Rancabuaya by First Edition


Petualangan Yang Pertama Ke Laut Selatan Garut
Via Cukul Pangalengan ke Rancabuaya.


Pantai Rancabuaya yang sudah terngiang-ngiang dalam pikiranku, ini adalah saat yang tepat untuk mengunjunginya. 

Rencana awal adalah ke pemandian Cibolang Pangalengan. Itu sudah, maka melanjutkan ke sana akan menjadi petualangan yang sangat bagus.

Jam 13 an kamipun menuju ke Rancabuaya, jalan yang kulalui adalah ke bukit Mr. Scumacher sang arsitek Boscha Lembang yang dimakamkan di Perkebunan itu. 

Lewat jalan beraspal pada mulanya, namun semakin jauh jalan ini semakin buruk rupa. Yang akhirnya benar-benar masuk ke jalur offroad. Buktinya itu para rombongan offroader mobil 4x4 yang ramai-ramai melewati jalur ini. 

Tentu saja hal itu diluar rencana semula. Dan juga diluar dugaanku, dan diluar harapanku.

Tak menyangka akan seperti itu.

Tembus jalan ini adalah antara Cileunca dan Cukul, tinggal belok kiri saja menuju Cukul dan seterusnya. Iturupanya adalah salah satu siloka yang aku alami kali ini.


Jalanannya adalah merupakan jalan provinsi dengan aspal yang masih sangat bagus. Cukul pun dilewati, perkebunan teh yang indah mempesona dengan udara yang juga sangat bagus.

Ini pemandangan sangat diluar dugaan, para kabut berjejer disisi kanan jalan yang merupakan lembah yang sangat indah. Menjadi semakin indah karena berselimutkan kabut tersebut.

Namun, diujung jalan yang anyar ini motorku harus diperlambat dan berhenti sebentar karena nampaknya jalan berikutnya itu seperti ada di dunia lain.....seperti datang ke tempat yang tak ada sebelumnya di bumi ini....beda banget, tak seperti jalan yang barusan kita lalui tadi. 

Ini jalan menjadi mengecil dan juga seperti masuk ke lorong waktu. Membuatku bertanya dalam hati, apa benar ini adalah jalan lurus menuju ke tempat yang aku maui.....pantai selatan, wabilkhusus pantai Rancabuaya itu...?

ah aku tanya saja seorang tua yang ada disana.....

pak apa benar ini jalan menuju Rancabuaya....?
Ya cep, terus saja ke sana ikuti jalan ini....ini menuju Rancabuaya...

pak...apakah Rancabuayanya masih jauh...?

teu acan cep... masih tebih...moal aya satengahna...Bandung mah caket tidieu...tidieu lima-genep jam deui...

Seorang bapak paruh baya, memberitahuku perihal segala iwhal jalur kesana. Katanya ini belum setengah perjalanan. Masih sangat jauh ke Rancabuaya. Jalanan sih cukup bisa dilalui kendaraan namun silahkan coba saja sendiri karena kalau diceritakan itu bisa menjadi berbeda pendapat, berbeda keyakinan.

Karena itulah akupun melangkah dengan perasaan dan setengah dari keyakinan, sebab aku tahu dan terbayang bahwa itu akan sangat jauh dan melelahkan. Akan butuh eport dan extra energi dan juga extra semangat yang berlipat...pat pat...jangan pilih nomer opat...hmmm...!...jadi politik 2017 atuh. 


Berkilo-kilo meter panjangnya jalanan cukul yang mulus tadi, akhirnya berubah jadi jalanan dengan kualitas kelas tiga atau jalan kampung yang "garinjul", yaitu jalanan kabupaten yang dengan aspal perkampungan. Maka laju motorkupun menjadi sedikit melambat. Apalagi jalanan saat itu sedang dalam kondisi rusak dan meliwati daerah bertekstur curam dan bertebing tinggi.

Tidak heran sepanjang jalanan itu kita akan mendapat berbagai jalan dan tebing yang rusak karena beberapa longsoran dari tebing yang berbukit kerikil. 

