Kesanalah tujuan kita hari ini. Yaitu menuju ke pemandangan baru yang tercipta sebagai turunan dari fungsi waduk yang utama sebagai pembangkit tenaga listrik dan turunan yang kedua adalah fungsi pengairan irigasi teknis.
Faktor bagi dari kedua fungsi turunan itu menghasilkan sejumlah panorama yang tersebar dari titik A sampai dengan Z.
Perpotongan dari titik B ke D itu menghasilkan parabol yang kemudian dibagi menjadi konstanta di angka majemuk.
Demikianlah kira-kira fungsi turunan dari waduk Jatigede ini. Yang ternyata sesuai dengan teori vi er kuadrat itu menghasilkan lingkaran pemandangan yang tersebar dari setiap titik koordinatnya. Dimana titik A berbanding lurus terhadap B. Jika A nol maka B menjadi nol.
Sebagaimana hukum phitagoras, maka panjang a bisa diukur dengan membagi c terhadap b. Atau juga hukum kekekalan energi, bahwa setiap gaya yang diberikan itu diteruskan menjadi energi dan atau panas. Yang mana dengan demikian output itu akan dihasilkan sebagaimana input yang telah diberikan. Gaya x telah menghasilkan energi z.
Nah inilah yang dimaksud dengan z itu, hukum kekekalan energi. Kamu bekerja keras, belajar dengan baik, berbuat amal sholeh dll itu sesungguhnya bukan sesuatu yang sia-sia. Kesemua gaya yang kita berikan atau energi yang kita kerahkan itu sebenarnya investasi yang akan bermanfaat. Kesusahpayahan itu akan diganti dengan kemudahan-kemudahan. Susahnya warga terdampak bendungan Jatigede juga akan tergantikan oleh hal dalam bentuk lain yang mungkin tak sama tapi bernilai sama atau bahkan lebih.
Ya tentu saja ada noise atau refleksi yang terpendar, terserap dan terpantul. Pulse yang dihasilkan dari probe yang demikian itu dapat kita baca sebagai informasi yang berguna untuk langkah berikutnya.
Dari analisa yang dilakukan akan dihasilkan value-value tertentu.
Demikian juga apabila teori relatifitas itu kita terapkan. E=mc².
Dengan teori relativitas tersebut maka, ruang dan waktu akan berkaitan satu sama lain berhubungan dengan gaya dan massa.
Pengamatan dari diatas kendaraan tentu tidak sama dengan pengamatan dari pengamat yang turun dari kendaraan dengan kecepatan v = 0.
Itulah pemandangan yang tersaji dari sini, dari titik selfi ini. Terhampar ada didepan kita.
Jalan yang kita tempuh adalah dari Sumedang via Tanjungsari, lanjut ke Cimalaka, Legok, Paseh dan Tomo. Nah setelah lewati jembatan ikonik dari sungai Cimanuk itu kita akan belok kanan mengikuti jalan yang cukup lebar disana.
Tapi tentu saja perjalanan Bandung ke Tomo ini cukup melelahkan juga, terutama karena kita harus sarapan dulu disini, di tempat paniisan dipinggir sungai Cimanuk. Air sungai Cimanuk kali ini terbilang cukup besar, karena saat ini masih dimusim hujan. Biasanya dimusim kemarau air Cimanuk tak sebanyak namun tak sekeruh ini. Tak seperti ini.
Sarapan kita sebenarnya sudah ada bekal dari Bandung, tapi tentu saja karena kita menempati warung milik orang, gak elok kalau disini hanya untuk numpang makan. Ada banyak jajanan disini, ada karedok, mie rebus, cemilan dan juga kelapa muda.
Kita pesan kelapa muda dan karedok mentah. Dan kitapun bisa sarapan dengan tenang disini.
Jalur Sumedang Tomo Kadipaten ini adalah tak asing buat kita. Dulu kita memang Sekolah di Cirebon sana sehingga kita sering lewat kesini. Biasanya dari Sumedang naik bis goodwill, sahabat, dll. Atau naik angkot 01/02 jurusan Sumedang Kadipaten, dan disambung naik elf yang menuju Cirebon.
Baru sekali atau dua kali saja bisa berhenti ditempai ini, padahal tempat ini sudah ramai sejak dulu, sejak puluhan tahun yang lalu.
Dan memang menyenangkan bisa istirahat siang disini, suasananya teduh karena ada banyak pepohonan dan juga nyaman karena tidak hareudang. Selain itu kelebihan tempat ini adalah karena lokasinya yang ada dipinggir sungai terpanjang kedua di Jawa Barat yakni sungai Cimanuk.
