Ciletuh (The lost Country)

Jalan-Jalan ke Bumi Yang Dianggap Hilang
The lost Country

17 agustus tahun 45, itulah hari kemerdekaan kita,
hari merdeka nusa dan bangsa...
Hari lahirnya bangsa Indonesia.
Mer....de....ka.
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap, setia, tetap sedia....
membela negara ki..taaa...


Kita tetap, setia, tetap sedia...
Mempertahankan Indonesia....

Merdeka....!!!



Bagian ke 1 (Perjalanan ke Cianjur)
Pagi yang bersemangat kembali datang dengan cepat. Bandung yang lengang kembali kepada hari-harinya yang sibuk. Setidaknya sibuk bagi kami yang bersiap untuk pergi ke Ciletuh. Ada sekira 40 orang.

Sebagaimana jam yang telah ditentukan maka kamipun siap berkumpul di rumah salah seorang dari kami. Tetapi ini emang agak siangan sedikit, sekira jam sembilan atau sepuluh. Menunggu upacara agustusan selesai dulu, maklum kebanyakan peserta touring kali ini adalah pegawai dari sebuah BUMN di kota Bandung. Beliau-beliau itu harus ikut upacara dulu.


Kami akan segera bersiap berangkat. Berphoto bareng dulu, breafing dulu agar perjalanan nanti berjalan tertib, selamat tanpa ada kendala yang berarti apapun jua. Beberapa peserta belum datang, kami harus menunggunya dulu. Bagi yang belum sarapan pagi juga harus isi perut dulu, kaos juga sudah dibagikan. Hanya beberapa saat lagi kami akan siap untuk start.

Oke lah, semua sudah siap rupanya. Dengan membaca do’a kami pun berangkat secara tetib mengikuti road captain yang menjadi pemimpin perjalanan kami nanti. Bismillahirrahmaanirrahiim.

Jalanan yang dilalui adalah meliwati Cibaduyut Raya, Leuwi Panjang, Cibeureum Cimahi Padalarang dan Ciranjang Cianjur.  Beberapa kali aku tertinggal rombongan karena sengaja untuk menikmati jalanan supaya bisa sedikit cornering tanpa mengganggu yang lainnya.

Aku setuju untuk ke Ciletuh harus meliwati jalur ini, karena kalau lewat jalur selatan tentu lebih jauh. Ya rasanya agar bisa segera sampai ke tujuan. Makanya aku sih santai saja, biar semua waktu bisa terasa bermanfaat.


Cuma, sudah lama ini kok rombongan belum tersusul juga. cepat sekali mereka melaju. Padahal aku sudah terbirit-birit, terkencing-kencing terkencang kencang. Lah kok pada kemana mereka ini ya...?. ini hari Jum’at loh, sebentar lagi juga masuk waktu dzhuhur untuk Jum’atan. Wah, jangan-jangan mereka kesetanan, atau mungkin juga mereka sudah rehat duluan di belakng sana tanpa aku mengetahuinya. Wah, aku sudah terlanjur sampai di tapal batas kota Cianjur. Kuhubungi mereka rupanya benar. Mereka ada dibelakang saya, berhenti disebuah rumah makan untuk isola disana. Wah aku gak kebagian makan bareng dong...?


GAK KEBAGIAN MAKAN SIANG DEH.. 
Andai balik kanan, rasanya itu sudah cukup jauh, dan waktu juga semakin mepet untuk jum’atan. Ah sudahlah lebih baik menunggu disini saja. sholat disini saja.

Imam berkhotib tentang suasana politik di Indonesia. Dst, dst. Intinya tetap kembali kepada diri kita semua agar bisa bijak mensikapi suasana berbangsa dan bernegara ini. siapa lagi yang bisa menahan diri, siapa lagi yang bisa berbuat dewasa. Menuntut orang lain melakukannya...?, bisa. Tetapi yang paling memungkinkan adalah menjaga diri ini, menjaga keluarga kita, saudara kita, teman kita dst. 

Kita harus sama bisa mengekang diri sebab jangan sampai kita memperturutkan hawa nafsu, jangan sampai kita mengumbar amarah yang amarah itu jelas kesukaannya dan berasal dari syaithan. 

Hadits Arbain nomor 16 (Keenam belas)‘An abii Hurairata radliallaaHu ‘anHu anna rajulan qaala linnabiyyin shalallaaHu ‘alaiHi wa sallam: awshiinii, qaala: laa taghdlab faraddada miraaraa, qaala: laa taghdlab.
Abu Hurairah ra. berkata, seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw., “Berilah aku nasehat.” Beliau menjawab: “Jangan marah.” Beliau mengulanginya beberapa kali, “Jangan marah.” (HR Bukhari)



“Qul...siiruu fil ardli tsummandhuruu kaifa kaana “aaqibatulmukaddibiin. Q.S AL-An’aam : 11”.
“Wain yamsaska Allahu bidhurrin falaa kaasyifa lahuu illaa huwa, wain yamsaska bikhairin fahuwa ‘alaa kulli syai inn qadiir. Q.S Al-An’aam : 17”
“Walaqad karamnaa banii aadama wahamalnaahum filbarri walbahri warazaqnaahum minathhoyyibaati wafadholnaahum ‘alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdliilaa. Q.S Al-Israa : 70”

Semua ayat-ayat Allah selalu saja berisi ilmu, hikmah dan pelajaran yang tepat buat kita semuanya.

“ud’uu ilaa sabiili rabbika bilhikmati walmauidhatil hasanati, wajaadilhum billatii hiya ahsan. Inna rabbaka huwa a’lamu biman dholla ‘an sabiilihii, wahuwa a’lamu bilmuhtadiin. Q.S An-Nahl :125”

“Tsumma inna rabbaka lilladziina ‘aamiluussuua bizahaalatinn tsumma taabuu min ba’di dzaalika waashlahuu inna rabbaka min ba’di haa laghafuurun rahiim Q.S An-Nahl :119”

Akhirnya, bahwa Allah SWT itu maha pengampun lagi maha penyayang bagi yang bertaubat dan melakukan perbaikan-perbaikan.

Demikianlah ilmu yang kita dapat hari ini. semoga kita bisa menahan diri, tidak melakukan kerusakan-kerusakan, jangan sampai Allah SWT murka kepada kita karena semua kebablasan yang kita perbuat. Banyak contoh kaum terdahulu yang harusnya menjadi pelajaran agar kita bisa kembali ke JalanNya. Aamiin.


Inti dari ayat-ayat diatas adalah;
1. Hendaknya kita mencari ibrah dari kisah umat terdahulu yang suka membangkang para Nabi.
2. Allah lah yang bisa mencegah keburukan menimpa kita, maka tentulah kita harus mengandalkan Allah dalam do’a–doa kita dan dalam keseharian kita.
3. Allah memuliakan manusia, tak ada hak kita untuk tak memuliakan harkat manusia.
4. Serulah ke jalan Allah itu dengan hikmah bijaksana dan pengajaran yang baik/hasanah.
5. Allah maha pengampun, lalu mengapa kita manusia begitu sulit memaafkan orang.
Itulah ringkasan dari ayat-ayat diatas.

Habis jum’atan, do’a sudah, makan adalah tujuan berikutnya.
Tak ada nasi disini, maka mie ayam sudah cukup untuk asupan energi. Biar kutunggu saja mereka datang, 10 menit sudah, bahkan 20 menit sudah mereka belum juga nongol. Ini hari bertepatan dengan menjelang pelaksanaan Asian Games 2018 di Indonesia, Jakarta, Jawa Barat dan Palembang sebagi tuan rumanya. Tadi kulihat ada dua rombongan besar para pebalap sepedah melewati jalan Raya Cianjur-Ciranjang ini, mereka menuju ke arah Bandung sana. Bila dilihat dari face nya itu kebanyakan dari Asia Timur dan Asia Barat.


Tiga puluh menit sudah, alhamdulillah rombongan touring kami kali ini sudah datang. Maka akupun bersiap untuk bergabung kembali. Memang cukup kencang juga mereka bawa motor hampir aku tertinggal lagi. Dipersimpangan jalan ini mereka entah belok kemana, untung saja ada sweeper yang menunggu di pojok jalan arah ke by pass. Untuk menghindari kemacetan kota Cianjur tentu melewati jalan ini adalah pilihan yang cerdas.

Jalanan begitu leluasa untuk berkendara, lurus yang panjang agak melengkung ke kanan. Ini bagus untuk coba top speed. Dan rombongan pun akhirnya tersusul juga, maka kembali motorku mengikuti irama kelompok. Gak bisa kencang-kencang.



Lumayan panjang juga jalan ini, entah berapa km, tapi mungkin 3, 4, atau lima km an. Motor harus lebihpelan lagi karena ada beberapa persimpangan tadi.

Saya heran kok rombongan belok ke kiri ya...?. itukan ke arah Tanggeung-Sindangbarang. Saya tahu persis jalan kesana itu jauh sekali. Tetapi aku kan hanya pengikut dibelakang, dan mungkin mereka sudah punya rencana tersendiri sehingga aku gak berani punya usul lain dan lagi pula mungkin ini jalur yang sudah dalam rencana grup yang saya gak mengetahuinya. Artinya kita ikuti saja kepala rombongan kemana saja mereka membawanya. Bukan begitu....?

Begitulah, akupun rubah perasaan jiwa ini agar bisa menyesuaikan suasana bathin agar tetap bisa seirama dengan semuanya. Dengan begitu kita akan menikmati perjalanannya. Yah akupun akan menikmati jalur ini kembali, lagipula kalau naik motor aku kan belum pernah kesini, kalau dulu kan naik mobil. Pastilah beda rasanya. Maka akupun semakin bersemangat saja mengikuti para rombongan disini. Aku tahu ini taka akan cepat selesai, masih baru saja perjalanan dimulai, kalau Bandung-Cianjur sih bisa dibilang baru pemanasan motor. Mungkin masih lima atau enam jam lagi baru akan sampai di Sindangbarang sana.