Kami sebut bukit kerikil karena material longsoran dan bukitnya terdiri dari bebatuan kerikil berpasir kasar seperti hasil dari ayakan pasir. 

Selain itu disisi kiri jalanan adalah jurang yang menganga sangat dalam, entah sedalam apa, tapi bisa dilihat itu jauh lebih dalam dibanding jurang Cadas Pangeran di Sumedang. Dan dibawah sana masih merupakan hutan serta diseberangnya diapit pula oleh bukit yang masih hutan rimba. Jadilah itu merupakan perjalanan membelah hutan yang sama sekali baru buat kami. Benar-benar seperti datang kepada mimpi yang buruk...penuh horor..paranoid...dan susana mencekam....terasa seram.

Cukup membuat rasa takut dan was-was juga karena kami memikirkan apakah jalanan yang kami pijak ini masih cukup kuat dan aman atau bisa jadi akan runtuh secara tiba-tiba. Ini adalah jalanan kecil, dengan aspal kasar, dan juga dari sisi kiri ini ada longsoran yang memakan badan jalan...lansung curam ke jurang...dan terlihat masih sangat baru...belum lagi cuacanya gak cerah, mendung dan menuju malam. Lengkap sudah segala prasangka dan rasa takut yang menyelimuti perjalanan kami kali in....

.....tapi kalau kembali lagi tentu itu juga gak dekat...kepalang basah...tanggung dan terutama karena mumpung berdua dan juga mumpung ada waktu.

....tempat yang kami tuju itu masihlah terlalu jauh kiranya. Jadi tentu membuat tanda tanya itu tetap menghantuipikiran.....gerangan rintangan seperti apalagi yang akan kami lalui ini...gernagan bahaya apalagi yang akan kami lewati nanti....itu adalah seperti tebak-tebak tak berhadiah....itu seperti....engkau melaju menyusuri setiap lorong dari rumah hantu...serba teka-teki....serba gelap...serba menakutkan dan juga menegangkan perasaan....semakin lama, semakin besar dan banyak tanda tanya itu bergelayut didalam benak, ada apa lagikah gerangan rintangan didepan sana...?.

huh....bersama hujan kami seka saja napas ini dalam-dalam...

Tak kusangka...tak kunyana...tak kaduga....semakin jauh motor ini melaju...semakin baru lagi apa yang aku temui....kalau kubilang ini adalah bukan dunia nyata...ini adalah dunia khayalan....dunia antah barantah. Ini adalah akhir tanggal 2011.

Begitulah rasa was-was dan khawatir tak lepas dari pikiran ku khusunya, kalau yang dibonceng sih gak aku tanya, namun saya pikir pasti sama sajalah. Hanya karena keinginan yang sudah memuncak saja yang membuat perjalanan akan dilanjutkan. Lir ibarat, pantang mundur walau sejengkal. Maju terus dan maju terus. Rancabuaya sudah terlalu mengganggu keingin tahuanku, sudah gak kuat lagi. Apalagi motor sudah tanggung sampai ke perbatasan Garut, tentu kalau balik lagi akan sama jauhnya.

Akhirnya segala rasa takut itu dikesampingkan jauh-jauh. Sedikit demi sedikit, dicicil dibuang satu persatu.


Maka motor inipun tetap kulaju menyusuri jalanan sepi dan juga perkampungan-perkampungan yang terpencil ini. 

Sesampainya di Cikembong, kamipun melaksanakan sholat Ashar terlebih dahulu disebuah surau yang bernama Masjid Alhuda RW 14. Si mesjid biru...

Itu adalah perkampungan dengan jalan kampung yang beraspal kasar-kasar (tau kan jalan kampung di masa lalu seperti apa...?...bukan hotmix seperti era sekarang 2017...red) dan juga sudah berlubang disana sini, becek di mana-mana...rusak dimana-mana.....sehingga laju motorpun paling maksimal 40 sd 50 km/hour, atau rata-rata sekira ada dikecepatan 10 sd 15 km perjam saja.

