Riding To Ujung Genteng



Ujung Genteng, atau Ujung Bumi sih...?

Perjalanan kami kali ini adalah menuju ke Ujung Genteng di Sukabumi Selatan Provinsi Jawa Barat.

Ibaratnya sebuah ujung, Ujung Genteng memang seperti sebuah ujung dari suatu daratan di bumi kita ini.


Jalanannya sangat jauh sekali.

Terutama bagi kami yang berangkat dari Bandung, menuju ke Ujung Genteng seakan-akan menuju ke negri entah barantah.

Seakan pergi ke ujung daratan ini.

Perjalanan kami mulai dengan persiapan sebagai mana mestinya.

Sudah siap segala sesuatunya maka kamipun berangkatlah dari Bandung sekira jam 3.30, sehabis ashar. Sekira jam 17 an kami pun sampai di sekitar Ciwidey Bandung Selatan.

Nampaknya kali ini kami akan bermain gelap-gelapan.

Jam 17.40 an kami baru sampai di perkebunan Rancabali.

Jalanan terlihat belum ada nampak gelap. Pemandangan teh kebun Rancabali masih cukup terlihat dengan indahnya. Kami sempat berphoto dulu sebentar, dan kemudian lanjut lagi kepada tujuan utamanya.

Jam 18.30 an kamipun tiba disekitar Bale Gede, perbatasan Bandung Cianjur Selatan.

Kamipun berhenti dulu sejenak disebuah warung untuk mengisi perut dulu.

Susu dan cemilan sudah cukup mengingat disini tak ada nasi atau hamburger. Setengah jam saja disana, kami pun lanjut lagi menembus kegelapan malam minggu yang kelabu itu.


Sekira jam sembilan malam kamipun tiba didaerah Sindangbarang Cianjur Selatan, kami berhenti lagi disana untuk asupan makanan yang sesungguhnya, nasi goreng.

Di Sindangbarang ini kami berjumpa dengan kawanan pemotor lainnya dari Jakarta, sekira 24 orang jumlahnya.

Mereka sama sedang beristirahat dan menunggu teman lainnya yang masih ada dibelakang.

Merekapun sama sejalur dengan kami melewati Ciwidey dan Cidaun.


Tadinya kami mau bareng menuju Ujung Genteng, tetapi rupanya terlalu lama untuk menunggu, sehingga kami pun putuskan untuk jalan duluan.



Malam semakin larut, sudah semakin sepi saja. beberapa kali kami berhenti dulu untuk memastikan perjalanan kami on teh track, berapa lama lagi, dan bagaimana situasi keamanan di sepanjang perjalanan kedepan.


Kami menanyakannya kepada para penduduk setempat yang kami temui saat itu.


"Sebaiknya nanti kalian berhenti di Tegal Buleud saja, disana ada penginapan. Dari arah Tegalbuleud ke Ujung Genteng tak terlalu jauh lagi, tetapi akan meliwati suasana hutan yang masih rawan pembegalan di daerah hutan Jampang". begitu kata mereka.


Ya sudah kamipun memutuskan untuk jalan sampai Tegalbuleud dan menginap disana.

Jam 24.00 kami pun tiba di Tegalbuleud, semua penginapan terlihat sudah tutup tak ada penjaganya.



Cari Penginapan...

Bolak balik di Tegalbuleud kami mencari penginapan yang masih buka, tetapi sia-sia saja.

Sampai kemudian kami putuskan untuk menghubungi via telphone.

Susah nyambungnya, karena gak diangkat-angkat. Disitu ada tiga nomor HP, semuanya kami coba hubungi.


Alhamdulillah, akhirnya telphon kami ada yang angkat, kami bergembira sekali karena akhirnya ada respon juga. Tapi yang bersangkutan kebetulan sedang tidak ada dilokasi, sehingga kami diharuskan menghubungi nomor lainnya. Dan kamipun coba lagi samapai mungkin setengah jam lebih kami menunggu itu.

Akhirnya ibu yang sedang bertugas dipenginapan itu terbangun dan membuka gerbang penginapan buat kami.



Lama Nunggu Angkat Telpon.
Syukurlah akhirnya kami bisa menginap disana. Dan juga harganya murah banget, hanya limpul per kamar untuk setengah malam.

Dua kamar kami ambil, dasar lagi musim isue LGBT, kamipun tidur dengan cara arah kepala masing-masing.

