Riding to and ti
Tasikmalaya
Bismillah, alhamdulillah, washolaatu wassalaamu ‘alaa sayyidina
Muhammad wa ‘alaa aalihii washohbihii ajma’iin. Amma ba’du.
Hari minggu ini, 05 Agustus 2018 bersama pagi yang bahagia
setelah sabtu yang juga sama bahagianya. (Bilang
saja demikian, walaupun tidak bahagia, tapi buat apa bilang tidak bahagia ke
orang).
Tapi beneran, hari haruslah dimulai dengan rasa bahagia,
setelah pagi yang berisi setengah tangisan kepadaNya. Tangisan haru betapa
besar kasih dan sayangNya kepada kita semua. Jarang sekali ingat bahwa hidup
dan kehidupan kita ini dipenuhi kasih dan sayangNya yang tiada tara.
Coba kita tanya kepada kelamnya penghujung malam yang sunyi
tiada suara kehidupan. Disana kita tersadar betapa jarak hidup dan mati itu
sungguh samar. Bisa hidup saja sudah menjadi keajaiban, bisa bernafas saja
sudah merupakan karunia tak terhingga. Belum lagi karunia keluarga kita, ibu,
bapak, adik, kakak, tetangga dan semua saudara dan handai tolan. Semua itu
adalah keajaiban kehidupan ini. Tak ada lagi niatan untuk berbuat jahat atau
licik. Takut rasanya jika kematian itu hinggap di malam yang sunyi ini.
Ya Allah, kenapa aku tak bisa menyadari kerentanan diri ini
sedemikian tak berdayanya. Rasa pongah dan tak tau diri ini bertahun lamanya
menyelimuti hidupku.
Rabb, tentu saja aku berharap ampunanMu, tentu saja aku
memohon anugrahMu, tentu saja aku meminta rahmatMu supaya Enggkau mau memaafkan
aku, supaya engkau mau memasukkan aku kepada golongan hamba-hambaMu yang
kembali kepadaMu dalam keadaan berserah diri pasrah lillaahi ta’aala. Aamiin
tsumma aamiin ya rabbal ‘aalaamiin.
Terlalu jauh aku melangkah dalam kehidupan tiada arah,
terlalu lama aku menjauh dariMu. Sementara waktuku semakin menipis, semakin
dekat kepada waktu yang telah engkau janjikan.
Ya Rabb, habisilah keburukanku dengan ampuanMu dan
datangkanlah kebaikan demi kebaikan dalam semua sisa hidupku ini. Allaahumma
shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammadin, wa ‘alaa aalihi wasahbihi ajma’iin. Aamiin.
Terasa berat untuk memulai langkah yang jauh jika dini hari
sudah demikian remangnya. Hanya setetes harap nan cemas saja untuk bisa memulai
hari lagi.
Itulah satu hari yang terasa lama, dan juga terasa pendek
berbaur dalam satu kesempatan.
..............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Hanya do’a-do’a yang aku coba panjatkan kali ini. Malam
terlalu dingin.
Cuma itukah yang bisa dan sanggup aku berikan.....?.....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Untunglah ini hari sudah terang kembali, rasanya malam itu
sudah kulupakan saja. Tapi sesungguhnya janganlah begitu. Itu adalah hari
peringatan buatku.......................................................................................................................................................................................
Beberapa hari sebelum itu, dipagi yang memang cerah aku
berangkatlah riding to and ti Tasikmalaya ke Bandung.
Tujuanku adalah ingin berolah raga. Mungkin terlihat
berlebihan jika berolahraga harus jauh ke Tasikmalaya. Tapi memang benar, ke
Tasikmalaya lah tujuan yang sudah kubuat pagi ini itu.
Yah, perjalanan yang bermula dari niatan ingin mengisi hari
dan juga untuk menyalurkan hobby semata.
Ku ajak saja satu temanku yang kuduga mungkin mau atau
mungkin gak mau. Akhirnya kami berdua berangkat menuju satu arah, yaitu
Malangbong.
Cuma ditengah jalan dia bertanya ini teh Malangbong bukan
sih...?. ya aku jawab saja inimah bukan Malangbong tapi ditueun Nagreg saeutik.
Yang dimaksud Malangbong dia itu ya ini, sebuah rumah makan penjual Tahu
Sumedang rupanya.
Kamipun berhenti disini aja untuk mengisi perut dengan
potongan lontong yang cuma tersedia tiga dan masing-masing seporsi Tahu
Sumedang yang masih baru diangkat dari penggorengan.
Bersambung.....
Alhamdulillah, aku memang belum sempat sarapan dari tadi.
Sudah selesai itu, kamipun lanjutkan perjalanan yang
tersisa, aku ke Timur dia ke barat. Artinya kami berpisah disini saja. Sejam
dia kan sampai di Bandung dan sejam pula aku akan sampai di Tasikmalaya. InsyaAllah
Jalanan masih belum begitu penuh, hanya dibeberapa
persimpangan kota kecil saja yang dirasa jalanan mujdahim...alias macet. Itu
sudah biasa, itu sudah lumrah dikita di Jawa Barat.
