakikat yang meruakan visi misinya yg berupa cita-cita idielogi dll. Dan negara juga butuh syariat yang berupa UU serta aturan-aturan.
Suatu negara tidak bisa berdiri tanpa visi misi ideologi serta tanpa undang-undang atau aturan hukum yang merupakan panduan untuk mencapai visi misi negara itu sendiri.
Suatu organisasi juga sama, dia tak bisa berjalan tanpa ada aturan. Aturan itu antara lain berisi rewards dan punishment.
Pencuri atau pembunuh tentu tak bisa dibebaskan berkeliaran tanpa ada funishment. Ia akan membuat keonaran, membahayakan bagi yang lain. Untuk itulah negara membuat aturan hukum. Ada konsekwensi dari setiap perilaku warga negara. Warga negara diwajibkan membayar pajak atas kekayaannya dll, itu juga aturan. Warga negara yang miskin berhak atas bantuan sosial, keringanan pembayaran listrik dll, itu juga suatu aturan atau istilah lainnya sebagai suatu syariat.
Dalam agama juga sama. Orang baik berhak mendapat ganjaran atas kebaikannya sesuai amal perbuatannya masing-masing, lahiriyah fisikly maupun batiniah keruhanian. Gak sama pendapatan orang yang kerja keras dengan yang pemalas. Orang yang rajin ibadah, tak sama dengan yang tak mau ibadah. Gak mungkin sama, perbuatan amalnya juga tak sama, hasilnya juga tentu tak sama.
Semua hal butuh aturan. Aturan itu ada karena segala sesuatu perlu keteraturan agar tercapainya sesuatu tujuan. Tujuan beragama apa...?!. Tujuan bernegara apa...?!. Tujuan berorganisasi apa..?!?.
Semua tujuan-tujuan yang ada, gak bisa dicapai tanpa ada langkah-langkah kerjanya yang teratur, terarah dan SPESIFIK. Harus spesifik. Ibarat SOP, Standar operation dan prosedur. Harus sesuai SOPnya. Agama juga ada SOP nya, yaitu syariat agama. Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Haji. Itu adalah SOP. Itu adalah panduan.
Setiap SOP pasti ada pembuatnya, penyusunnya. Ada DPR/MPR yang membuat undsng-undang atau peraturan-peraturan presiden, menteri dll.
Semua yang dinamakan agama juga sama. Ada aturannya masing-masing. Bahkan yang atheis juga sesungguhnya mereka punya aturan atau panduannya sendiri yang disudun oleh mereka sendiri. Keoercayaan juga ada bersama aturan-aturan kepercayaan ideologi mereka. Jadi memang segala sesuatu butuh aturan agar memiliki identitasnya sendiri.
Aturan Amerika tak sama dengan aturan Rusia. Dst.
Islam tak sama dengan Kristen, dengan Budha dll. Semua punya identitas masing-masing, punya kitab masing-masing. Kitab Weda, Injil, Al-Qur'an dll.
Tanpa aturan tak mungkin ada keteraturan. Semua butuh langkah kerja. Mencapai Tuhan juga sama, dia butuh tata cara, butuh perjuangan, kerja keras dan kerja cerdas agar tercapai harapan dan keinginan.
Adalah justru mustahil suatu keteraturan bisa tercapai tanpa adanya peraturan, tanpa syari'at, tanpa SOP. Pergi ke Cirebon misalnya juga perlu SOP. SOP cara naik kuda, gak semua orang bisa mengendarai kuda. Arah jalan yang harus ditempuh, ke barat atau ke timur atau kemana..?!?. Itu harus jelas dulu, gak bisa langsung jalan. Nanti gak sampai-sampai ke Cirebonnya.
Apalagi agama. Gak bisa asal. Semua ada syari'atnya.
Rukun Iman juga sama, dia adalah identitasnya orang beriman dalam agama Islam. Kenapa harus ada agama...?!?. Kenapa ada Kristen...?. Kenapa ada Islam...?!?
Itulah modul. Itulah panduan hidup. Manusia hidup butuh panduan itu. Manusia tanpa panduan, mereka akan berubah melebihi binatang. Kesemena-menaan, perkosaan, pencurian merajai, pembunuhan gak jadi soal. Dst.
Jadi ya, manusia sangat berhutang budi pada aturan agama itu. Manusia sangat berhutang budi pada punishment dan rewardst itu.
Orang sekolah juga ada nilainya. Orang ibadah juga ada nilainya. Pembunuh berantai, tak akan sama dengan pelindung masyarakat yang mengayomi dan cinta sesama. Wayahna we, semua sesuai apa yang kita perbuat. Bahkan urusan dunia pun juga sama. Yang rajin dan pandai kerjanya, tentu mendapat gaji yang gak sama dengan karyawan malas, sering absen, datang telat terus, sudah itu banyak melakukan kesalahan dst. Gak akan naik gaji, yang ada mungkin dibuang atau dirumahkan.
Surga dan neraka juga sama. Seorang penderma tentu sangat layak diganjar surga. Seorang pembunuh tanpa penyesalan tentu wajar jika dia mendapat siksa. Ya harus begitu. Itulah KEADILAN. Hasil sesuai perbuatannya.
Orang bertaqwa juga sama, dia bisa bertaqwa adalah hasil dari ibadahnya yang maksimal. Orang durjana, dia menjadi durjana karena sering berbuat durhaka tanpa perbaikan diri, dst.
Na'if jika kita berharap posisi tinggi tanpa adanya perjuangan, pengorbanan, dst. Tanpa ibadah, banyak berbuat salah, kejahatan dll, tapi cita-cita ingin masuk surga, ingin dapat kemenangan..?!. Kata orang sih......emang saudara punya orang dalam di surga sana...?!?.
Anda penyiksa anak orang, anda ingin dicintai ...?!.
Mimpi. Mimpi yang disiang bolong. Seperti itu juga surga dan neraka. Dapat penjara dan atau dapat istana, atau rumah biasa. Semua sesuai perbuatan mereka sendiri.
Anda ingin tinggal di istana. Ya jadilah presiden. Kalau saudara justru korupsi, membunuhi orang dll, ya wajar jika saudara dijebloskan ke penjara. Justru kalau sebaliknya, penjahat jadi presiden, orang baik dipenjara, maka negara itu akan menjadi negada yang tidak menyenangkan untuk ditempati.
Adil itu untuk kebaikan manusia juga. Ada surga supaya orang berlomba berbuat kebajikan. Ada neraka agar orang menghindari perbuatan nista dan atau durhaka.
Anda durhaka ke orang tua, wayahna, anda mungkin pasnya ada di neraka. Naudzubillaahi min dzaalik.
Demikian saja kongres pagi ini.
Bandung, 29 Juni 2021
0 Komentar