Laitsa kamislihii syai'un, bukan itu pembahasannya. Pembahasannya adalah Allah tak bersemayam dimanapun. Karena Allah tak butuh tempat. Yang butuh tempat hanyalah makhluk.
Allah tak butuh fasilitas. Yang butuh fasilitas, atau alat, dan atau mekanisme hanyalah makhluk, atau alam dan seisinya.
Allah membuat semua yang ada itu untuk kepentingan makhluk bukan untuk kepentingan Allah. Allah gak berkepentingan terhadap setiap apapun ciptaanNya.
Laitsa kamitslihii syai'un tidak bisa dijadikan dalil untuk membenarkan pernyataan bahwa Allah bersemayam di atas Arasy.
Justru dengan sifat Allah yang "Laitsa kamitslihii syai'un" (tak ada satupun yang menyerupaiNya) itu, maka tak boleh memaknai istawa 'alal arsy itu dengan persfektif yang menganggap Allah bersifat seperti sifat selainNya. Bersemayam, duduk, menetap di suatu tempat adalah sifatnya makhluk.
Terlalu lancang jika menyebut Allah jalasa di Arasy padahal ada kemungkinan makna lain yang lebih layak bagi Allah karena sifatNya yang tak butuh apapun. Tak butuh bersemayam, tak butuh istirahat, tak butuh kerja, tak butuh waktu tak butuh tempat. Karena sesuatu yang masih membutuhkan sesustu maka ia termasuk lemah. Allah jalla jalaaluh, tak seperti itu. Tak perlu tempat, dst.
Wallahu a'laam bisshowaab.
Bandung, 9 Juli 2023


0 Komentar