Padahal selama penulis suka kemping tak pernah serumit itu, kalau tidur ya tidur saja biasa.
LGBT kan bagi orang yang gak normal saja, apa kami masih normal kan...?....


Ya sudahlah, itulah yang terjadi. Kamu tahu sekarang ini serba musiman, ada musim batu akik, ada musim burung, ada musim teroris, ada juga musim LGBT.

Jam dua pagi, kami barulah bisa tidur.

Karena sudah kebiasaan bila begadang sukanya ngobrol dulu dan main kartu.



Maen Kartu Remi
(uNTUK mALAM yANG pANJANG)

Ah itu memang semata untuk pertemanan saja dan juga hanya untuk having fun, walau mungkin sepertinya buang-buang waktu.

Ya memang buang-buang waktu, dan nanti besok baru terasa akibatnya,...ngantuk.


Jam enam tigapuluhan kami sudah bersiap untuk berangkat lagi, sekira jam tujuh kurang dikit kami pun cabut dari penginapan Tiga Saudara tersebut.

Kondisi tubuh memang kurang fit, karena semalam kami kekurangan waktu istirahat.
Tapi namanya juga berpetualang ya dijalani aja.



Hutan Jampang
Benar saja, perjalanan didepan sana dari tadi semua melulu adalah hutan yang jauh dari kehidupan manusia.
Tak ada warung, tak ada rumah, semuanya hanyalah hutan yang sepi.

Jika tadi malam kami nekad lanjut, kemudian disana ada segerombolan begal, niscaya habislah semua bawaan kami termasuk motor kami.

Lalu kami terdampar disana hanya mengenakan kolor dan kaos oblong...?,
Oh tidak....!

Untung saja kami ikuti saran mereka, sebab kalau tidak, gak tahu kemungkinan terburuk bisa saja terjadi disini.
.......................................
.................................................
.....................................................
....................................................................
........................bisa saja hal terburuk bisa terjadi disitu...

La wong...hutan disini ini jauh ke perkampungan....jauh dari keramaian orang.

hanya pohon, bukit, lembah...dan segala macam kehidupan di dalamnya.

Tapi yang mengerikan yang bisa terjadi adalah pembegalan. Menurut cerita sebagian warga....masih bisa terjadi pembegalan di hutan Jampang itu...

Dan kalau itu kalau terjadi...maka...tak ada kesempatan kedua. tak ada guna penyesalan dikemudian hari.

Jadi...kita memang harus ikuti kearifan lokal. Jika menurut orang kurang aman, ya sebaiknya kita tunda dulu sampai sedikit aman.

Lagi pula ini hari sudah terlalu malam. Jika motor kamu terkena tali, tentu akan berakibat patal. Habis ceritanya....




Lama juga kami menyusuri hutan dan perkebunan ini. Pemandangannya memang cukup bagus, cukup indah.



Ada hutan alami, hutan produksi, dan bahkan pertanian huma yaitu tanaman padi kering ( menanam padi bukan disawah tapi di kebun tanpa irigasi pengairan, padi huma namanya ).

Jam delapan-an pas, kamipun sampailah disekitar Surade, kamipun isi bensin dulu disana.







Dari persimpangan Surade kita ambil ke arah kiri...dan terus saja ikuti jalur jalan menuju ke Ujung Genteng.
Disana rasa pantai sudah mulai dirasakan.

Pepohonan....tanah dan jalanan yang landai...ini tentu adalah sudah masuk daerah pesisir. Terutama di belahan selatan Jawa Barat....jarang kita temui suatu dataran rendah...walaupun itu pesisir....rata-rata gak jauh dari pegunungan.

Jadi kalau disini ini sudah berupa dataran rendah...sudah yakin ini pasti sudah sampai di aderah pesisirnya.


Perjalanan Dilanjutkan Saja
Tak banyak waktu kami buat berhenti, kamipun lanjut lagi. Katanya sih Ujung Genteng sudah sangat dekat.

Yah, sekira setengah jam lebih kamipun benar-benar sampai di Pantai ujung Genteng, Ahad, 10 Januari 2016 jam 08.40 WIB.

Ketika kamu sampai di persimpangan, di ujung jalan utama itu...langsung kamu disuguhi oleh lautan dan pantai utama dari Ujung Genteng ini.

Banyak perahu nelayan tertaut disana. Persiapan untuk melaut jika malam akan tiba.

Diantara mereka ada kita lihat para nelayan sedang bekerja....merawat kail, perahu dan alat tangkap lainnya.