Hari mulai menuju gelap saja ketika hujan turun di daerah yang kami sebut Panenjoan. Maka kami pun berhenti disebuah warung makan dan kamipun makanlah dulu disana sembari berharap hujan menjadi reda. 

Tetapi lama menanti hujan tak juga mau berhenti, 

maka terpaksa kamipun melanjutkan perjalanan dengan memakaikan jas hujan yang kami bawa dan menembus leuweung hutan-hutan, bukit-bukit, lembah-lembah, lereng-lereng, jurang-jurang, peohonan-pepohonan, dan suara-suara alam yang kencang bersahutan.....turunan dan tanjakan yang sangat melelahkan....curam dengan tebing dikiri kanan dan juga jurang dikanan dan dikiri....



Ngarenghap deui.....

Jalanan ini tetap masih buruk dan kemungkinan tetap buruk hingga ke bawah sana, dan juga ke atas sana.....

Dan benar sekali ketika kami sampai di sebuah jembatan kayu Cilayu, jalanan yang sudah di guyur hujan tadi itu bercampur dengan lumpur basah dari tanah merah yang cukup berbahaya bercampur air dan juga licin. 

Belum lagi jalanannya itu lansung  menanjak dan berbelok dengan tajam...dengan jurang cukup curam disisi kanan...dan tebing tinggi disisi kiri...lalu dibelakang adalah sungai tadi yang jembatannya terbuat dari kayu-kayu. 

Bisa saya lihat sepintas tadi....banyak orang berhenti di sekitaran jembatan itu. 
Dijembatan kayu yang baik....dengan dert dan bunyi-bunyi geseran ketika roda motor ini melintasinya...ah...sungguh aku seperti teah datang di dunia masa lampau....

..... dengan pemandangan yang sanagt eksotis. Seperti suatu lokasi di jaman masa lalu, seperti kami kembali ke jaman baheula....jaman koboy dan jaman si chip's atau serial laura dan juga film si hunter di tvri.....atau seperti sedang jauh sebelum ada drama keluarga cosbi....

Ya memang, sepanjang perjalanan barusan bahkan sejak dari Cukul tadi kami memang tidak berkendara sendiri, ada banyak pengendara lainnya yang juga rupanya amat sangat menikmati dunia aneh yang ada disini. 

Besok adalah tanggal 1 Januari 2012, sehingga rupanya ini malam tahun baru kebetulan sedang banyak orang yang juga sama menuju ke Rancabuaya. Ada para pemotor, solo run maupun rombongan. Ada juga pengguna mobil Carry Suzuki. Berkali kami bertemu, berkali kami berpisah. 

Tentu karena kami berhenti dan beristirahat ditempat yang tidak selalu sama dengan mereka yang memungkinkan kami berpisah dan lalu jadi bertemu kembali di tempat berikutnya.


Tetapi baru saja kami berhenti di puncak sana, belum lama kami naik motor, sehingga kami memutuskan untuk terus jalan walaupun banyak orang menunggu situasi jalanan kering dulu agar bisa melewati tanjakan Cilayu dengan aman.

Alhamdulillah dengan perlindungan Allah SWT, kami bisa meliwati tanjakan menyeramkan  dengan cukup baik dan tetap terkendali. Itu tadi kalau saja slip dan stang serta ban tak bisa dikendalikan jelas akan berakibat fatal, bisa membuat motor terlempar dan terjeremab dalam tanjakan menuju jurang atau menuju sungai. Jadi itu sangat kusyukuri dengan benar-benar rasa syukur yang tak terlupakan.

Maka selanjutnya kami bisa lebih tenang lagi melanjutkan perjalanan ini. Namun belum juga seratus persen kami bisa bernapas lega, masih ada jalan yang sama rusak dan lebih parah lainnya di sebuah tanjakan sawah yang penuh air dengan bebatuan yang terkelupas dan “lalegok” berlubang-lubang. Untungnya adalah disana ada beberapa masyarakat yang stand by siap sedia secara sukarela membantu semua kendaraan yang melintas. Kamipun harus berhenti dulu karena menunggu giliran truk yang slip yang menutupi seluruh badan jalan.