Pengennya sih lebih kencang dari ini, tetapi aku merasa ban
ini terlalu labil untuk di pekerja keraskan. Belum lagi kampas rem belakang
sudah habis, sudah termakan dan memakan kepada piringan cakramnya. Rem belakang
yang demikian itu sangat terasa tak nyaman pada kendaraan. Beberapa kali loss
control sehingga kendaraan menjadi oleng. Dengan kondisi kendaraan demikian
itulah aku menyusuri ini jalan dengan sisa semangat dan sisa rasa. Akhirnya sejam
tepat aku bisa sampai di batas kota Tasikmalaya, ya sesuai target tadi.
Alhamdulillah.
Hal pertama yang ingin kulakukan adalah cari bengkel ahass
untuk ganti kampas rem itu. Tetapi rupanya disini sudah tutup sejak jam 10
tadi. Akhirnya aku mengganti dengan kampas rem lokal saja dari sebuah bengkel
biasa. Murah harganya hanya lima belas ribu rupiah plus pasang sepuluh ribu
rupiah.
Rasanya rem ini kok malah menjadi blong, tapi aku segera
memahami ini pasti karena antara kampas dan cakramnya masih belum klop. Sebab
cakram ini sudah gak rata, sementara kampas tentu masih baru. Antara keduanya
belum saling mencekram. Makanya untuk membuat keduanya saling mencekram harus
lebih sering melakukan pengereman keras, terus dan terus. Nah benar kan
sekarang sudah mulai terasa pengeremannya.
Alangkah sedikiit terkejutnya, sesampainya disini itu
sirkuit sudah ramai oleh umbul-umbul. Pasti benar perkataan montir tadi, “yen”
hari ini sedang ada kejuaraan disini.
Ya sudah sekalian saja mending nonton dulu sebentar, barangkali
ini akan menjadi pengalaman juga. tiket yang harus ditebus adalah Rp. 25.000,-
ditambah parkiran Rp. 5000,-.
Lapar sudah rasanya, tapi ini bertepatan dengan adzan
dzuhur. Mari kita sholat dulu. Jarak Bandung-Bukit Peusar adalah sekira 108 km.
Cukup untuk syarat bisa sholat jama’.
Sholat sudah, giliran isi perut sekarang. Ada penjual mie
ayam, beli tanpa ayam dan tanpa baso tapi tetap pakai mangkok dan sendok ya...?
Alhamdulillah, walau sedikit tetapi cukup membuat tenaga
terkumpul kembali. Dimanakah aku bisa menontonnya...di tribun ...?
Ah pasti sudah penuh, la wong di sini aja sudah hampir penuh
kok apalagi disana...?.
Balapan belum dimulai karena tadi bertepatan adzan dzuhur,
sekarang baru saja pembukaan dan ucapan selamat bertanding dari para panitia.
Beberapa saat lagi perlombaan akan dimulai. Warming lap
sudah dimulai.
Ya, start akan segera dimulai saja...............
Wow wow wow........para peserta berhamburan dari titik start
dan brum brum deru knalpot begitu menggema semakin mendekat ke tikungan pertama
ini, ya terasa banget suasan kompetisinya. Berebut menjadi yang paling
terdepan. Wow wow wow begitu suara lantang dari pembawa acara. Brum motor-motor
itu berebut posisi di tikungan pertama.
Brum brum brum....wow wow wow....
Gerombolan motor itu sudah kembali ketikungan ini. Sudah
mulai tercipta jarak antara kelompok terdepan, menengah dan terakhir. Begitu semakin lama, semakin tercipta jarak
diantara kelompok tadi, depan tengah dan belakang. Kelompok juara, kelompok
intermediate, dan kelompok elementary.
Ternyata seru juga ya kompetisi indoprix ini. tak menyesal
sudah bayar tiket sedemikian tadi. Pantes saja sirkuit ini cukup ramai dipadati
penonton. Rupanya mereka sudah mengetahui bakal seru seperti ini. Bagiku ini
yang pertama menonton indoprix di sebuah Sirkuit.
Rame, sungguh rame. Ah, mereka sungguh pada jago dalam
cornering dst.
Tapi aku gak kaget, sebab itu gak jauh beda seperti sering
aku saksikan di saat hari-hari latihan. Ya, rupanya mungkin saja diantara
peserta indoprix ini pernah satu aspal denganku. Aku kira begitu, aku merasa
ada beberapa yang aku kenal motor atau “dedegannnya”. Maybe.
Jam tiga sudah tak terasa beberapa kelas balapan tadi
digelar, semua seru-seru. Terutama kelas 150 up dan 125 up. Wah itu ketat
sekali.
0 Komentar