Tidak.
Sekali kali tidak. Bahkan kamu hanya tau sedikit. Bahkan kamu hanya tau secuil.
Contohnya
kampung Sadarayna. Bahkan suatu perkampungan yang hanya dibatasi satu desa dari
kampungmu ini. Kamu tak mengetahuinya.
Itulah sebaris perjalananku kali ini. Menyusuri kampung terakhir
disini.
Jalan ke sini sekarang sudah lebih baik. Tinggal sebagian saja
yang belum di hotmix. Mungkin tahun ini atau mungkin tahun depan. Siapa yang
tau.
Dari lapang bola kaduheuleut kamu lurus saja jangan belok kanan
sampai melewati hutan hutan dan gunung Susuru.
Nah, jika kamu sudah lewati satu jembatan dari Cipicung maka itu
berarti kamu akan mulai nanjak yang cukup terjal. Belok kiri, lalu belok kanan.
Naik terus lalu belok kiri naik lagi belok kanan dan lurus saja keatas sana
hingga di satu persimpangan tinggal pilih. Kiri adalah menuju kampung
Bangbayang, kanan adalah ke kampung Sadarayna.
Sudah
sangat lama aku gak jalan ke sini. Kalau dulu sekali hampir tak pernah aku ke
sini menggunakan kendaraan. Hanya jalan kaki saja. Lumayan itu akan menguras
energi yang sangat banyak. Seperti satu perjalanan yang sangat panjang dan
tentu sangat melelahkan.
Tapi
kupikir lagi, kok ini jalan perasaan jauh sekali. Gak sampai sampai rasanya.
Perasaan dulu gak begitu amat. Ah, rupanya lama gak ke mari, itu telah membuatku
lupa detail ya.
Dari persimpangan ini aku ambil jalan yang ke kanan. Itu adalah
menuju Sadarayna. Nanjak sedikit melewati kebun kebun yang gawir di kiri serta
jurang dikanannnya. Tak jauh sampai jualah di tugu selamat datang ke Sadarayna.
Ini
sungguh baru pertama aku kesini. Sungguh ini adalah satu penemuan juga.
Biasanya dulu aku gak pernah belok kanan... Selalu saja lurus menuju kampung
Bangbayang.
Sungguh mengherankan. Aku yang asli daerah... Kok baru kali ini
menginjakkan kaki di Sadarayna ini. Aku gak bohong, sungguh aku sendiri tak
percaya, tempat yg gak jauh ini baru kali ini aku kunjungi. Itu sungguh terlalu
dan aku juga terkejut dan terheran heran. Ah yang bener saja, apa ini bukan
mimpi...?.
Entah lah kalau dulu aku gak ngeuh. Tapi menurut
sepengetahuanku, menurut kesadaran ku aku yakin ini kali pertama aku kesini.
Kalau nama kampungnya sih sdh dengar dari dulu, kirain teh bukan
ini tempatnya. Ah aku gak habis pikir.
Dan, sungguh baru kali ini aku tahu kantor desa maupun sekolahan
disini. Entah lah mungkin juga aku salah, tapi aku merasa yakin ini pertama
kalinya ke sini.
Menurut ku tempat ini cukup bagus apalagi disore hari ini cuaca
nya sedang mendung dan berkabut.
Kabut yang terlalu banyak itu telah menyelimuti hutan Sadarayna,
sehingga semua burung dan pepohonan sudah tak nampak lagi. Yang ada hanya
kelam, yang ada hanya keabu abuan. Semua itu telah membuat udara menjadi cukup
dingin. Dan membuat kondensasi yang mana uap telah menjadi tetesan tetesan air
yang lembut. Memaksaku untuk beranjak dari tempat ini.
Jadi
teringat tentang kisah yang diceritakan para orang tua dia kampung, sejarah
adanya gerombolan DI/TII yang mereka menjadikan tempat terpencil ini dulu
sebagai salah satu persembunyiannya. Tidak, mereka bukan orang sini. Tapi
mereka telah menaklukkan kampung kampung terpencil ini. Tentu mereka gak bisa
lawan gerombolan itu. Jumlah mereka waktu itu tak sebanyak hari ini. Dan mereka
semua hanyalah petani gunung yang tak punya kekuatan militer atau senjata.
Melawan adalah kematian.
Baru
sekarang saja tempat ini mudah didatangi kita karena pemerintah telah
mempercantik akses jalan yang menghubungkan antara Bangbayang dengan dunia luar
sana. Kalau dulu, puluhan tahun yang lalu tentulah jalan tak cukup mudah untuk
bisa kesini.. Semua sekitarnya serba hutan, macan, babi dan keterasingan.
Jangankan dahulu kala, beberapa tahun yang kebelakang saja yang penulis
beberapa kali ke sekitar sini, akses jalan sangat menyiksa untuk motor maupun
mobil. Betapa tidak karena jalan kesini hanyalah bebatuan yang ruksak dibanyak
tempat, sepi, jauh dari perkampungan lain dan juga menanjak. Kalau tak perlb
amat untuk apa kita harus pergi ke sini. Motor akan cepat ruksak, jalan kakipun
akan cukup jauh.