Begitulah sampai kamipun berjalan dan harus mengucap terima kasih yang dalam karena atas bantuan mereka kami hampir saja terjerembab jatuh karena roda depan yang terantuk bebatuan. Sungguh jasa mereka itu besar sekali, karena jika kami terjatuh, sudah barang tentu kami akan mengalami sedikit cedera yang tidak kami harapkan sama sekali. Semoga saja kebaikan mereka mendapat ganjaran yang baik dari Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.

Sekali lagi alhamdulillah, kami bisa selamat dan bisa melanjutkan perjalanan ini dengan sedikit “reuwas kareureuhnakeun” yakni rasa takut yang baru terasa setelah berlalunya kejadian.

Maka kamipun melanjutkan lagi dengan lebih khusu’ dan juga dengan menikmati pemandangan yang semakin indah. Sampai tak terasa malampun menghampiri kami, dan ini mungkin masih cukup jauh dari tujuan, tetapi menurut masyarakat setempat Rancabuaya sudah tak terlalu jauh lagi.

Ya dari tempat ini jika siang katanya lautan Rancabuaya sudah bisa dilihat dengan jelas, karena ini adalah puncak terdekat dari pantai. Walau demikian lelampu yang nun jauh dibawah sana dan siluet ombak pinggir lautan masih bisa kita lihat secara samar-samar, putih bergulung-gulung. Hal itu membuat sumringah hati dan yah...bahagia karena tempat tujuan tak lama lagi akan sampai.


Dibukit Panenjoan namanya terdapat beberapa warung yang berjejer dan cukup banyak orang pengunjung yang nampak menikmati segala pemandangannya.
Namun bagi kami ingin segera ke pantai adalah lebih kuat dibanding lama-lama disini.....

Rancabuaya yang mungkin sudah sudah menjadi kata kenangan, yang tak ada lagi seekor buayapun atau mungkin juga masih ada aku tak tahu. Lebih tepat kalau kita sebut Ranca ex Buaya atau ex Ranca ex Buaya.

Seperti di Bandung juga ada Ex Ranca Badak, Ex Leuwi Gajah, ex Ranca Ekek, Ex Cihapit dll.

Sesampainya di Rancabuaya, jam sudah menunjukkan waktu Isya Indonesia Barat. Kamipun mengalihkan tenaga dan pikiran untuk mencari tempat kami menginap, namun itu tidak mudah karena ini adalah malam tahun baru dan pengunjung sudah sangat membludak di lokasi wisata ini. Kami pun sesungguhnya antara senang dan tidak, senang karena kami tak perlu merasa sepi namun tidak senang karena kami belum mendapat tempat untuk bermalam dengan nyenyak.

Setelah bolak balik di sepanjang jalan pantai kami belum juga mendapat penginapan, maka kamipun mulai berpikir untuk mencarinya diluar kawasan. Dan kamipun putar balik menuju ke tempat yang lebih sepi yang berada diluar kawasan wisata. Alhamdulillah akhirnya kami bisa mendapat tempat untuk menginap, yaitu di sebuah rumah penduduk. Dan malampun akan kami jalani di dalam kamar ini. Kamar yang cukup rapih walaupun juga tak lah terlalu lapang untuk bisa senyaman-nyamannya. 

Belum lagi ada perasaan kurang tenang karena kita tidak mengerti apakah disini kami bisa tidur aman dan tidak terjadi apa-apa. Tapi sudahlah karena aku termasuk orang yang mengandalkan Allah dalam segala keadaan, terutama seperti keadaan saat ini. Jadi kami percaya dimanapun kita berada ada Tuhan yang selalu memperhatikan kita. Maka do’a menjadi senjata utamaku saat ini. Aamiin.