Ini jam sudah menunjukan 14.50 wib, kami baru sampai di SPBU 35-43213 yang ada di daerah Sukanegara. Masih jauh menuju Pagelaran-Tanggeung. Sebagian mengisi BBM dulu dan sebagian lainnya istirahat dulu, jajan dulu dll. tetapi nampak diraut wajah kami semua sangat menikmati perjalanan ini. memang selalu menyenangkan jika perjalanan itu diselingi canda tawa dan lain-lain.

Kami semua ini adalah sekelompok orang yang berkecimpung dalam dunia pekerjaan yang sama dan kami sudah saling bekerja sama dalam banyak pekerjaan sehingga obrolan kami menjadi nyambung dan saling berbagi informasi adalah sisi positif dari acara-acara ini. kami merasa ini adalah keluarga juga. kami merasa ini adalah kebersamaan yang semoga mempererat rasa persaudaraan itu. Aamiin.

Tentu saja rasa terima kasih bahwa kami bisa bersatu dan bisa saling berbagi seperti ini. semoga menjadi kekeluargaan yang kompak, kekeluargaan yang saling tenggang rasa dst. Aku rasa sih aku beruntung sekali bisa berada diantara mereka. Terima kasih tentu saya ucapkan kepada ketua dan juga para pembimbing dan para senior serta seluruhnya. Berkat jasa mereka itu semua acara ini bisa terselenggara.
Ini baru setengahnya Cianjur-Tanggeng, belum dari dari Tanggeung ke Sindangbarang. Ya kurang lebih tiga jam an lagi lah bisa sampai Sindang barang. Oke lah, kembali kita fokus kepada kelompok lagi, jangan sampai membuat perasaan buruk apapun juga. itu tidak elok. Apapun yang terjadi kegembiraan bersama adalah tujuan yang lebih utama, jangan kau rusak suasana itu jangan kau cederai kebersamaan ini. kalau tidak maka engkau bukanlah individu yang baik, kalau tidak maka engkau adalah duri diantara kami. Jangan, mari kita nikmati sungguh-sungguh proses perjalanan ini, bagaimanapun dan apapun ceritanya. Itu yang harus selalu kita ingatkan.

Setengah jam pun kami bersiap untuk melanjutkan perjalanannya. Seperti tadi rombongan akan dipimpin oleh Road captain kami bapak Ariel. Kecepatan, arah, jalur dll kita serahkan kepadanya. Kita ikuti saja kemana arah akan dituju. Itulah fungsi sebuah team, patuh kepada pimpinannya, jangan menjadi duri, jangan menjadi benalu, jangan menjadi pemberontak atau pembangkang. Kita nikmati saja proses yang berlaku. Kita bukan anak TK yang belum mampu mengendalikan dirinya sendiri. Kita bahkan sudah lulusan high school, kita bahkan sudah keluaran university. Malulah kalau kelakuan masih seperti anak SD, SMP dan ABG.

Subhaaanallah, perkebunan teh ini begitu bagusnya, landscape nya sangat indah, entah ini daerah apa. Mungkin Pagelaran atau apalah aku tak faham. Apapun itu, perkebunan teh ini sama saja sejuknya seperti kebun teh di Bandung sana. Aneh memang kenapa kalau udara di kebun teh selalu saja sejuk demikian ya...?. coba kita tanyakan mengapa...?.

Thats right....anda betul....!!

Kan kubuatkan sebuah rekaman, dan semoga bagus.


ini supaya bisa menggambarkan dengan nyata bagaimana detik-detik perjalanan kami sehingga bisa diputar ulang dikemudian hari. ya setidaknya mewakili dari sebagian file-file touring kali ini.


Itulah naskah ceritanya. Angle pengambilan gambar sengaja dibuat dari atas "gawir" dan "rada nyumput" di balik pohon, supaya mereka gak melihatnya, agar kesan yang didapat menjadi lebih "asli".


Ya itulah skenarionya.



Bagian ke 2 (Kesasar di Tanggeung dsk)
The lost Country
Tak lama sampailah kami di perbatasan Tanggeung. Sebuah kecamatan yang ada di Cianjur Selatan. Kotanya khas sebagi kota kecamatan yang kecil namun cukup resik. ini adalah tempat masyarakat di daerah untuk bertransaksi ekonomi. Inilah termasuk garda terdepan republik ini. Dikota kecil seperti ini  ada perputaran uang, barang maupun jasa. Ya, begitulah cara rezeki itu berputar, sebagaimana juga di banyak tempat dan daerah lainnya dimuka bumi ini.

sebaiknya berhenti dulu untuk membeli bendera kecil agar bisa dipasang di motor. Suasana ini kan begitu terasa dalam rangka merayakan peringatan kemerdekaan Indonesia yang dari belenggu penjajahan bangsa lain. kita tentu harus ikut mensyukurinya, merasa gembira dan semoga nikmat kemerdekaan ini tidak dicabut oleh Allah SWT, aamiin.


Suasana peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke 73 ini memang terasa dimana-mana. Sepanjang perjalanan ini misalnya, dari sejak Bandung-Cianjur, Cianjur-Tanggeung, sepanjang jalan berhiaskan bendera merah putih. Tiap tempat, desa-desa saling berlomba menghiasi desanya dengan aneka umbul-umbul, bendera dan lainnya. semangat yang terpancar dari segenap masyarakat itu pantas untuk diapresiasi, pantas untuk dikasih aplaus.

Bahkan dibeberapa tempat rombongan kami harus terhenti karena kemacetan yang timbul oleh adanya pawai kemerdekaan. Semua lapisan masyarakat menyatu merayakan hari sakral bagi bangsa Indonesia ini. dari anak kecil, anak remaja bahkan anak remako.

Sayang tak banyak photo yang bisa diabadikan, sebab terlalu risih rasanya untuk ambil photo disaat kemacetan takutnya mengganggu antrian dibelakang. Sayang sekali memang momen-momen menarik itu tidak bisa berbagi. Tak terabadikan dalam lukisan kamera. Tapi tak apa sebab momen ini hampir serupa disemua tempat di Indonesia ini. saya percaya itu.
Suasana demikian ini tentu merasuki perasaan penulis juga. sehingga beberapa kali kunyanyikan saja lagu-lagu perjuangan biar berkendara juga semakin bersemangat. Biarkanlah kunyanyikan lagi lagu ini;

17 agustus tahun 45, itulah hari kemerdekaan kita,
hari merdeka nusa dan bangsa...
Hari lahirnya bangsa Indonesia.
Mer....de....ka.
Sekali merdeka tetap merdeka
Selama hayat masih dikandung badan
Kita tetap, setia, tetap sedia....
membela negara ki..taaa...

Kita tetap, setia, tetap sedia...
Mempertahankan Indonesia....

Merdeka....!!!



Tanggeung adalah kota kenangan, di sini dan daerah sekitarnya juga adalah sempat menjadi daerah perjuangan dimasa lalu. Ada banyak pahlawan tanpa tanda jasa disini. Mereka mempertaruhkan nyawanya demi Indonesia.

Bravo Cianjur Selatn, bravo Indonesia....!!!

Tak terasa karena aku sering berhenti sendiri, selalu saja aku tertinggal dari rombongan. sudah cukup jauh mereka didepan. Tak boleh nanti aku tersesat terpisah dari rombongan, kita gak tahu dimana mereka berhenti, berbelok atau apapun. Tak boleh terlalu lama terpisah sebab itu jelas melanggar kode etik. Wah, salah juga ya.

Ya sudah kucoba kejar lagi mereka se segera mungkin, dan aku kaget lah kok mereka malah berbalik arah, mau kemana...?. begitu pertanyaan pertama dalam benakku. Rupanya mereka katanya mau ambil jalan pintas. okelah maka akupun berbalik arah mengikuti saja kemana rombongan menuju. Lalu berbelok ke kiri, atau ke kanan kalau dari arah Cianjur. Terus saja mengikuti jalan berbeton yang cukup tebal juga. wah mungkin ini adalah jalan pintas yang menuju Sukabumi selatan, atau setidaknya supaya tak harus meliwati Sindangbarang mungkin.
Ya, rupanya jalur kesini juga sangat indah, menuruti punggung dan tubuh bebukitan. Meliuk kekiri, kekiri, kekiri dan kekiri. Eh ke kanan, kekanan lalu ke kiri. Begitulah terus. Seperti itu, Indah memang.


“Nyorodcod tuur” rasanya, disisi jalan ini, sebelah kanan adalah jurang-jurang yang mengaga, “leuwang pisan”...jurangnya curam dan sangat dalam. tebing batu yang sangat-sangat curam.  Curamnya hampir 90 derajat. Ada perkampungan dibawah sana, rumah-rumahnya terlihat bagaikan gambar miniatur, masjid yang bagus juga seperti mainan saja. ini seakan kita berdiri  diatap gedung pencakar langit yang tanpa ada kaca atau jendela atau apapun. Terus terang sangat ngeri sekali dan rasanya ngilu-ngilu mak nyos.

jika kita pandangi perkampungan yang ada di bawah sana, itu seperti halusinasi. Seperti tidak nyata. Ya sudah kupikir ini juga merupakan the lost country juga, negeri yang tersembunyi. Mungkin ini bisa juga dikatakan sebagai warisan dunia juga, atau geopark juga. ya begitulah kira-kira.


Perjalanan masih terlalu jauh kedepan sana. Semakin jauh, jalanan semakin buruk rupa. Yang tadinya beraspal dan berbeton, semakin jauh semakin masuk menuju ke pedalaman rupanya. Jalanan menjadi keriting, rusak dan rusak parah. Mau balik lagi itu tambah jauh tentunya. Kepalang basah kamipun lanjut saja “ngabolang”. Dasar lagi tahun politik, dimana-mana, disini juga sedang banyak baligo tentang celeg, cagub dll.

