CAMPING WITH MY FRIENDS
at CITIIS, GUNTUR Mount
Perjalanan menuju ke Gunung dan
Hutan, selalu saja menarik perhatian. Bukan hanya penulis yang menyukai itu,
tetapi berjuta lainnya memiliki hoby yang sama juga.
Kali ini penulis diajak teman
untuk kemping di Kaki Gunung Guntur Garut. Tanpa berpikir lagi, penulispun
mengiyakan ajakan mereka.
Pada hari yang telah dijanjikan, kamipun bersiap untuk berkemping. Waktu itu penulis sedang berada di Sumedang. Dari Sumedang pun penulis berangkat menuju Bandung, tempat berkumpul kami di Al-Imarat Jl. Inhoftenk Bandung. Sudah cukup lama mereka menunggu, akhirnya kamipun berangkat menaiki Elf dari Jl. Mohammad Toha Bandung. Via tol kamipun bisa segera sampai di Cileunyi.
Sekira dua jam kami pun sampailah
di sekitar Kadungora Garut. Hari sudah sore waktu itu, sehingga diputuskan
untuk menginap di sana, ditempat saudaranya teman kami. Dari jalan raya
berjalan kaki sekira setengah jam kamipun sampai disana, hari sudah menjelang
maghrib. Aku merasa inipun sudah merupakan dari perjalanan kemping. Suasana
desanya yang terlihat sangat kental, sangat tradisional. Dingin dan banyak
balongnya.
Kami pun tidur dengan bertumpuk
dalam kamar yang gak terlalu luas ini. Tak terasa akupun sudah lenyap dalam
mimpi yang indah pada malam itu. Ya, dibuat indah sajalah...!
Pagi yang berkokok pun terdengar
dari luar sana. Kamipun terbangun, sholat dan bersiap untuk kemping yang
sesungguhnya.
Kami berempatpun pamitlah kepada
empunya rumah. Nuhun atas berkenannya, assalamu ‘alaikum. Tidak lupa pula kami
ucapkan terima kasih atas semua jamuannya, sungguh semoga itu dibalas dengan
balasan yang sebaik balasan. Amin.
Kembali lagi lah kami harus
berjalan kaki ke arah yang sama seperti kemarin. Naik lagi kendaraan, sekira
lima kilometer, sampailah kami di Leles. Dari sana kamipun menyebrang jalan
menuju ke Citiis di Gunung Guntur.
Perjalanannya kelihatan dekat, la
wong kelihatan gunungnya kok...!, selangkah demi selangkah kamipun berjalan
kaki. Dengan berbekal makanan ringan dan air mineral dari Leles, dan dengan
penuh semangat kami maju tak pernah gentar. Melewati beberapa perkampungan,
sawah persawahan, kolam kolam milik warga, lalu menanjak menaiki bukit yang
pertama. Oh pemandangannya begitu mempesona, Leles dari kejauhan dan
perkampungan tadi terlihat mengecil dari sini. Jalannya bervariasi, dari tanah
biasa lalu berubah menjadi tanah berpasir. Kamipun terus saja menanjak lagi,
dan lagi.
Jalanan disini tinggal satu
pilihan, tanjakan...!
Ya, sejak saat ini, tak akan ada
lagi turunan atau pun sekedar tanah datar, semua serba tanjakan semata.
Berakhir satu tanjakan, itu adalah awal dari tanjakan berikutnya. Entah sudah
berapa tanjakan kami lewati tadi. Sampailah pada satu pos pemberhentian yang
pertama. Kamipun sedikit beristirahat disana. Sebab kalau di paksakan lanjut,
tak kuatlah kaki ini lagi. Kalau kuat sih sebenarnya kuat, tapi kan kalau
berhenti dulu itu akan menjadikan kita sedikit segar lagi. Dan itu kesempatan
untuk isi perut dengan cemilan dan air minum.
Perjalanan harus dilanjutkan, tak
boleh terlalu lama kami berhenti nanti kapan sampainya dong...?.