Di luar sana, dijalanan kami bisa dengar raungan motor dan kendaraan-kendaraan yang hilir mudik melaju menuju dan dari Rancabuaya. Ratusan atau mungkin ribuan manusia tumpah ruah di Rancabuaya demi pergantian Tahun Baru 2011 ke 2012. Terompet terdengar bersahutan belum lagi suara manusia yang bercakap satu sama lain, malam yang ramai dan kami tak menyangka sebelumnya akan sedemikian adanya disini, dipesisir pakidulan Jawa Barat tercinta ini.

Karena malam terus saja berangsut menuju puncaknya maka kamipun lebih konsentarsi lagi menuju istirahat dan tidur. Tak kepikiran olehku untuk pergi keluar dan merayakan malam tahun baru di sana.

Belum lama kami istrirahat dalam setengah tidur, kami di kagetkan oleh suara deru dan bising yang amat. Suara letupan-letupan dengan jelas terdengar dilangit Rancabuaya sana, barulah kami menyadari ternyata disini juga ada pesta kembang api yang cukup ramai tak ubahnya detik-detik tahun baru di kota Bandung misalnya. Mungkin kalau hal itu kami sadari sedari tadi kamipun akan ikut merayakannya disana. Tapi sayang aku sendiri tak sempat ngeh, tak sempat menyadari kejadiannya akan seperti itu. Ah sudahlah, sudah tanggung kami berbaring maka kamipun lebih memilih menunggu hari menjadi pagi.

Istirahat dan tidur barangkali tidaklah berhasil sesuai harapan, tapi minimal kami terbebas dari dinginnya angin malam dan juga tubuh bisa sedikit rileks walaupun tak juga bisa disebut rileks yang sebenarnya. Maafkan jika itu tak menjadi istirahat yang terbaik buat kami.


Akhirnya pagi yang dinanti telah tiba, kamipun bergegas pergi dan pamit untuk ke Pantai Rancabuaya. Pagi yang sangat cerah, dan ternyata cukup indah. Kamipun bisa merasakan kebahagiaan yang tertunda sejak kemarin. Bermain air adalah satu kesenangan, dan memandang lautan adalah kenikmatan berikutnya. Bermain ombak dan karang juga cukup membuat kami bahagia yang berseri-seri.

Tak ingin kembali kemalaman, maka setelah mentari menaik tinggi dan kami merasa sudah cukup terpuaskan oleh Rancabuaya kamipun bergegas lagi untuk pulang, tetapi kami tak berani kalau harus kembali meliwati jalur kemarin karena kami sudah mengetahui medannya sedemikian berbahayanya. Maka kamipun memutuskan untuk pulang memutar melewati Pameungpeuk menuju Garut dan Bandung. Perjalanan yang akan baru dan sama belum diketahui medannya seperti apa. Ini adalah musim hujan, kami harus berangkat lebih dini agar tidak terlalu lama dalam hujan dan gelap.

Ternyata sepanjang perjalanan ini, kami bisa mendapati pemandangan indah yang juga diluar perkiraan kami. Lautan lepas yang luas itu bisa kami nikmati dengan sempurna lengkap dengan landscape bebukitan dan perkampungan yang ada. Listrik belum menyentuh sebagian besar perkampungan disini. Tetapi jalannya sudah sangat baik dengan aspal dan beton bertulang. Ini memang sesuai berita-berita di media massa maupun dunia maya, jalan lintas selatan jabar yang dibangun oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jadi ini adalah sekaligus untuk membuktikan berita tersebut dengan mata kepala sendiri. Dan kami pun cukup terpuaskan dengan hal ini.

Hari ini adalah tahun baru, tanggal 1 Januari 2012. Ini adalah tahun yang berbeda dan ini adalah tahun yang belum kita alami, tepatnya semoga akan menjadi tahun yang baik buat kita semua sepanjang tahun dan berlanjut kepada tahun-tehun berikutnya, selamanya sampai dunia berakhir menjadi akhirat dan termasuk di akhiratnya nanti dalam keridhoan Allah SWT. Aamiin.