Jika beruntung seperti sekarang ini, arus air sangat besar bagaikan sunga-sungai besar di Indonesia lainnya.
Sungai Cimanuk ini mengalir dari pegunungan di Garut sana, melewati Sumedang Tenggara dan ke Sumedang Timur lalu ke Majalengka dan berakhir di laut Indramayu. Manuk dalam bahasa Indonesianya berarti burung. Jadi Cimanuk artinya adalah Sungai Burung. Entahlah mungkin dulunya banyak burung di sekitar sungai ini baik dihulunya atau mungkin dimuaranya di Indramayu sana.
Dan potensi debit air Cimanuk yang terbesar kedua di Jawa Barat itu, yang kemudian menjadikan sungai Cimanuk sekarang tak ubahnya seperti sungai Citarum. Dimanfaatkan untuk pembangunan irigasi teknis dan juga yang utama adalah pembangunan bendungan raksasa yang juga berfungsi untuk sumber pembangkit listrik tenaga air. PLTA.
Kesanalah tujuan kita kali ini.
.................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
ke waduk Jatigede via Tomo.
Kembali kemasa lalu. Sebenarnya rencana pembangunan waduk Jatigede ini sudah mengemuka dari sejak era presiden pertama Republik Indonesia bung Karno. Itu sudah lebih dari setengah abad yang lalu. Yang kemudian mencuat lagi diera kepemimpinan presiden kedua pak Suharto.
Pembebasan lahan bahkan sudah dimulai sejak saat itu. Sudah banyak tanah warga yang dibeli oleh negara. Akibatnya adalah terkatung-katung begitu lama. Tanah disana seperti tanah tanpa tuan, menjadi semak-semak dan tak terurus. Jalan kesana juga terbengkalai, ruksak parah, berbatu-batu yang tak rapi, jembatan-jembatan ruksak dst. Mengerikan jika teringat waktu kita jalan ke daerah itu dimasa lalu itu. Sepi dan rentan terhadap pembegalan dll. Menjadi tempat yang seperti sebuah pulau mati, tak ada kehidupan manusia seperti itu.
Nah,di tahun 2015an lah bendungan Jatigede itu akhrnya selesai juga dan mulai digenangi. Bangunan bendungan itu tak ubahnya seperti sebuah bukit biasa, yang menyatukan dua buah bukit yang ada sebelumnya diantara lembah Cimanuk. Luar biasa tinggi bak bangunan piramida mesir.
Namun sesungguhnya banyak kekhawatiran tentang bendungan Jatigede ini yang katanya tepat diantara lempeng patahan bumi, patahan Baribis. Juga karena diarea genangan Jatigede ini punya sejarah tua kerajaan Sumedang Larang. Pusat pemerintahan Sumedang Larang yang kini sudah tenggelam didasar Waduk Jatigede. Dua hal itu, selain hal dampak sosial karena akibat eksodus warga yang ribuan jumlahnya menjadi trending topik dimasa itu. Para pelaku budaya, para penggiat sejarah dll, protes dan berkeberatan. Cukup menyita berita pada masa itu. Tapi bendungan itu tetap saja dibangun dari jam ke jam, hari ke hari hingga selesainya.
Yah, jika kita flashback kesejarahnya, tentu membuat kita jadi menarik nafas panjang, dan mengurut dada. Cukup emosional jika kita menyaksikan prosesi perpindahan penduduk, penghancuran rumah-rumah dst. Waktu itu....air semakin naik, beberapa rumah yang masih ditempati akhirnya ditinggalkan masyarakat, para kucing kehilangan tuannya, pepohonan banyak dibiarkan tenggelam, para binatang tanah keluar dari dalam dan sebuah penenggelaman sedang terjadi. Dari hari kehari, satu minggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, setahun dua tahun, akhirnya daerah itu menjadi lautan. Kehidupan daratan telah sirna dari bumi Sumedang Larang, dan kini berubah menjadi kehidupan biota air. Itulah sekilas tentang Jatigede. Yang tempat itu tak jauh dari kampung kita.
Hari sudah berada di puncak ketinggiannya. Udara ditempat terbuka mulai terasa panas. Kita lanjutkan perjalanan kita, menyusuri dataran rendah Sumedang Timur ini. Kehidupan seperti biasanya, lalu lalang manusia ke berbagai tujuannya masing-masing. Setiap orang punya ceritanya sendiri. Ada yang pergii kerja, ada yang berdagang keliling kampung, ada yang menjaga restoran, mereka semua punya cerita. Dan kita juga punya cerita sendiri, hendak kesana ke Jatigede.