Kamipun menguatkan tekad kembali,
menuju tanjakan yang sudah menanti,.....lagi.
Satu langkah, dua langkah rasa
lunglai masih ada, langkah selanjutnya endorpin dan dopamin sudah mulai muncul lagi,
kamipun bisa bersemangat lagi dalam perjalanan kali ini. Dan, sama menanjaknya
bahkan lebih menanjak lagi.
Dari tempat ini kami bertambah
jumlah personilnya, karena tadi kami bertemu sekelompok anak-anak pra ABG yang
juga hendak ke arah yang sama. Jadilah kami berkolaborasi dalam satu rombongan
lebih besar lagi. Menuju ke atas, ke Curug Citiis dari Gunung Guntur yang cukup
terjal ini.
Jalanan yang kami lalui, beraneka
macam-macam, jalan setapak, jalan onroad dan offroad, dan tentu apa saja yang dianggap bisa dilalui oleh manusia. Mengikuti saja jalur sungai mati ini, nanti juga
akan sampai ketujuan. Jalannya memang tak bisa dilewati kendaraan lagi.
Bagaimana tidak, jalanannya hanyalah jalan setapak dan juga menyusuri
lembah sungai yang nyaris kering. begitu saja jalan yang
kami susuri. Jangan khawatir tak sampai, karena tentu ada guide kami. Jadilah kita ikuti saja kemana arah yang ditunjuk beliau.
Sekarang aku mulai menyadari,
jarak yang tadi nampak dekat itu, nyatanya ditempuh dengan 6 jam perjalanan.
Dari pagi tadi, jam dua-an barulah kami sampai ditempat yang dituju. Kamipun
melihat-lihat dahulu ke sekitaran curug dan bermain air disana. Ternyata kami
bukanlah satu-satunya kelompok yang menuju ke Citiis, banyak kelompok lainnya
yang bahkan sudah berkemah disana. Jadinya kami tak bisa memilih lokasi
terbaik, tapi lumayan lah strategis. Kamipun mendirikan tenda tak jauh dari
lokasi air terjun, bersama kelompok lainnya yang sudah sejak kapan ada disana.
Citiis ini adalah tempat berkemah
yang menurut penulis cukup aneh. Sebelah kiri adalah Gunung yang tandus tanpa
pepohonan satupun jua. Namun sebelah kanan dari curug dan sungai Citiis ini
malah berupa hutan yang rapat dengan pepohonannya. Bagus dan ajaib bukan...?. Tapi
sudahlah, itulah kuasa dan ciptaan Allah Yang Maha Esa. Rasa takjub dan hanya
berucap subhaanallah, ruaarrrr biasa.
Satu malam kami lewati dalam
keheningan malam, dengan pemandangan dari kerlip lampu listrik dikejauhan dari
kabupaten Garut ini, bahkan kota Garutpun bisa dilihat dari sini. Sungguh luar
biasa indahnya. Tak ada yang bisa menutupi pandangan kami disini, kecuali
gelapnya malampun hanya membuat cahaya lampu di kejauhan semakin kerlap kerlip seperti bintang gemintang. Suara binatang kecil, suara binatang lainnya, suara
macam-macam muncul dari hutan yang tepat ada disisi kemah kami. Mengantar kami kepada pembaringan. Tapi janganlah
terburu-buru dulu, kita masih akan menikmati suasana malam untuk beberapa saat
lagi kedepan, dengan bakar-bakar dan api unggun kecil untuk menambah kehangatan
pertemanan kami ini. Citiis memang tiis/dingin airnya, tiis juga udara
malamnya.
Dibawah sana, sekelompok orang
dari Karawang entah sedang apa. Masih saja berendam dan bermain curug.
Kelihatannya mereka adalah kelompok pencari ilmu tertentu, yang kelihatannya
sangat gak menarik buatku. Ya, sangat disayangkan diantara kelompok masyarakat
kita senyatanya memang masih saja ditemukan para pegiat ilmu kebatinan.
Prihatin saja.