Tapi
tidak bapak ku. Tempat yang jauh ini adalah tempat yang setiap hari mungkin
harus dituju. Dulu, waktu beliau ditugaskan menjadi guru sekolah dasar yang ada
disini. Berpuluh tahun aku baru sadari Itu sekarang. Betapa pengorbanan dan
perjuangan itu memang sangat sangat tidak mudah.
Tidak juga untuk para pejuang
kemerdekaan bangsa Indonesia, menempuh yang jauh ini bukan satu alasan untuk
berhenti. Bapak Ikin misalnya, beliau harus pergi kesini di malam yang tentu
gelap yang tentu jauh yang menembus hutan hutan atau leuweung. Untuk keperluan
hanya untuk mencari cari informasi yang biasanya para gerombolan itu sebelum
para gerombolan itu melaksanakan aksi esok atau beberapa hari kedepan mereka
merencanakan nya di malam malam hari. Dengan cara mengendap endap bapak Ikin
dengan mengambil banyak resiko itu untuk mencuri berita. Andai saja itu
dipergoki tentu nyawa akan menjadi taruhan nya. Jika para anjing itu mengetahui
dan menggonggong atas kedatangan bapak Sadikin tentu saja akan menjadi prahara
yang besar buat bapak Ikin. Kamu pikir itu bukan satu pengorbanan yang
besar...?. Kamu pikir itu bukan satu perjuangan yang besar demi kemerdekaan
bangsa Jawa Barat khususnya dari penjajahan gerombolan DI atau TII...???. Cik
atuh resapi betapa itu adalah satu usaha yang tidak enteng.
Semoga ini adalah
satu tribute untuk seorang pejuang kita aki Ikin. Tentu saja semoga semua itu
dicatat sebagai amal bakti dan bernilai jihad disisiNya. Semoga beliau yang sdh
ada dialami baka sana mendapatkan ridho dan pengampunanNya. Aamiin allahumma
aamiin.
Hujan-hujan kecil yang mulai menetes dari awan dan kabut diatas
sana, lama semakin lama, cepat semakin cepat, deras semakin deras.
Awalnya
memang sedikit, kemudian mulai bertambah banyak dan akhirnya hujan menjadi
lebat.
Basah
sudah hampir semua sisi motor ku.
Aku tak mau menunggu hujan reda ketika hari sudah menjadi gelap.
Tak terbayang jika harus menyusuri 4-5 km jalanan yang sepi, hutan hutan, gawir
gawir dan suara suara malam.
Namun kalau aku paksa juga menembus hujan yang semakin besar itu
juga adalah akan membuat semua menjadi rusak, hp, dompet dll tentu tak bisa
diselamatkan lagi maka terpaksa aku akan menanti beberapa saat siapa tahu hujan
bisa sedikit reda. Ada dua atau tiga rumah di depan sana. Wajib aku berteduh
dahulu.
Ya, itu yg aku putuskan sekarang. Berteduh disini saja.
Ini rupanya adalah rumah kopi buhun yang khas hasil bumi
sekitaran sini. Diatas itu adalah sebuah gunung mini yang terlihat menjulang
disini. Gunung susuru namanya... Gunung yang bentuknya nyaris sempurna
membentuk bangun kerucut. Ya ini adalah kopi buhun gunung susuru.
Ada dua motor yang terparkir di “balandongan“, tapi berulang
kali aku permisi tak ada saran dari orang didalam sama sekali. Mungkin mereka
gak dengar keberadaan ku karena suara hujan tentu telah membuat suara lainnya
tak terdengar termasuk suara suara yang aku ucapkan. "Punten ngiring
ngiuhan", "punten ngiring ngiuhan".
Ah benar-benar mereka gak mendengar suara ku. Aku sebenarnya
waswas takutnya ada anjing galak yg tiba-tiba menyerangku. Tapi kok dari tadi
aku disini dan bahkan di Sadarayna sana aku tak pernah menemukan satupun
anjing. Kok aku jadi merasa aneh aja, suatu perkampungan yang hutan ada
disekeliling nya tentu wajar jika ada beberapa anjing penjaga kampung.
Sungguh aku merasa heran dan sekaligus takjub, kalau itu benar
berarti mereka sdh jauh lebih islami dan mungkin gak mau jika terkena najis
dari anjing yang mugholadoh itu.
Tapi ini blm kesimpulan loh, karena aku hanya sejam atau kurang
berada di desa Bangbayang ini.
Hujan rupanya akan lama, dan hari akan semakin cepat berlalu.
Tak ada pilihan lagi kecuali kelanjutan saja menuju pulang. Ya, hujan tak
menjadi lebih kecil, hujan malah semakin deras.
Demikian saja ekspose Bangbayang kali ini.
#Salam dunia
apruk aprukan
0 Komentar