Kutanya ke penduduk, apa tadi ada rombongan motor lewat sini, ke kiri atau lurus ya..?. oh lurus katanya, belum lama katanya. Alhamdulillah lega rasanya berarti aku gak salah jalan dan mungkin sebentar lagi bisa menyusul mereka. Untunglah aku dapat menyusul, tapi yang aku susul justru juga sama sepertiku, sama-sama tertinggal. Jadinya kami berdua “atog-atogan” menyusuri jalanan yang semakin buruk ini. temanku ini gak bisa lebih kencang lagi, jadinya akupun pelan-pelan saja karena kasian dia sendirian dan punggungnya sedang sakit sehingga beliau gak bisa lebih kencang dari ini. jalan yang rusak parah ini hampir saja mengakibatkan temanku itu “nyuksruk” di tengah jalan berbatu-batu besar. Setengah jam ada mungkin aku menemani mang Jos ini. tapi aku menikmatinya.

Ah rupanya dua temanku, team sweeper juga sedang menunggu kami dipersimpangan sehabis perkebunan, dan hutan-hutan. Jalannya masuk perkampungan belok ke kanan. Kalau gak ditungguin mereka mungkin aku memutuskan jalan lurus saja, sebab jalan ke arah kanan justru lebih kecil dan kukira itu jalan mentok diperkampungan dibawah sana.

Tapi justru ke arah sanalah rupanya grup sudah ada didepan. Ya tentu saja perasaan galau tadi, menjadi lebih tenang berarti kita akan bertemu lagi dengan grup rombongan. Alhamdulillah tentunya, dan juga terima kasih kepada team sweeper.


Dan benar saja, grup sudah menunggu di sebuah perkampungan “nu teu hieum”. Syukurlah mereka rupanya masih akan lama beristirahat disini.

Habis istirahat demikian kamipun berangkat lagi, tetapi kembali aku memisahkan diri dari grup, sebab aku belum sholat ashar. Tak ada waktu lagi, di depan di sebuah mesjid mustilah aku berhenti lagi dan sholat dulu.

Alhamdulillah, sholatpun sudah. Akupun “ngabret” lagi mengejar mereka. Ini lebih gila karena kau tak mau kegelapan sendiri ditengah hutan yang belum pernah di kunjungi sebelumnya. Jalanan burukpun tak ku hiraukan, tancap gas terus.

Hampir, saja tadi polisi tidur menjungkalkanku. Motor ini sampai jumping...terbang saking kencangnya laju. Ah lebih baik mengambil resiko itu jika dibanding harus kegelapan di pedalaman ini.


Aku lupa tadi, kok ini jadinya tiba di Garut ya...?, Leles. Wah rupanya di Cianjur juga ada daerah dengan nama Leles, jadi bikin baper, serasa di Leles Kadungora.

Ah rombongan belum juga tersusul. Baiklah aku berhenti dulu di jembatan ini, sungainya ampir kering tetapi yang menarik perhatianku adalah dasar sungainya yang berupa cadas kekuningan. Biar aku photo dulu lah, nanti juga mereka akan tersusul.

Rupanya dari sejak jembatan ini jalanan menjadi lebih baik, jalanan juga lebih landai, kurasa ini sudah mendekat ke arah jalan utama di pesisir pakidulan Cianjur. Itu membuat berkurang rasa ketegangan yang tadi menyelimuti pikiranku. Maklum tadi itu adalah dipedalaman, hutan-hutan yang asing dan gak tahu ujung pangkalnya.


Rupanya para rombongan sudah tak jauh dari jembatan tadi, sekarang sudah dapat kususul lagi. Plong rasanya.
Suasana sudah lebih “lenglang” disini, pepohonan dikiri kanan jalan gak serimbun tadi. Dan jalanan juga semakin bagus, ya ini adalah sedang menuju ke jalan yang benar rupanya. Aamiin.

Sebuah kota kecil, namun terlihat modern adalah sebuah persimpangan ke kiri atau ke kanan. Tentu kalau melihat geografi kita harus pilih ke kiri yang arahnya menuju selatan, kalau kekanan malah kembali ke pedalaman. Itu kalau ditebak secara sepintas pasti begitu, tapi itu gak menjamin karena boleh jadi yang kekiri keselatan itu justru didepan sana malah belok memutar ka arah hulu. Dan sebaliknya yang ke kenan malah belok ke arah hilir. Paling bagus adalah bertanya, kalau males bertanya nanti bisa kesasar di jalan. Betul gak...?.

Ya, ternyata benar. Ambil ke arah kiri ke arah yang menuju ke Tegalbuleud. Hari sudah benar-benar gelap. Kuniatkan sholat maghrib di jamak ta’khir ke isya. Perjalananpun dilanjut terus. Rupanya grup sudah terpecah dua. Ini adalah grup yang tercecer, sementara grup besar didepan sana entah sudah sampai dimana. Semua orang rupanya sama ngabret nya, dan semua juga sama gak mau kegelapan di “leuweung” tadi. Sehingga grup akhirnya dengan seleksi alam terpecah menjadi dua golongan besar. Golongan kencang sudah jauh kemana, dan golongan siput dot com ada dibelakangnya.
Ini sudah hampir setengah tujum malam loh. Jalan raya belum juga ketemu. Kami terpisah dari rombongan besar.

Dari simpang tiga ini pasti tentunya ke arah kanan. Sebab begitu menurut arah dan geografi. Tetapi para teman rupanya tadi ada yang terlanjur gak yakin sehinggga belok ke kiri untuk mencari lainnya yang katanya tadi ada yang ke arah sana.

Ya sudah kamipun menunggu beberapa saat di sini, di Sukamaju desa Jatisari Sindangbarang ini. ada delapan orang seperti kelompok yang terdampar dinegeri orang.

Sudah selesai maka kamipun lanjutkan perjalanan ke arah kanan ke arah Tegalbuleud. Bergelap-gelapan dengan kecepatan yang diatur sedang. Akhirnya tibalah di keramaian perkotaan apa ini ya...?.

Jajan dulu, beli jeruk yang dijual murah. Beli minum juga dan juga beli bensin, biarin premium juga sebab kita gak tahu berapa jauh lagi ke pom bensin didepan sana. Maklum di pesisir selatan kan sangat jarang ada pom bensin. Jangan sampai motor kehabisan bensin tentu mogok di tengah jalan. Repot kita semua.

Jam tujuh lebih sepuluh malampun kami berangkat lagi. Kini semua sudah dalam satu rombongan besar kembali. Perjalanan akan lebih tentrem  ayem.

Perkampungan-perkampungan, hutan-hutan, lembah-lembah, bukit-bukit dan gunung-gunung semua dilalui. Tak ada pemandangan, semua serba gelap.


Perkampungan-perkampungan, hutan-hutan, lembah-lembah, bukit-bukit dan gunung-gunung semua dilalui. Tak ada pemandangan, semua serba gelap.
Yang ada hanya hitam,...
Yang ada hanya kelam,....
Aku melangkah,... dengan perasaaaan....!!
  


Bagian ke 3 (Tegalbuleud - Jampang)
Dari tegal buleud tadi, kesini ke hutan-hutan yang gelap adalah seperti misi silent, misi rahasia untuk menyergap Belanda yang sedang menyerang Ujung Genteng sana. Sepi sunyi senyap tak boleh banyak bersuara, semua kami sedang begitu khusu’ berjalan menembus tempat-tempat, lembah, bukit dan lain-lain itu selangkah demi selangkah, sekilo, du kilo meter dst.

Hutan Jampang yang terkenal masih cukup angker dimalam hari, karena letaknya yang terpencil jauh dari perkampungan adalah berbahaya jika bermotor ke sini secara sendirian. Tapi berhubung kami beramai-ramai maka tak ada rasa ciut diantara kami walaupun juga keadaan yang senyap itu kami rasakan seperti suatu perjalanan pasukan Jendral sudirman dalam bergerilya menghadapi agresi militer Belanda dan sekutu. Wah, itulah yang khusus penulis rasakan, lumayan penuh teka-teki juga sebab gak tau juga kalau didepan sana ada segerombolan babi hutan atau mungkin macan kumbang yang sedang kebetulan lewati jalan. Ah kau sukanya bikin cerita tuh bikin jadi serem...!!.

Tapi betul, walaupun beramai-ramai tapi kan bawa motor sendiri-sendiri, apalagi posisiku seringnya berada di paling belakang. Terasalah suasana mencekamnya itu. Apalagi kalau teringat pemutaran film G-30 S PKI wah serem lah pokoknya.

Hutan Jampang yang indah sesungguhnya, menjadi kelam jika malam menerjangnya. Semua serba hitam, tak terlihat apa dibalik pepohonan, apa dibalik semak belukar dan apa yang ada di atas tebing-tebing dan apa yang tersembunyi di bawah lembah-lembah dan jurang-jurang. Diantara kita sama sekali gak ada yang berani menebaknya. Bisa jadi ada apa-apanya kan...?!...

Kembali pikiranku liar kemana-mana, membayang yang bukan-bukan. Lama juga sih menembus hutan belantara ini, lama sekali rasanya kapankah akan ada perkampungan kembali...para rider didepanku juga terlalu asyik sendiri-sendiri, sugan aya obrolan atuh da ni jempling...

Hmm, ya iyalah mana bisa kami mengobrol sementara kami terlalu asyik dengan masing-masing motor kami. Entahlah apa pula yang sedang mereka pikirkan saat ini. mungkin sedang ingat yang dirumah, mungkin sedang tidak ingat yang dirumah, mana kutahu.

