Ikhtilaful ummati rahmatun.
Perbedaan pendapat diantara umatku adalah rohmat.
Kata umat disini merujuk kepada para ulama karena para ulama itu juga adalah umatnya Nabi. Perkataan umum tapi maksudnya khusus.
Itulah bahasa, ia harus dipahami sesuai konteksnya, sesuai kepantasannya, sesuai tujuan atau maksudnya.
Ini adalah contoh bentuk pembelajaran dari Allah dan RasulNya supaya manusia dan terutama umatnya ini bisa membedakan konteks, tahu cara menempatkan suatu kata, makna dan kalimat. Tak harus dijelaskan pun sebenarnya orang bisa faham maksud tujuannya. Kecuali bagi mereka yang memang tak ada niat baik, pengennya berbuat sesat dst maka kalimat seperti itu adalah peluang baik atau celah dan akan dimanfaatkannya untuk membodohi umat.
Banyak kalimat "intrinsik" seperti itu yang kemudian dieksploitasi, dijadikan senjata untuk mengelabui dan menyesatkan umat manusia ini.
Kullu bid'atin misalnya, istawa 'alal arsyi misalnya, yauma akmaltu lakum diinakum misalnya, dll.
Jadi memahami suatu kalimat atau bahasa itu harus diteliti "murodi" nya apa, konteksnya apa, dst. Gunakan akal karena itu adalah perintah Allah SWT seperti sering kita jumpai dalam potongan ayat Al-Qur'an.... "La'allakum ta'qiluun"....agar kalian berakal, tambah akal dan menggunakan akal.
Kalau ikhtilafnya diantara sesama orang biasa atau apalagi juhala maka itu bukan lagi rahmat tapi mudorot. Ikhtilafnya juhala terhadap ulama disebut sebagai pembangkangan, sok tahu, menyelisihi atau tak tahu diri dll.
Hadist "Ikhtilaaful ummatii rahmatun". Jangan dijadikan sebagai pembenaran bagi mereka yang membangkang terhadap pendapatnya jumhur ulama. Itu yang seperti itu lebih tepatnya disebut sebagai suatu penyimpangan dan penyalahgunaan dalil.
Satu lagi dari maung tos ngora.
Bandung, 25 Juni 2023
0 Komentar