Malampun semakin berangsut, dan
kamipun lelap dalam pulasnya malam citiis. Zzzzzz......zzzzz.....zzzzz, hanya
suara wrrrrr.....wrrrr....grrrr....grrrr, sesekali terdengar dalam antara mimpi
dan kenyataan.
Pagi menjelang dengan terlalu
cepat, tidur yang tadi belumlah cukup rasanya. Mungkin karena lelah dari
perjalanan yang kemarin. Kami pun bermunculanlah dari balik kemah kemahan, untuk subuh
dan untuk persiapan sarapan dan secangkir kopi hangat. Kamipun sholat secara
berjamaah, alhamdulillah.
Ini hari sangat bagus buat mengexplore setiap sudut dari citiis, bukan saja kami yang dari kemarin disini. Dihari ini banyak
bermunculan kelompok lainnya dari Jakarta, bahkan dari India dan Amerika....ah
yang bener...?, benar sekali kawan...!, kami memang berjumpa dengan dua orang
pelancong dari India dan Amerika. Sayang sekali mereka nampaknya ketakutan
bertemu kita, maklum saat itu sedang hot kasus teroris. Mungkin kami dikiranya
bukan orang baik-baik, mungkin mereka mengira kami juga samalah seperti teroris
lainnya yang berkopiah atau berpakaian sarung. Serem kan, masa ustadz seperti
kami dianggap teroris....?, terlalu kau Roma....
Ya sudahlah, kasihan juga ke
mereka, harusnya mereka itu bisa lebih lama menikmati alam disini. Tetapi nampaknya mereka
cukup terganggu oleh kita. Mungkin mereka anggap kebaikan kita itu, sebagai ada
maunya. Ya sudahlah namanya juga beda adat, beda kebudayaan. Apa yang kita
anggap biasa dan baik, belum tentu buat mereka. Mungkin di Amerika sana, sudah
terbiasa cuek dan tanpa saling menolong, sehingga ketika kami menawaran bantuan
ke mereka dianggapnya dengan hal lainnya. Kami gak minta bayaran kok...!, kami
hanya coba menunjukkan kemana curug yang lainnya. Sudah itu saja, sebab kan
kasihan sudah jauh mereka datang kesini, tetapi tak semua curug bisa mereka
kunjungi. Tapi sudahlah mungkin juga kami salah paham, mungkin juga mereka
memang tak tertarik dengan curug lainnya, dan mereka pun pergi dengan cepatnya
ke bawah sana. mungkin gak sampai sejam saja mereka disini.
Tapi dalam kesan kami sih gak lah
seburuk itu, kami sempat berbincang dengan senang hati. Gak ada sesuatu yang
disembunyikan, semua baik-baik saja kok. Mereka ternyata termasuk dari program
pergantian pelajar atau mahasiswa yang kini sedang menimba ilmu di Bandung. Ya
kami coba bicara dengan bahasa Inggris SMP dan SMA dulu. Yang penting, welcome,
good morning, and do not smoking...!, he he...
Dua malam kami berkemah disana,
ada juga kelompok dari pecinta alam MAPALA Trisakti Jakarta yang baru turun
dari puncak Guntur sana. Mereka berjalan dengan sangat kencang sekali,
sepertinya mereka memang sudah terlatih untuk menjadi penakluk gunung. Padahal
bukan hanya pria, bahkan juga para wanitanya. Mereka begitu gesit dan sangat
cekatan. Itu luar biasa, padahal bawaan mereka itu lebih banyak dibanding
bawaan kami. Tas dan rangsel mereka besar-besar dan berat, tapi itu bukan beban
berarti buat mereka, its easy and not be so heavy, any way...!, i think so...!,
bener gak yah inggrisnya...ah yang penting ngomong aja ya kan...?, namanya juga
bukan orang inggris kok, kalau salah juga gak ada yang marah.
Itulah mungkin bagaimana kami
menjalani dua hari diCitiis, penuh kenangan dan kapan lagi ya.....?..
Wassalam...
0 Komentar