Belok kiri, belok kiri, ke kanan, ke kanan lalu ke kiri ke kiri, ke kiri dan ke kiri. Jalanannya memang berputar-putar seakan seperti sedang menaiki roll couster, ah padahal aku pernah gak ya naik roll couster. Sok tahu aja. Tepi kurang lebih memang demikian, asyik sih, menyenangkan sih.

Iring-iringan motor yang didepanku itu kalau bisa ingin rasanya ku rekam tetapi aku belum punya alatnya. Kerlap-kerlip lampu belakang yang berbelok ramai-ramai menuruni tikungan yang panjang ke kiri dan ke kanan itu sangat indah dilihatnya. Sayang moment ini tak bisa berbagi dengan pemirsa. Cukup bayangkan saja itu sebagaimana sesuatu rombongan yang meliuk ah pokoknya begitulah.



Terima kasih Tuhan atas kesempatan ini, terima kasih bahwa perjalanan ini berjalan sedemikian lancarnya hingga detik ini. terima kasih juga kepada semua kawan, handai tolan dan semuanya. Juga kepada pemirsa yang sempat membaca tulisan ini semoga mendapat pahala kebaikannya, aamiin.

Beberapa kali memang kami berhenti dulu untuk berbagai keperluan. Kalau ada pom mini atau katakanlah pertamini, sudah pasti itu adalah bagaikan mutiara tersembunyi ditengah padang pasir. Tak boleh disia-siakan untuk isi bensin terutama bagi yang tadi gak kebagian, atau tadi gak sempat isi. Inilah temuan yang paling berharga buat kami ditempat yang kami tidak tahu hal ikhwalnya seperti apa.

Ini juga jadi kesempatan untuk memecah keheningan, sehingga suasana menjadi hangat kembali. Mari kita lanjut...

Ya, kami pun lanjut saja menyusuri beberapa perkampungan yang mulai ada. Rupanya hutan jampang secara alhamdulillah sudah tamat diliwati. Jadinya gak mencekam lagi seperti tadi. Bisa bernafas lebih biasa lagi, “teu was-was, teu geueuman deui”. Plong lah pokoknya.

Tentu ini akan kembali ke dunia peradaban yang bersosio cultural. Jirr, dalam sekali bahasanya.
Yah, itu untuk menggambarkan bahwa kita telah sampai di tempat yang ada penduduk atau penghuninya. Sehingga tentu saja akan terasa lebih tenang menenangkan jiwa.
Entah berapa menit kami lewati tadi, kurasa ada mungkin satu jam sih. Aku males lihat speedo meter ah. Nanti saja kalau sudah sampai keramaian akan kita lihat update nya jam berapa.

Dan kamipun kembali dalam dunia kami masing-masing, ada yang sedang memikirkan makanan, ada yang sedang memikirkan tempat tidur dll. semua kembali asyik terhadap diri mereka sendiri-sendiri. Dalam keadaan touring seperti ini, tentu jarang sekali kita dapat berbagi cerita setidaknya hingga nanti sudah sampai ditempat tujuan atau di tempat pemberhentian berikutnya. Kami harus kembali kedalam, kembali ke sanubari masing-masing. Kuharap ada banyak do’a berhamburan dari mulut dan benak semuanya, supaya Tuhan tetap melindungi kami. Aamiin.


Waduh, tak terasa rupanya ini sudah sampai dipertigaan yang kuyakini ini adalah Surade saya kira dugaanku benar. Pernah sih satu kali ke sini jadi bisa sedikit tebak menebak.

Entarlah kita cari kepastiannya, kita ikuti saja arah kemana rombongan menujunya, kekiri ke arah Ujung Genteng atau ke Kanan ke Arah Sukabumi kota. Itu yang aku tahu.

Kekanan rupanya, dan itu tanda tanya dalam hatiku, setahuku jalan ke arah Geopark Ciletuh dari simpang ini adalah ke kiri. Tapi mungkin juga bisa ke kanan dan didepan sana ada jalannya. Entahlah, terus terang untuk ke Ciletuh masih belum ku mengetahuinya. Jadi pasrah sajalah.

Eh rupanya kami berhenti dulu di sebuah pom bensin rupanya mereka hendak mengisi bbm lagi. Mengisi bbm secara lebih agar nanti gak kehabisan ke tempat yang mungkin masih cukup jauh ini.
 Ya, demikianlah pandangan mata yang bisa penulis sampaikan, sampai jumpa di Ciletuh...!


Bagian ke 4 (Cari Penginapan)
Malam semakin terasa, suasana pesisir semakin terasa pula. Ada perbedaan kandungan udara, tiupan angin, dan juga kelembaban. Itu sudah otomatis dibedakan oleh tubuh kita. Udara pegunungan tinggi, udara pegunungan menengah dan udara pesisir itu terasa bedanya.

Ciletuh sudah didepan mata, rombongan kembali terpecah dua. Kelompok depan, dan kelompok siput.com. sehingga tadi kelompok belakang ini sampai salah jalan yang harusnya belok putar kekiri malah lurus entah kemana. Jadinya kami harus memutar balik lagi.

Kelompok pertama sudah menunggu di Panenjoan. Ini adalah satu tempat yang mana kita bisa melihat pantai palampang dari kejauhan. Baru juga menghela nafas kita harus sudah berangkat lagi. Tujuannya agar segera bisa makan malam, sholata dan juga istirahat.

Ya, kamipun lanjut saja.
Sampailah akhirnya disini. Di penginapan yang dijanjikan.

Istirahat dulu kami disini, tidur-tiduran, ngobrol-ngobrolan dll. sebab nasi dan lain-lainnya belum siap untuk disajikan. Penginapan ini adalah terbuat dari panggung yang setiap kamar ada emperannya. Kalau dihitung ada 6 kamar sih. Tapi toiletnya terpisah sendiri, harus jalan dulu sekira 30-40 meteran, ada dibelakang yang gelap itu. Halamannya memang sangat luas, ada beberapa pepohonan mangga dll. nasi yang ditunggu masih juga belum datang. Mungkin kami akan tidur disini.
Nasipun akhirnya sudah siap tersaji, sayang aku tertidur tadi sehingga kebagian sisa-sisanya saja. tapi masih cukup lengkap kok ayam, sambel dan lalabannya. Dalam keadaan “lulungu” akupun menyantap nasi ini, dengan lahap dan tuntas. Tak sempat aku photo-photo disini sebab hp ku sudah lowbat.
Habis makan aku isya dan jama’ ta’khir maghrib dulu. Kami sudah siap untuk lanjut perjalanan. Rupanya kami gak jadi nginep disini, mungkin ini terlalu sepi dan juga kurang representatit. Terutama terlalu terbuka dan juga toiletnya Cuma ada satu. Tentu itu bakalan antri.

Rupanya jalan menuju Ciletuh masih cukup panjang. Masih menyusuri kebun-kebun dan bahkan hutan-hutan yang berpohon rapat dan alami. Dari sini kami menuruni bukit-bukit yang terjal, jalannya memang sangat “mudun” turun kebawah dan sesekali sedikit naik keatas. Tapi aspalnya masih sangat baru, masih sangat baik dan”ngeunaheun”. Rupanya jalanan ini indah juga, beberapa memang “nurugtug”, “mudun” yang curam dan panjang beberapa lainnya berkelok tujuh atau sembilan. Sumpah, menurutku ini jalanan bagus sekali.

Setengah jam atau kurang barulah kami sampai diperkampungan. Tetapi ini belum berhenti disini. Entahlah berapa jauh lagi. Yang kami lakukan hanyalah betot gas dan ikuti yang didepan.




Bagian ke 5 (Sampai di Geopark Ciletuh)
ALHAMDULILLAH TENTUNYA. Akhirnya kami tiba juga di gerbang Pantai Palampang. Ini seperti sesuatu yang baru saja ditemukan, dibangun dan hendak berkembang. Semua masih terlihat baru, lengang dan banyak tanah-tanah lapang. Hampir mengingatkanku dengan suasana di kompleks Bandara BIJB di Majalengka. Beberapa warung terlihat berderet, kios-kiosnya jelas masih terlihat anyar. Atau ini seperti ketika kita tiba dikompleks perumahan yang baru akan dibangun, seperti ada kapling-kalping dikiri kanan sekitar sini.

Lurus terus, lalu belok ke kanan, luruuus, belok kanan lagi, luruus saja dan kemudian belok kiri. Tak jauh dari itu kami pun berhenti. Dikiri dan di kanan jalan, tempatnya saling berhadap-hadapan. Ini adalah rumah penduduk biasa atau homestay. Yang kanan rumahnya lebih luas, dan yang kiri lebih ekslusif.
 Saatnya untuk tidur.
“Bismika Allahumma ahya wabismika amuut.....”

Tidurlah-tidurlah dengan nyaman dan semoga malamnya pulas. Dengan menyebut namaMu aku hidup, dengan menyebut namaMu aku mati. Ya Allah masukkanlah aku kepada umatnya nabimu, dan maafkanlah segala salah serta khilafku. Maafkan juga segala salah dan khilaf kedua orang tuaku, dan juga semua saudaraku, teman-temanku, para ulama dan para guruku, walmuslimiina waluslimaat, wal mu’miniina wal mu’minaati. Alahyaa i minhum wal amwaat birahmatika ya arhamarraahimiin. 


Alhamdulillahilladzii ahyanaa, ba’da maa amaatanaa...wa ilaihinnushuur. Pagi telah datang menyongsong. Subuh segera ditegakkan. Bersiap untuk hari yang baru. Alhamdulillah, masih diberi kesempatan. Alhamdulillah masih bisa menghirup udara pagi yang segar seperti ini. ah nikmat manalagikah yang akan aku dustakan. Maafkan ya Allah, karena begitu sering aku melupakanMu. Astaghfirullah aladziim...