Dan ingat, hari ini adalah hari ulang tahunku yang kesekian kalinya. Jadi usiaku telah bertambah lagi tepat dihari aku akan menuju usia berikutnya. Ya sudah, itu tak mungkin bisa kita hentikan. Inilah sisa takdir yang akan kita jalani. Semoga saja mendapat yang terbaik dalam hidup kita sehingga bisa mengantarkan kita kepada akhirat yang bahagia dalam surgaNya. Amin.

Tak terasa waktu terus menuju siang, kamipun sudah tiba di gerbang Pameungpeuk, ya pantai Santolo. Ternyata dijalanan menuju ke pantai Santolo ini jauh lebih ramai oleh kendaraan dibandingkan dengan pantai yang baru saja kami kunjungi tadi. Ah ternyata masih banyak tempat yang belum kami ketahui. Mungkin kelak kami berharap bisa sama berkunjung ke Santolo itu, tapi ini hari kami tak ada waktu untuk itu dan kami harus melanjutkan perjalanan menuju Bandung.

Jalanan di daerah ini memang tak semulus tadi lagi, disini jalanan beraspalnya sudah rusak, berlubang dan berair. Sehingga kami heran kok semakin mendekat perkotaan jalanan bukannya tambah mulus malah sebaliknya. Mungkin proyek pembangunan Jalan Lintas Jabar Selatan ini memang belum selesai 100 persen. Jadi harap bersabar saja karena semua itu perlu dana yang banyak dan juga butuh waktu bertahun-tahun.

Pameungpeuk, itulah nama jalanan ini dan juga nama kota kecil ini. Tetapi walau demikian sesungguhnya aku tak mengira bahwa kota Pameungpeuk ini sedemikian cukup ramainya, terutama oleh para pelancong yang ingin menghabiskan liburan akhir dan awal tahun di sini. Terlepas dari itu memang aku tak mengira ternyata di pakidulan Jawa Barat juga ada terdapat perkotaan yang cukup ramai untuk seukuran kota Kecamatan. Pameungpeuk mungkin kedepannya bisa berubah menjadi kota yang lebih maju lagi dan lebih sejahtera lagi buat masyarakatnya. Sehingga bisa mengejar ketertinggalannya dibanding wilayah lainnya di Jabar. Semoga ini akan menjadi ibu kota Kabupaten Garsela. Aamiin.

Hujan mulai turun lagi, kurang lebih waktu menunjukkan jam 14 an di batas kota Pameungpeuk. Hujannya semakin deras, dan ya ampun jalanan menjadi semacam air bah dari sungai, belum lagi disana-sini terdapat banyak sekali jalanan berlubang yang rusak membuat perjalanan pulang kami sangat melelahkan dan menyesakkan karena air hujan yang juga menerpa wajah dan tubuh kami. Tetapi kami harus terus melaju karena kita tidak tahu berapa jauh lagikah dan berapa lama lagikah kami bisa segera sampai ke Bandung.

Hari terus saja hujan, tetapi syukurlah semakin lama semakin berkurang intensitasnya.
Beraneka pemandangan disepanjang jalanan Pameungpeuk-Garut adalah telah menambah wawasan begitu luas beraneka ragamnya wilayah dan tanah Jabar kita. Kami meliwai hutan, bukit dan jalanan berliku-liku. Sepertinya amat susah untuk menemukan jalanan mendatar atau lurus, hampir semuanya berkelok, setelah ke kiri lalu ke kanan...kekanan lagi lalu kekiri..kekiri terus kekiri dan lalu kekanan. Kalau gak turun maka jalanan ini adalah naik atau tanjakan, itu adalah hampir nol persen turunan, dan 99,999 persen tanjakan. Memang jalanan disini lebih landai dan tak ada tanjakan curam sebagaimana jalur Pangalengan-Cisewu. Itu adalah bagai roll couster.