.........................................................................................................................................................................................................................................Musim corona Covid-19 ini memang masih terasa sampai hari ini. Jalan tak seramai seperti biasanya. Kegiatan masyarakat tak sehidup seperti sebelum ada wabah itu. Perekonomian stagnan, pendapatan berkurang drastis, kehidupan menjadi loyo. Sekolahan takada, murid-murid seperti telah lulus semuanya. Tak ada yang pergi sekolah lagi. Tak ada kuliahan lagi. Ibu guru juga sama, berhenti, tak pergi ke kampusnya.
Maret 2020, Corona Covid telah menghentikan Indonesia. Secara pasti.
.......................................................................................................................................................................................................................................................ini bulan Maret 2021, setahun sudah. Kita seperti ini. Kehidupan seperti berpindah ke zaman apa. Suasananya terasa amat berbeda.
Sesungguhnya ada banyak pelajaran, kesedihan dll, namun boleh jadi ini adalah cara Tuhan mengembalikan kita menjadi manusia baru. Manusia yang sebelumnya begitu sibuk dengan berbagai urusan bisnis, usaha maju dst. Kini terhenti semua. Mayoritas mengalami yang namanya kembali ke era baru. Ada banyak hikmah, ada banyak pelajaran yang mungkin bisa kita ambil dari semua ini.
.................................entah sampai kapan ini terjadi. Entah sampai manusia mulai menyadari kelemahan dirinya, atau entah sampai manusia kembali ke semangat dan jiwa sosialnya. Ataukah ada hal lain, kita tidak tahu.
Jatigede sekitar 10 atau 20 menitan lagi.
Jalan disini tak seperti jalan di daerah Sumedang pada umumnya yang bertopografi pegunungan. Disini relatif dataran rendah, sama rendah dengan Kadipaten, Majalengka dan Cirebon. Setelah ini kita akan menanjak lagi, ke atas Bendungan Jati Gede.
Sebenarnya ini bukan jalan terdekat yang menuju Jatigede dari arah Bandung atau kota Sumedang. Ada jalan yang lebih dekat yakni lewat Ganeas-Situraja. Tapi memang kita sengaja lewat sini karena tadi, ingin makan-makan di tepi Cimanuk dan juga ingin suasana berbeda.
Jatigede jadi jugjugan.
Ada orang yang mungkin belum pernah kesini, belum sama sekali ke Jatigede ini. Ada yang sering, ada yang amat sering dll.
Bagi kita yang baru beberapa kali kesini, tentu saja mungkin kita belum hapal betul kondisi jalannya, lingkungannya dst. Seperti kita, kita baru kali ini kesini atau atau baru dua kali. Jadinya belum hapal betul.
Dan juga saya tuh merasa ingin mempotret jembatan Cimanuk itu. Kok kayaknya beda gitu, seperti suatu jembatan kereta api. Strukturnya dan konstruksi seperti itu. Itu saya kira sangat jarang ada di Jawa Barat khususnya. ya gak sih...?. Coba kalian pelototi potret jembatannya. Bagus kan...?!. Saya suka jembatan itu.
Akhirnya kita sampai juga di Jatigede. Tuh kelihatan disini. Sekarang masih musim hujan, sehingga airnya sedang pasang, menenggelamkan beberapa daratan yang jika surut kemudian muncul kembali. Itulah tipikal genangan dari suatu bendungan teknis seperti ini. airnya kadang banyak kadang sedikit. kadang penuh kadang surut.
Namun ini hari rabu, jadinya suasana disini sangat sepi pengunjung. Hanya ada satu, dua saja. Padahal biasanya disini itu ramai sekali oleh pengunjung, ada banyak pemancing ikan, ada banyak warung berjualan dst. Tapi kini hanya ada satu yang buka di bawah sini. Itupun tak ada pembelinya, kecuali kita. Pesan air minum, sangray su'uk (kacang sangrai) sangat enak ditengah terik seperti ini.
Kenapa danau yang luas itu bisa sesepi ini. ya....inilah suasana dimasa pandemi. Dimanapun sama sepinya. Geliat kehidupan berbeda drastis dari biasanya bukan...?.
................................................................................
.......................................................................................................................................
Cukup lama juga kita menikmati angin yang kencang di Jatigede itu. Memang betah karena suasananya yang indah, seperti sebuah tempat yang memang baru bagi kita, baru ada, baru tercipta. Beda saja rasanya dan membuat kita ada rasa penasaran, dan kemudian mau untuk mengunjunginya, seperti kali ini.
Ini adalah bagaikan miniaturnya Danau Toba, atau ada yang bilang miniaturnya Ciletuh. Boleh kalian main kesini. Susuri lokasi-lokasinya, ada banyak titik menarik. Disini di tanjung ini, atau tempat lainnya....jelajahi, dan temukan keindahannya.