Para burung kecil, para ayam, para kambing dll juga sudah terbangun. Mereka sudah memulai dengan hari-harinya. Entah ikan-ikan dilaut sana. Apakah masih terlelap dalam dinginnya Ciletuh, atau kah sama sudah memulai beraktifitas di hari yang masih berembun ini.

Diam-diam matahari mulai menyelinap melalui ranting dan dedaunan diatas sana. Memberikan siluet bayangan diantara atap tetangga dan diujung jalanan sana. Para ibu rupanya sudah lebih awal dengan segala aktifitasnya. Menghidupkan hari yang baru saja akan dimulai ini. bersama bebek betina dan bebek jantan yang mulai menyusuri sisi-sisi rumah dan selokan, diantara pagar rumah tetangga.

Para bapak, baru satu atau dua yang ada disana, juga yang disini. Menunggu nasi kuning, bubur ayam dan segelas kopi hitam.

Seperti ada dalam syair lagu berikut ini :...

Kopi hitam..
Mantap rasanya...
Seleraku dan seleramu...
Segar luar biasa...
Bersama pagi yang bersinar..
Dari ujung timur yang lembayung...
Kamu dan aku...
Mengadu tawa...nan ceria bersama

Kopi kita kopi hitam,...
Kopi asli Indonesia...java preanger sang juara dunia




Bagian ke 6 (Menunggu Sarapan Pagi mau ke Curug Cimarinjung)
Sudah saatnya untuk pergi ke pantai. Namun nasi kuning tentu akan segera datang. Jadi bersabar dulu, orang sabar disayang Tuhan. Assabrun jamiil.
Untuk menunggu itu, ada baiknya kita jalan-jalan pagi dulu. Beberapa suasana dipagi hari tentu gak bisa ditemukan disiang hari. Terutama vitamin D dan juga kesegaran udaranya. Haahhh....udaranya segar sekali bisa menembus kepada seluruh ruang dadaku. Nikmat manalagikah yang akan kita dustakan...?.
Gak boleh lama-lama jalan paginya sebab kita punya acara berikutnya, jam tujuhan sudah harus kembali ke homestay. Sebab nasi kuning tentu sudah ada disana.


Kalau sudah makan tuh suka lupa menulis. Makan nasi kuning yang tak seberapapun tetap cukup untuk pagi yang baru saja dimulai. Dan tak lama lagi, kamipun cabut semuanya dengan membawa semua barang bawaan. Rupanya kita akan pindahan lagi. Sudah dapat penginapan yang lebih representatif disana, tepat di bibir pantai Ciletuh. Masih ada satu malam lagi disini, tentu penginapan sudah harus definitif sejak sedini mungkin.

Ide di pagi hari seringkali memang cemerlang. Maka tak heran jika disaat yang demikian itu sering muncul joke joke yang luar biasa. Pagi yang dipenuhi senyum, canda dan tawa. Tak boleh terlalu berlebihan, supaya menjadi tidak murahan.
Sudah siap rupanya, kamipun siap untuk berangkat. Selamat tinggal my sweet memory at our homestay today, and so goodby to the owner. Maybe, sameday we will back again. And i wish i will come here in other time. i wish it. Mungkin suatu hari nanti kita akan bersua kembali. Wassalam.
Hey jangan ketawai bhs inggrisnya. Maklum gak lulus elementary one.


Nama penginapannya adalah BATMAN FOREVER, ini sekira jam delapan lebih sedikit. Kami sudah tiba disini. Masih ada penghuni lainnya didalam sana, mereka baru akan  berkemas. Kami harus menunggu mereka dan juga menunggu ini tempat disapukan dan dirapihkan dahulu.
  


Maka keliling pantai adalah pilihan yang paling nyata, yang paling didepan mata. Untuk menyusuri ke beberapa sisi pantainya adakah hal yang unik dan cukup menarik disini. Secara sekilas pantai ini kelihatan biasa saja. pasirnya juga kurang bersih sepertinya gak pas untuk bermain pasir atau untuk bermain ombak. Tetapi untuk udara pagi yang segar dengan kandungan garam yang menguap dari lautnya dan atau melihat pemandangan di sekeliling tentu masih bisa dilakukan.



Untuk meng upgrade kualitas pantai ini, adakah suatu teknologi yang bisa menyulap kualitas dari pasir, kejernihan air laut dll, mungkin dengan satu atau beberapa modifikasi, pengaturan dan lain-lain masih bisa diakali. ya siapa tahu kan bisa dicari caranya. Harus ada upaya ke arah yang lebih baik. Bukankah dibanyak tempat juga bisa dibangun pantai putih buatan atau melalui rekayasa teknologi misalnya dll.

Tetapi sudahlah, dalam beberapa hal tentu lokasi pantai ini masih mungkin untuk dikembangkan. Penanaman pohon supaya lebih rindang dll adalah hal pertama yang paling bisa dilakukan, penambahan berbagai fasilitas, utility, atau taman wisata dll atau mungkin arena balap kuda, balap kerbau atau bahkan balap motoGP. Do yo have any ideas....?!



Pagi yang semakin tinggi, memberikan panas yang semakin terik. Sudah mulai terasa tak nyaman berada lama diluar sini. Mungkin istirahat atau tidur adalah pilihan yang tepat.  Bersiap untuk acara sore, malam dan esok hari.

Tetapi tidak demikian adanya, sebab masih ada acara berikutnya. Yaitu menuju curug Cimarinjung. Tempatnya tak jauh di pantai Palangpang ini, bahkan curugnya kelihatan disini. Itu ada ditebing sebelah kiri. Kita akan kesana. Tentu berenang di curug akan terasa lebih menyegarkan dibanding harus terus berada di sisi pantai yang terasa mulai panas ini. Ini soalnya sudah hampir jam sepuluhan.


Bersiap dengan segala-sesuatunya, kompak sekompak-kompaknya kami akan good by and so “good bay” Palampang.

Godaan air dingin dari curug Cimarinjung tentulah sangat kuat dirasakan. Kamipun semangat menuju kesana. Rupanya jumlah pengunjung cukup banyak dipagi ini. lokasi parkir sudah sedemikian hampir penuh. Akan indah nampaknya pemandangan disana. Tak sabar.

Dengan menyusuri jalan empat tapak kaki, jalan menuju curug Cimarinjung itu. Ada beberapa warung makanan dan juga penjual lainnya. jalannya juga datar-datar saja kecuali jika berbelok dipercabangan ke kiri itu menuju ke bawah sana, ke aliran sungai yang lokasinya ada di bawah “gawir” Cimarinjung. Tetapi ke lokasi curug tentu lebih membuat penasaran kami. Dari belokan jalan ini curugnya mulai terlihat dengan jelas. Tinggi sekali nampaknya. Jalanpun semakin dipergegas. Sudah gak sabar.


Tetapi didepan ada spot untuk mengambil photo. Ngantrinya bukan main. Susah berakhirnya. Kudu antri dan sabar. Belajar budaya antri. Belajar budaya sabar.


Beberapa jepretan kamera sudah cukup untuk mengabadikan suasana dan pemandangan disini. Sebagai kenagan jika nanti sepulangnya ke Bandung. Supaya bisa berbagi cerita kepada teman, kawan dan handai tolan. Boleh suatu waktu kita akan berangkat bersama kesini, sangat boleh.


Dan memang para pengunjung disini begitu ramai, kalau dihitung tentu tak dapat. Karena gak ada kerjaan menghitung nya juga.

Kembali keluarkan kamera, potret sana potret sini. Potret juga curugnya, tebing bebatuannya yang menjulang, pepohonan di yang ada di tebing bebatuan yang terlihat seperti bonsai juga dan tentu photo selfi berkali-kali.


Para teman sudah tak bisa menahan keinginan untuk bermain air, itu juga membuat ku tergoda. Wuiih, tak disangka airnya begitu dingin. Ini seperti berada di Ciwidey atau di Pangalengan sana. Rupanya basah terkadung basah sekalian, bermandi air dan sedikit berenang-renang ketepian adalah menyenangkan juga.
Kalau berenang ke tengah sana mungkin terlihat menggoda, namun rupanya itu dilarang sebab kita yakini tentu pusaran airnya akan sangat deras sebagai akibat derasnya air yang turun dari atas bukit sana dalam jumlah yang cukup besar pula. Kita gak boleh sok jagoan, sebab kekuatan alam bukan tandingan manusia yang lemah ini. kalau binatang mungkin masih bisa melawan arusnya, tapi kalau tenaga manusia ini terlalu gak sebanding rasanya.



Para teman sudah sejak awal bermain air disini, mereka sudah kedinginan rupanya, sementara aku baru saja tadi memulainya. Ini tak akan lama. Beberapa bahkan sudah meninggalkan lokasi curug,  kami masih terlalu menikmati dinginnya air Cimarinjung yang ajaib ini. Air yang dikira gak sedingin ini, tapi nyatanya sedingin ini.
Rupanya para teman mencari teorinya, “air bisa dingin disini karena ketika air itu terjun dari atas puncak tebing ini, itu ditiup oleh angin yang datang sehingga membuat air yang turun menjadi lebih dingin dibanding air yang ada diatasnya.” wah boleh juga itu teorinya, itu seperti teori blower mungkin. Sebatas demikian itu teorinya bisa diterima. Teori ngawur...!!



Ditambah pula oleh tebing bebatuan disekitarnya tentu menjadi katalis yang baik untuk menahan dan menyerap udara dingin membuat udara yang berputar-putar disana terjaga kedinginannya secara terus-menerus. Wah teoriku boleh juga rupanya. Teori ngawur...!!