Kalau jalanan Pameungpeuk-Garut ini lebih aman dan lebih bisa dilalui kendaraan besar dan kecil, walaupun kualitas aspalnya juga masih termasuk buruk. Disini hanya butuh perawatan dan perbaikan aspal saja, kalau soal jalannya sih sudah memenuhi syarat layak untuk dijadikan jalan Nasional atau minimal Jl. Provinsi, sebagai jalan utama yang bisa menjadi arus lalu lintas barang dan manusia antar kota, antar wilayah. Mungkin soal waktu dan anggaran saja yang belum ada.

Hampir dua jam perjalanan sudah dilalui sejak Pameungpeuk, kami tentu sudah merasa lelah yang bertumpuk. Tetapi jalanan disini semakin indah saja, meliwati hutan yang gelap dan rindang dengan kabut sepanjang kiri dan kanan. Ini jelas mengingatkan aku akan sebuah mimpi beberapa tahun yang lalu. Mimpi yang mungkin menjadi petunjuk dalam perjalanan hidup kami. Dan dalam bentuk nyatanya, salah satunya adalah seperti dialami saat ini. Jalanan benar-benar dipenuhi kabut yang sangat tebal, untunglah kami dijalan tidak sendirian, masih banyak teman pemotor lainnya bahkan kami berjalan secara bergerombol satu sama lain bersama beriringan dan berdampingan. Walau kami tak saling kenal, tapi bersama rombongan adalah lebih baik kurasa.

Jalanan berkabut ini sungguh indah dan cukup romantis. Tetapi tentu jarak pandang menjadi sangat pendek, dan udara juga cukup basah sehingga pakaian kami menjadi basah sekujur tubuh. Selain demikian itu jalan ini juga berkelok ke kiri dan ke kanan secara terus menerus dengan jurang di sebelah kanan dan tebing di sisi kiri kami. Namun ini benar-benar menandakan alam disini masih sangat alami dan bersih. Itu yang sangat langka kita temukan lagi di bumi pertiwi, khususnya di Jawa Barat kita.

Selepas dari gunung gelap yang panjang itu, akhirnya kamipun tiba di tempat yang lebih terang, gak tahu apa nama perkampungan ini. Namun hamparan pemandangannya ternyata justru lebih hebat lagi, untuk kami yang baru pertama kesini, tempat ini tak ubahnya bagai negeri dongeng atau negeri antah berantah. Betapa tidak demikian, karena disini kita seakan disuguhkan oleh pemandangan yang tak pernah kutemui dan yang berbeda dari yang pernah kami alami. Jalanan ini menyusuri sisi dan punggung bukit yang tinggi dan dikiri kanan adalah lembah yang cukup membentang jauh sejauh mata memandang dengan bebukitan dan hijaunya hutan dan gunung dikejauhan.

Tak berselang jauh jalanan justru kembali berubah kepada sesuatau yang tidak kami sangka sebelumnya lagi, yaitu perkebunan teh. Kami benar tak menyangka jika disinipun terdapat hamparan perkebunan teh yang sangat asri dengan jalanan yang juga berkelok-kelok membuat kita tak bisa merasa jenuh dan tak bisa merasa bosan.

Jadi perjalanan Bandung-Pangalengan-Rancabuaya-Pameungpeuk dan menuju ke Garut adalah satu paket perjalanan yang lengkap dan romantis. Aduhai indahnya alam Indonesia Raya. Kita pantas untuk bangga, dan harus menjaga “ngamumule”, bersyukur bahwa keindahan ini sungguh karunia yang berarti. Alhamdulillah.

Sejam sudah maka kamipun tibalah kembali diwilayah berpenghuni, perkotaan. Kalau dibaca sih ini adalah Kecamatan Cikajang Garut. Disini napas seakan menjadi normal kembali. Kita bisa menarik napas lebih dalam dan membuangnya tanpa harus tersengal-sengal lagi.
Terutama mungkin karena helmnya sudah kami lepas untuk istirahat sejenak dan beraneka jajanan yang jelas membuat tenaga kita kembali pulih sediakala.

Mungkin itu saja cerita perjalanan kami, semoga kita ketemu dalam jurnal berikutnya.
Caw....!

Wassalam.


#itu sudah menjadi masa lalu

Posting Komentar

0 Komentar