Satu jam lebih kita. Tentu akhirnya harus beranjak juga. Karena ada tujuan kita lainnya yang utama yaitu mau ketemu orang tua di kampung.
Wahai saudaraku sekalian.....
Sejauh apapun kita pergi, tentu ke orang tualah kita harus kembali...............mereka cinta kita.
Kampung kita tak jauh dari sini. Ya sekira 20-30 menit juga sampai. Ini memang termasuk wilayah kita juga, satu kabupaten, bahkan beberapa bagian daerah tergenang ini dulunya pernah pernah satu kecamatan dengan kecamatan kita, jadi ya sangat dekat.
Bendungan Jatigede ini rencana awalnya akan dibangun sebagai bendungan terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Tapi rupanya dipangkas lebih kecil lagi, dan sekarang bendungan ini adalah "hanya" terbesar kedua di Indonesia setelah bendungan Jatiluhur. Begitu sih berita yang pernah kita baca. Entahlah belum kita konfirmasi kebenarannya. Ya memang genangan Jatigede ini cukup luas juga. Memutarinya akan mememerlukan satu atau dua jam perjalanan kendaraan. Cukup luas bukan...?
Perlu saudara sekalian ketahui, lokasi pemandangan bagus di Jatigede ini cukup beragam, dari setiap sisinya berbeda landscapnya, berbeda pemandangannya. Jadi jika disatu sudut kalian belum merasa takjub, mungkin disisi lain kalian akan merasa luar biasa. Salah satunya Lintas Timur Jatigede ini. Pemandangannya indah sekali. Itu menurut kita sih. Bebeberapa lokasi sangat mirip jalur yang menuju Geopark Ciletuh yang ada di Sukabumi sana. Indah lah, indah sekali, masa tidak indah.
Demikian saja kisah perjalanan kita kali ini. Kalianpun akan menemukan kisahnya sendiri, semoga kita semua sehat selalu tiada kurang apapun jua. Dan sehingga kita mau terus bersyukur atas karunia Tuhan kepada kita semua. Diberikan kelapangan rizki, kemudahan urusan, kelancaran usaha, kepandaian dan kecerdasan, kebaikan hati, keramahan, kebersamaan. Dan juga kita ucapkan selamat mengunjungi Waduk Jatigede ini, semoga disini ada banyak hikmah dan pelajaran, bisa membuat kita bersemangat kembali menyongsong hari penuh kebahagiaan.
Ada pertemuan, ada perpisahan. Maka kamipun meninggalkan Jatigede itu dengan energi yang baru. Semangat baru, hari yang baru dan harapan-harapan yang baru. Optimisme, perjuangan hidup dalam menyongsong esok yang lebih hidup, lebih baik, lebih sejahtera, lebih bahagia. aamiin.
1. Inilah tempat kita makan tadi. Sarapan yang terlalu siang. Ada beberapa pengunjung lain sedang istirahat disana. Dibelakang warung itu adalah sungai Cimanuk. Tempat ini adanya di sekitar Tomo antara Sumedang-Majalengka.
2. Bisa kita lihat pemandangan sungainya. Jauh disana menjulang bukit mini yang seperti segitiga sama kaki. Itu adalah ikon dari tempat ini. Suasanan disini juga terasa adem karena disekitar warung-warung yang berjejer itu, ada berdiri banyak pepohonan teduh, sehingga mengundang angin yang mendesir datang silih berganti, mengubah lelah menjadi lillaah, membuang peluh yang mungkinada. Menghilangkan penat perjalanan dan...........bisa bergembira disini.
3. Airnya sedang cukup meluap karena ini masih di musim penghujan 2020-2021. Lihatlah sungainya, air segitu banyaknya mengalir dari hulu sana melewati banyak hutan dan kampung. Hingga nanti mereka menyatu dengan laut utara Jawa Barat. Berulang dari tahun ke tahun. Kelaut dan lalu turun kembali membasahi bumi kita. Ciptaan Yang Maha Kuasa.
Terimakasih atas kisah kita saat ini, semoga kita bisa bersua kembali di lain waktu dan kesempatan.
Salam Indonesia bahagia
Salam Indonesia Juara
Tanah air kita alam raya
subur makmur, sini subur situ makmur. kita semua bergembira.
seperti sebuah iklan rokok...
kerja sama
sini kerja, situ bersama
buka main.....!!
Jaga akal sehat, tetap berbuat baik.....
#NKR1 harga mati
#RumahKita Indonesia
#RumahKerjaRelawanIndonesia
see u later
wassalam.
note: kita juga dalam bahasa Cirebon adalah sama dengan saya atau aku.
baca juga:
0 Komentar