Demikianlah kami coba meneliti hal ihwal air Cimarinjung yang dingin ini. adem terasa kepada tubuh, segar terasa kepada badan ini. masih betah berlama-lama disini, masih terlalu nyaman untuk berada disini. Tetapi waktu gak bisa ditahan, tetapi masa gak bisa dilawan. Subhaanallah, begitu rapuhnya hidup kita yang setiap detik termakan usia. Musti sadar dan segera insyaf. Hmm....jadinya gak boleh lagi memperbanyak salah dan dosa dalam sisa hidup ini. itu pelajaran yang kuraih kali ini. semoga itu membantuku. Semoga ini bekerja/it work. Aamiin.

Haduh, suka rada lunglai kalau sudah sedikit mengingat demikian itu. Semoga saja itu menjadi asupan ilmu agar hidup bisa lebih tenang, damai dan dewasa. Aamiin. Juga termasuk dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang harus lebih mengedepankan kedewasaan berfikir, bertindak dan berkolaborasi dalam kebaikan tentunya. Bisa menahan sikap, bisa menahan amarah, emosi dan segala hal negatif lainnya yang destruktif dan mengganggu suasana yang harus selalu dijaga agar tetap kondusif dan baik-baik saja. Belanda masih jauh brow...!.

Berita sensitif tentang agama seringkali dimanfaatkan oleh para petualang agama yang mencari keuntungan ditengah kehiruk pikukan masyarakat, termasuk masyarakat medsos terutama. Kita jangan menjadi bagian manusia yang mudah dimanfaatkan sedemikian itu. Segalanya harus terkontrol, segalanya harus dikembalikan kepada telaah keilmuan para ulama yang bertanggung jawab tentunya. Aamiin.



Bagian ke 7 (Puncak Darma) 
Lelah sudah bermain air, kamipun “hanjat” ke daratan, kembali kebalik bebatuan untuk berganti pakaian. Semua sudah bubar, adios Cimarinjung.


Keluar dari kawasan Cimarinjung rasanya tanggung jika tidak lanjut ke lokasi lainnya. karena sesuai rencananya dilanjutkan ke puncak Darma yang terkenal itu.

Secara konvoi kamipun menyusuri jalanan yang menanjak semakin curam, beberapa motor tua ada yang gak kuat menaikinya. Terpaksa harus turun penumpangnya. Ada petugas jalan yang sigap memberi aba-aba di puncak tanjakan sangat membantu para pengendara yang masih baru ke sini.
Dari persimpangan sehabis tanjakan ini kita belok ke arah kiri, sebab kalau ke kanan itu ke arah lainnya. jalannya masih sedang diperbaiki, dalam proses pengerasan. Masih belum di beri aspal sehingga debunya “kebul” kemana-mana. Menurun sedikit menyebrang jembatan dan naik kembali. Tanjakannya tak kalah ekstrim dengan yang tadi dan juga ini cukup panjang rupanya. Harus hati-hati terlebih jalannya masih belum selesai dikerjakan, masih proses pengurugan pasir dan kerikil. Ada stoom dan alat berat lainnya sedang bekerja di tanjakan ini.



Tak terlalu jauh, puncak Darma pun dapat dicapai. Disini jalannya sudah berhotmix rupanya. Dan wuih pemandangannya memang sangat bagus.

Parkiran kendaraan disisi jalanan ini, dan sebagian juga di tempat lapang yang sudah tersedia. Dipertigaan puncak Darma ini ada tugu senjata khas Pajajaran. Kujang.

Disini anginnya cukup kencang, dan ditambah topografinya yang berupa puncak bukit yang ber “gawir” terjal membuat sangat cocok untuk paradigling, paralayang dan sejenisnya. Seperti secara kebetulan sedang ada siaran langsungnya, olahragawan paralayang mengembangkan parasutnya dan lalu terbang.  


Tentu pemandangan dari awang-awang akan sangat indah karena bisa pergi kemana dikehendaki seperti seekor burung camar yang terbang melayang-layang. Berputar-putar mengelilingi kawasan Geopark Ciletuh ini. itulah yang disebut sebagai eyebird yang sesungguhnya.

Dipuncak Darma ini kita bisa leluasa memandangi lautan dan daratan yang persis ada dibawahnya. Menjadikan satu titik view yang diburu para pelancong. Berphoto-photo, mengamati semua pemandangannya dan juga merasakan tiupan anginya yang mengibaskan rasa panas dari sang Matahari, membuat kulit kita menjadi lebih sejuk rasanya.

Akan lebih bagus jika kita punya “kekeran” atau teropong atau kamera xldr. Akan ada lebih banyak view  yang bisa didapat.



Story of The Lost Country

Puncak Darma, oh puncak Darma
Bagaikan engkau berdiri di atas cakrawala
Bagaikan engkau berada di balik punggung makhluk raksasa
Engkau menjadi yang paling tinggi disini
Engkau bagaikan punggung dari mega super dinosaurus yang sangat besar
Yang sedang “ngaringkuk” di Lautan Palangpang ini.

Diatas punggungmu yang kokoh ini, biarkan kami melata padanya
Agar pulas tidurmu, agar engkau tak terusik karenanya,...
anggaplah kami sebagai kutu-kutu yang tak mengganggumu

Biarlah engkau senang kami ada disini
Dan kamipun tentu senang berada di punggungmu...
Selama yang aku, dia, mereka maui

Yah, kami harap engkau tak terusik
Ya, kami harap engkau bersikap tenang dan bahagia selamanya

Puncak Darma, oh puncak Darma
Sang warisan dunia, dari peninggalan Zaman “baheula”
Oh Puncak Darma
Engkau adalah dunia yang dianggap hilang
Yang kini sudah ditemukan kembali

Terima kasih kepada gubernur Jabar terdahulu, bapak Ahmad Heryawan
Yang telah mengusahakanmu ditemukan dunia
Menjadi bagian dari koleksi UNICEF
Sebagai the World Geopark Ciletuh

Dan berharap kawasan ini bisa “dimumule” oleh banyak generasi
Kita, setelah kita, dan setelah kita

This is story about Ciletuh
at,
The lost Country....



Kawasan Ciletuh yang belum lama dikenal ini, kini sudah mulai menjelma menjadi destinasi wisata yang membuat penasaran para pelancong.

Tentu saja tak lama lagi kawasan ini, akan terus berbenah diri sehingga sarana prasarananya semakin lengkap. Dimana ada gula tentu selalu mengundang datangnya para semut. Semut “hideung”, semut “beureum” dan semut lainnya.

Seyogyanya para pemangku kepentingan, goverment, dan juga para masyarakat disini dan para pelancong juga wajib peduli terhadap ketertiban, kebersihan dan kelestarian Geopark Ciletuh ini. Jangan sampai kita menjadi manusia tidak beradab yang tak mampu mengelola sampah, yang tak mampu mengelola lingkungan. Belajarlah menjadi manusia terdidik, jadi manusia berkualitas dan yang punya nilai, yang bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar yang peduli terhadap alam.
Go Green...!!, ijo royo-royo. Hejo ngaplak, indah dipandang mata, sehat untuk semua, sejahtera untuk semua.
Belajar dari bangsa lain yang begitu menghargai kebersihan, tak buang sampah disembarang tempat. Tak merusak hutan, tak merusak sungai, tak merusak gunung-gunung dan lautan.

Untuk hidup tak boleh dengan cara merusak. Untuk eksis tak boleh dengan jiwa serakah yang tega membabat hutan, menghancurkan biota laut dst. Mari kita mulai dari sekarang, mari kita pelopori dari diri masing-masing. Buka cakrawala, buka lembaran baru yang lebih bersih, lebih elegant. Menjadi generasi Juara. Indonesia Juara.


Dari Ciletuh menuju Jabar Juara, dari Ciletuh menuju Indonesia berjaya. Kami ucapkan dirgahayu Republik Indonesia yang ke 73. Semoga bangsa ini menjadi bangsa yang berkualitas, bangsa yang mulia dan berakhlak terpuji. Kita kikis jiwa pecundang, kita kikis jiwa “kolokan”, kita kikis jiwa murahan, kita kikis jiwa “rudet”, kita kikis jiwa “ngeyel”, kita kikis semua sikap dan pola pikir yang buruk itu menjadi manusia-manusia juara yang berkualitas tinggi yang empaty, yang mengedepankan keimanan, yang mengedepankan keihsanan (perilaku terpuji), yang menjauhi kebodohan, yang menjauhi kedunguan, yang menjauhi politik sontoloyo, yang menjauhi kebebalan jiwa, yang menjauhi keangkuhan dan semua sifat buruk lainnya. aamiin. Selamat berjuang kawan....! selamat bekerja keras...!, lelah kita dalam kepicikan ini, lelah kita dalam kedunguan ini.

mari kita kembali ke asal

Mari kita kembali kepada budi pekerti
Mari kita kembali kepada budaya silih asih, silih asah, silih asuh

Jauhi sikap kekanak-kanakan yang manja,
Jauhi sikap kekanank-kanakan yang “babarian”, gak lapang dada.

Nilai diri kita ada pada kedewasaan
Nilai diri kita ada pada kebijaksanaan
Nilai diri kita ada pada akhlaqul karimah, akhlak yang mulia.
Jauhi kebodohan dengan belajar,
Jauhi kedunguan dengan membuka wawasan

Malu kita yang selalu bertengkar,

Kuncinya adalah ilmu pengetahuan, wawasan dan keimanan.
Kuncinya adalah hormat ulama kyai,
Kuncinya adalah tidak sok tahu

Kuncinya adalah banyak dzikir dan banyak istighfar agar hati menjadi teduh dan meneduhkan.
Astaghfirullah al adziim....



Kalau kita bukan ahli agama, tak pantas kita mencaci profesor agama, kyai pula. Dimana logisnya, gak ada logisnya sama sekali.  Yang ada hanya bodoh diatas kebodohan, yang ada hanya dungu diatas kedunguan. Itu memalukan...!!

Sebagai umat, ikuti saja ulama. Sebagai umat jaga diri dan keluarga saja dari perbuatan ikut-ikutan dari medsos dari yang gak jelas keluhuran ilmunya, yang kita gak pernah belajar dasar keilmuannya. Kita itu disebutnya juga sebagai orang awam, bukan ulama, bukan kyai. Kalau kita sebagai orang awam, tak pantas kita menyalah-nyalahkan ulama kyai yang “molotok” ilmu agamanya, menguasai cabang keilmuan agamanya, ilmu fiqh, ilmu ushul fiqh, ilmu hadist, ilmu tafsir, ilmu mustolah hadist, ilmu alat, ilmu kalam, ilmu balaghah, ilmu ma’rifat, ilmu hikmah, ilmu falaq, ilmu siroh nabawiah, ilmu dan amal yang semua itu tidak kita kuasai.
Malu lah kita. Jika kehadiran kita hanya menambah masalah bagi bangsa dan umat ini.

Ke naha jadi ceramah ieu teh...!
Ah ngawur....!!




Bagian ke 8 (Kembali ke Penginapan)
Tengah hari sudah, tentu perut sudah merasakan juga sama sepertiku. Sudah pengen makan. Untuk sementara, masih bisa di ganjel beberapa makanan ringan yang ada di warung-warung yang tersedia di Puncak Darma. Ada bala-bala, ada gehu, ada sangray kacang dll.

Kamipun turun lah kembali ke Palangpang yang tadi kita dapat saksikan dari Puncak Darma. Kita akan kembali ke lembah sana, ke sisi pantai yaitu ke penginapan kita...Batman Forever.

Disini perasaan kita adalah sebagaimana layaknya para pelancong. Suasana kepariwisataan terasa kental disini. Pemandangan indah dimana-mana. Kita akan betah berlama-lama disini. Ingin tentu untuk bisa mengunjungi nya lagi jika nanti sudah kembali.
Karena....
Aku ke sini untuk kembali lagi.
Maybe, insya Allah.


Hari yang mantap untuk jamuan siang. Kita ramai-ramai, “bengkung ngariung, bongkok ngaronyok”. Kenyang dan alhamdulillah. Nikmat manalagikah yang akan kita dustakan.
Sholat dzuhur, dan lalu istirahtalah. Sebagian menulis, sebagian browsing, sebagian ngobrol, sebagian tidur. Hari yang lelah seperti baru terbangun dari impian saja. dunia mau dibawa kemana, atau kemana kita akan menuju dan mengapa kita ada disini, dan apakah ini semua adalah sesuatu yang tiada makna, apakah kehidupan ini adalah hampa tanpa arti apa-apa. Ataukah dunia ini biarkan saja sebagaimana air mengalir tanpa makna tanpa tujuan tanpa hikmah dan tanpa definisi...?


Yah, itulah perenungan disiang bolong yang setengah ngantuk ini. mau tidur belum mampu, mau kemanapun juga gak mau. Ya sudah aku hanya bisa bertanya-tanya saja supaya menambah pemaknaan dari waktu dan kehidupan ini.

“Maa khalaqta haada baathila....”
Dunia ini tercipta bukan tanpa arti apa-apa.

Ooooh...i see...
Kini aku sudah bisa konsentrasi untuk menikmati semilirnya angin yang masuk melalui sela-sela jendela dan juga dari atap yang tinggi. Memperkuar rasa kantukku....
Waktunya untuk membaca do’a tidur.
Bismillahirrahmaanirrahiim. Bismika Allahumma ahyaa wabismika amuut.
Zzzzzz.......zzzzzz.......zz.zzz.....zz....zzz...
Lelaplah, lelaplah, lelaplah...




Jam menunjukan 16.00 WIB.
Aku sudah bangun sekarang. Horeeeee.
Hmm....bukannya bersyukur alhamdulillah malah horeeeee....!!!
Ya sudahlah, tak mungkin aku tidur lagi. Kantuknya sudah hilang sekarang kan...?.
Nya lah...!!.

Ya begitulah ceritanya saudara-saudara sekalian.
Untuk lengkapnya silahkan kunjungi Geopark Ciletuh ini, ok..?.



Bagian ke 9 (Loji-Ciletuh)
Ssssst, ceritanya belum berakhir kawan. Sore yang cemerlang ini. mandi sudah, apapun sudah. Ada waktu luang untuk menikmati suasana pasosore di bumi yang dianggap hilang ini. Geopark Ciletuh, The last of the lost country. Ya begitulah biar kelihatan serem...!

Rencananya adalah menyusuri jalan baru yang dari Ciletuh ini ke daerah Loji yang belum setahun diresmikan oleh Pak Aher. Tentu penasaran, yang katanya jalanannya indah pemandangannya.

Tak ada teman yang mau ikutan. Maklum kalau aku kan berjiwanya itu adalah suka pengen tahu daerah-daerah baru. Terutama juga ingin mencoba jalannya yang masih mulus tentunya.
Yah, tak banyak cincong, akupun pergi saja ngebolang. Jalanan yang kutempuh adalah pasti kembali meliwati arah curug Cimarinjung, lalu terus nanjak menuju ke arah puncak Darma dan dari pertigaan puncak Darma entah kemana. Nanti kita lihat petunjuk jalan selanjutnya ya...?.

Suasana sore yang terasa teduh, cukup membuat perasaan juga teduh. Jalanan yang tadi dilewati kembali kutempuh sehasta demi sehasta, setumbak demi setumbak. Akhirnya tiba juga dipertigaan puncak Darma.
Ini bukan tempat yang aku tuju. Masih akan melaju ke tempat selanjutnya, ke Loji yang baru katanya.


Woow, indah sekali jalanan kesini. Terutama mungkin karena ini adalah pengalaman yang pertama sehingga semua terasa baru, beda dan menarik tentunya.

Jalanan dari sini sudah dapat diterawang nun jauh menaiki puncak-puncak bukit yang memanjang. Cuma ada beberapa pengendara lain yang searah atau yang berlawanan arah. Itu juga membuat lengkap suasana sore ini.

Jalanannya seperti dinegeri orang, di negeri luar yang lebih maju dari negeri kita. Australia, New Zealand, Jepang, Korea, dll. Pokoknya indah dan indah.


Beberapa tempat mengingatkan pada film India di televisi yang shootingnya di Swizerland atau di Karibia. kuch kuch hota hai
..ceritakan jangan ya perjalanan kali ini...?.
...........................................................................
.........................................................
.......................................
...................
..........................................................................................................................................................
.................................
Titik.


Sudah puas rasanya mengendarai motor disini. Adrenalinnya sudah didapat.
Beberapa pemandangan lautnya bisa dilihat di photo.
Demikianlah JJS kali ini.


Katanya, sunset di puncak Darma sangat bagus. Ya tentu saja sebab puncak Darma yang berada di ketinggian Ciletuh sangat pas buat lihat suset yang terbenam di ufuk barat teluk Palangpang ini. tetapi kamu haru tepat datang kesini, jangan terlambat soalnya waktunya gak akan lama.

Ya tapi harus diperhitungkan waktu sholat maghribnya. Terutama jika kamu gak dapat syarat yang mencukupi untuk bisa di jama’ ta’khir ke Isya. Hati-hati sholat tentu harus diutamakan.


Kecuali kalau waktumu mencukupi, mungkin masih diperbolehkan. Terutama syarat bisa di jama’ sholat menurut ilmu fiqh yang diketahui penulis antara lain adalah :
1.       Jarak perjalanan minimal 90 km, kurang dari itu gak ada rukhsoh jama’.
2.       Batas waktu yang disebut safar adalah dibawah 3 hari, jika sudah menetap lebih dari tiga hari dianggap muqim. Gak boleh di jama’ lagi (gak ada ruksoh/keringanan jama’ dan jama’ qosor)
3.       Sholat yang bisa di jama’ dan jama’ qosor meliputi dzuhur dengan ashar, maghrib dengan Isya.
4.       Tujuan perjalanan bukan untuk sesuatu yang diharamkan.
5.       Jama’ adalah mengumpulkan dua sholat di salah satu waktu sholat terkait.
6.       Jama’ qosor adalah selain jama’ juga diringkas dzuhur, ashar masing masing 2 rakaat. Maghrib tetap 3 dan isya 2 rakaat.



Naah, jika tidak memenuhi syarat-syarat diatas maka harus diperhatikan betul dimana bisa melaksanakan sholat maghribnya.
Jangan sampai jalan-jalan malah menjadi berdosa kepada Allah SWT.




Bagian ke 10 (Malam Minggu = Tidur)
Malam minggu yang kelabu, malam minggu yang tak ditunggu. Pun akhirnya datang. Aku kembali kepada diri sendiri, merenungi tentang semuanya dan segalanya. Seharian aku sudah terlalu lelah berjalan-jalan di Geopark Ciletuh ini. Ke mana saja arah yang dituju, kemana saja aku melaju, ujung-ujungnya kembali kepada hati yang ada disini, yang ada di benak dan pikiranku.


Malam akan semakin larut dalam keheningan yang ditengah riuh diluar sana. Hanya sekedar mencari angin malam tentu itu cukup untuk membuang sisa-sisa lelah dari hari yang panas. Berjalan dengan perasaan, melangkah dengan sedikit gontai tentu tak boleh selalu dilakukan. Hidup harus mencoba dengan penuh gairah betapapun hati sedang lelah. Hmm, betapapun otot-otot sedang pegal atau betapapun bagaimanapun, jiwa dan qalbulah yang bisa mengarahkan langkah kita. Jika segumpal darah itu buruk, maka buruklah semuanya. Jika segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruhynya, fahiya alqolbun....ialah qalbu, ialah hati.


Hati akan tentram jika ia disirami air yang sejuk, hati tak akan gersang jika ia mendapat asupan makanan yang sehat. Sama saja dengan jasad ini, tentu hati juka butuh perawatan.

Ooh, aku harus istighfar, oooh aku harus bertasbih lagi. Subhaanallah...Allah maha suci sementara aku dipenuhi salah dan dosa. Subhaanallah, Allah maha suci, Allah maha suci. Pantaskah hamba bisa berdekat-dekat denganMu  jika hamba ini dipenuhi kotoran, khilaf dan maksiat. Subhaanallah, Allah maha suci, Allah maha suci.


Aku, siapa aku...?, aku, siapa aku.
Aku hanyalah seorang manusia yang sering lupa diri, aku hanyalah manusia yang sering melupakanMu. Salam terbaik semoga Engkau sampaikan kepada rasulMu, nabi Muhammad SAW. Rindu aku bisa menjadi umatnya yang pantas untuk dakuinya. Sholawat dan salam untuknya wahai nabiku. Allahumma shalli ‘alaa sayyidina, wanabiyyina Muhammad rasuulillah, wa ‘alaa aalihii wasahbihii azma’iin.

Maafkan semua salah dan dosaku, maafkan hati yang jauh dariMu ini. Maafkan segala salah dan riya yang muncul dalam hati ini.  Astaghfirullah al adziim, ataghfirullah al adziim. Astaghfirullah al adziim.

Beosk pagi kita akan pulang ke Bandung, tapi itu besok. Sementara ini masih malam minggu yang seperti kuceritakan tadi. Walau kelabu, semoga hati tidak kelabu. Aamiin.


Malam minggu yang tidak ditunggu, pagi yang tidak ditunggu akhirnya tiba juga. setelah dari semalam yang dipenuhi kantuk, kehadiran pagi yang cerah adalah anugerah. Alhamdulillahilladzi ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wailaihiinnushuur.
Jam enam ini kami sudah siap berada diluar penginapan, perjalanan akan dimulai sebelum mentari benar-benar mendahului kami. Seperti sebelumnya, setiap keberangkatan selalu dimulai dengan breafing, kesan dan pesan serta ditutup dengan do’a semoga kita semua selamat diperjalanan sehingga bisa sampai ke Bandung dengan tanpa ada kekurangan atau masalah apapun jua.




Bagian ke 11 (Pulang)
Kali ini penulis mendapat mandat untuk mendampingi Road Captain, agar nanti pulang ke Bandung tidak muter-muter seperti pas berangkatnya. Jalan yang kami sepakati adalah melewati Surade, Jampang, Tegalbuleud, Sindangbarang, Cidaun, Balegede, Rancabali dan Ciwidey tentunya.
Sebenarnya penulispun belum begitu hapal seratus persen jalan lintas selatan tersebut, tetapi minimal penulis pernah beberapa kali lewat Cidaun dan juga minimal pernah sekali meliwati jalur Cidaun - Surade - Ujung Genteng. Kalau secara detailnya tentu gak semuanya hafal. 


Tetapi dengan berbekal keyakinan dan sedikit pemahaman arah peta, tentu kita tidak akan ragu untuk melangkah. Bismillahrahmmanirrahiim. Bismillahi tawakaltu ‘alaallah, laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘aadziim.

Belok kanan keluar dari pantai palangpang ini menuju ke arah selatan. Hanya ada satu jalanan ke arah tersebut. Jalanan lumayan sepi, walau tadi beberapa rombongan lainnya sudah pulang duluan. Dan kemarin juga segerombolan minimoto yang datang dari jabotabek mungkin. Sudah pulang lebih dulu.

Jalanan yang dituju ini, termasuk jalanan yang gak besar, namun cukup untuk berpapasan dua mobil.
Aku lupa kemarin lalu itu kita juga lewat sini, ada jembatan gantung yang terbuat dari bambu hanya cukup untuk sepeda motor. Kalau mobil entah lewat mana rasanya tak ada jalan lain ke arah sini. Aku gak ngeuh juga. habis jembatan kecil itu baru ketemu jalan biasa lagi yang bisa diliwati kendaraan roda empat. Melewati persawahan yang kering, ladang-ladang dan terus saja semakin ketempat daratan yang lebih tinggi. Lalu kemudian masuk kedalam hutan hujan tropis yang terbilang masih sangat alami.
Beberapa binatang bisa kita dengarkan suaranya, burung-burung dan lainnya. jalannya semakin menanjak tetapi aspalnya masih sangat baru. Enak untuk berkendara dan udaranya juga terasa bersih....sangat menyenangkan melewati hutan yang jauh dari polusi seperti ini. itu bisa membersihkan paru-paru kita.
Jangan dikira udara bersih adalah tak berharga. Itu bahkan sangat berharga namun kita sering menganggapnya sepele.
Kekayaan alam ini, adalah tidak semua negara memilikinya.

Singkat cerita, jalan dari Palangpang sampai dengan Surade aku belum faham benar. Sedikit aku harus jalan duluan untuk observasi arah jalan supaya rombongan dibelakang tak harus “atog-atogan” lagi nantinya.


Alhamdulillah, sampai juga di Surade. Nah kalau dari pertigaan Surade tentu jalanan akan mudah karena tinggal ikuti saja jalur Lintas Jabar Selatan menuju Banten atau kalau disingkat adalah JAJATEN tapi yang menuju ke arah timur, terus saja ikuti jalan utama. Jalan Jajaten ini semuanya sudah tembus sampai ke Pangandaran sana.
Jadi nanti tinggal harus ingat beloknya di Cidaun menuju ke Naringgul-Balegede. Sudah itu tak akan kesasar lagi.
Dan memang jalanan disini sangat jarang ada kendaraan, malam maupun siang. Ini memang, jalan yang sangat memanjakan para biker. Itulah mengapa kami lebih memilih jalur selatan ini, agar menghindari titik-titik kemacetan di jalur Sukabumi kota, Cianjur, Padalarang yang bisa membuat stress kita semua.
Ada beberapa lokasi wisata disepanjang jalur selatan ini, yang dekat adalah Curug Cikaso dan juga curug Cigangsa. Dan tentu tadi sudah lewat adalah pantai Panarikan, pantai Cibuaya dan pantai lainnya di Ujung Genteng, yang ada kawasan konservasi penyu dll. Jangan sampai kalah oleh orang luar Jawa Barat ya..?, masak sebagai orang Jawa Barat gak tahu kepariwisataan di daerahnya sendiri..?.
Jalan yang semalam lalu itu hanya hitam, hanya kelam, dan aku jalan dengan perasaan, sekarang bisa kita nikmati keindahan yang berwarna warni. Sayangnya 2018 ini lagi musim kemarau panjang jadinya landscapenya lebih didominasi warna tanah.
Jika musim hijau, tentu lembah-lembah, sungai-sungai, hutan-hutan dan jalanan yang meliuk-liuk akan kita nikmati dengan sepuas-puasnya.
Maafkan kepada semua rombongan karena aku sudah ada tanggung jawab sebagai penunjuk jalan maka kini aku pilih untuk selalu jauh didepan, ya terutama sih sebenarnya agar aku bisa sedikit cornering. He he...

Apalagi aku bertemu sekelompok cornering mania yang tadi menyalipku. Wah ini adalah kesempatan untuk ikut bersama rombongan mereka. Kuikuti saja mereka, dan kulihat memang mereka begitu lihai membanting stang ke kiri, ke kiri dan ke kanan. Padahal motor mereka itu macem-macem, ada metic, ada bebek dan ada juga motor batangan.

Aku salut kepada mereka, seperti mereka sangat menguasai semua teknik cornering. Memang masih bisa kuikuti mereka, tetapi jika boleh jujur, keahlian mereka satu step diatas saya. Yah, tentu kita belajar dari cara mereka itu sekarang.

Itulah sebenarnya kepuasan perjalanan kali ini, bisa cornering bersama-sama para “expert”.

Namun tentu kalau terus kuikuti mereka, aku akan terlalu jauh meninggalkan rombongan. Aku sadari itu dan akupun keluar dari group cornering itu sampai di sini saja, di tengah hutan huma di hutan jampang Sukabumi selatan, sekaligus kan kusiapkan sebuah rekaman untuk para teman dibelakang sana.


Sampai sudah di bebukitan ini, lalu kamipun istirahat dulu disebuah kedai yang satu-satunya, dan yang jauh dari perkampungan. Waktu sudah menunjukkan jam 10 wib. Ini adalah perkebunan karet.

Istirahat adalah penting setelah tadi hampir empat jam dalam perjalanan yang melelahkan. Kalau aku sih sebenarnya beberapa kali berhenti untuk ambil video, foto, terutama untuk menikmati suasananya.
Setengah jam lebih sudah kita berhenti, hampir satu jam tentu kantuk bisa berkurang atau malah bertambah. Maka tiupan angin diatas motor semoga akan membuat segar kembali nantinya.

Jalanan yang mengikuti punggungan bukit Jampang selatan ini tentu saja indah, dan lalu berbelok ke kanan, ke bawah menuruninya menuju perkampungan-perkampungan.


Dari perkampungan ke perkampungan demikian ini laju kami terus dipacu. Akhirnya tiba juga di Tegalbuleud, kemudian di Sindangbarang dan tak terasa sudah sampai di Cidaun kini.
Demikian saja siaran pandangan mata, dan coretan pena kali ini, semoga ini bermanfaat untuk kawan sekalian yang hendak jalan-jalan ke arah yang sama.

Dari arah Cidaun ke Bandung ceritanya akan tak jauh beda seperti kisah perjalanan kami yang ke  Cidaun dan Rancabuaya. Silahkan baca saja kembali ceritanya yang lalu-lalu. a.l link sbb : https://ypamroe.blogspot.com/2018/12/cidaun-yang-dulu-dan-cidaun-yang-kini.html 


Tamat kalau dibalikpun tetap tamaT.
Wassalam, Nuhun. 



Baca juga :

Posting Komentar

0 Komentar