Yang melaut juga gak sedikit....sepertinya orang sini cukup bersemangat untuk pergi ke laut...bisa kita saksikan dari perahu-perahu yang ada..di pantai dan juga di lautan sana.

Lautan didepan sana luas sejauh mata memandang....Itu disana adalah menuju pulau Cristmas....pulau milik Negara Inggris.

Sayang, harunya pulau itu adalah bagian dari Jawa BArat, karena memang lebih dekat. Bukan malah di klaim sebagai milik negara Ingrris yang berada jauh di ujung Eropa Barat.

Ah...memang itulah yang sudah terjadi. Akibat...masa revolusi Eropa..dimana banyak negerii di Eropa bersaing melebarkan kekuasaannya...ke Asia, daratan Amerika dan juga Afrika.

Cukup sudah aku menerawang ke Pulai Cristmas itu...dan kembali pandanganku untuk menikmati pantai dan "kota" Ujung Genteng ini.

Pasirnya memang putih, tetapi nampaknya ini bukan pantai utama dari Ujung Genteng.

Ini hanya pantai selamat datang. Tetapi ini juga cukup bagus, cukup bersih.



Pantai Pasir Putih
Namun pantai ini memang juga berupa tempat bersauhnya perahu para nelayan, jadinya bukan khusus untuk kepariwisataan.

Tetapi kami bertanya kepada tuan rumah, nelayan disana. Dimana pantai yang indah lainnya yang lebih khusus untuk kepariwisataan.



Merekapun menunjuk kebeberapa tempat, ke TPI Ujung Genteng, lalu ke hutan lindung Ujung Genteng dan kearah lainnya menuju ke penangkaran penyu dll.

Ternyata lokasi pantai di Ujung Genteng ini bukan hanya satu tempat disini saja, masih banyak lagi lainnya.

Untuk sementara...mencari suatu temuan diantara pepasir adalah cukup untuk hari terik begini...



Entah Apa Yang Dicari

Mencari bongkahan-bongkahan emas mutiara, intan permata dan berlian.....

Namun karang-karang beserta kerang kerangan juga sudah cukup untuk dibawa sebagai sekedar souvenir....

ah....rasa-rasanya....kami gak perlukan itu....hanya membebani bawaan saja....buat apa...?


Kamipun menyusurinya satu persatu tempat terindah disini, 
Pertama ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan), sekira jam sembilan tigapuluhan, cari ikan dan sarapan dulu.

Satu jam lebih kami disana, lalu kami lanjut ke pantai lainnya kesebuah Tanjung yang melewati hutan di Tanah Ujung Genteng.
Itu hampir serupa dengan Tanjung Pananjung di Pangandaran.


Makan Dulu Biar Tidak Melehoy..
Selain untuk tamasya, menikmati suasana pantai dan lain-lain...maka hal yang menarik lainnya adalah pasakan nelayan...pasakan khas pantai...

Nasi dengan sayur kangkung, sambel tomat, dan bakar ikan selalu kami buru di setiap pantai yang kami kunjungi....soalnya mumpung di pantai...makan ikan dari hasil langsung tentu akan berbeda dengan ikan laut yang di makan jauh dari laut.

Suasana pantai akan membuat rasa ikan bertambah nikmat...apalagi itu adalah dengan bumbu khas setempat.

tetapi di pantai selatan Jawa Barat ini, masakannya relatif sama saja...Bakar ikan dengan bumbu asam...adalah menggugah selera.





Kalau sudah makan kan lain lagi ceritanya....tubuh jadi bertenaga lagi...dan siap untuk lanjutkan petualangannya....



Jalan ke Pantai Terdekat
Pantai terdekat adalah gak jauh dari warung nasi Ibu Dedah ini...itu adalah pantai yang lebih mirip seperti dermaga......

ada banyak nelayan dan juga dekat dengan tempat pelelangan ikan...pasar yang cukup rame
yang cukup rame oleh nelayan dan juga penjual ikan...Entah berapa ikan dijual disana...tapi kiranya itu adalah pasar lelang yang cukup ramai...laku dan suasananya hidup sekali.

Sayang sekali tak ada banyak waktu buat kami susuri semua tempat. Hati sudah tidak tentram...sudah ingin rasanya pergii dari sini...karena ada pantai lainnya yang lebih enak untuk bersantai...dan bermain air.

Kalau masih ada waktu, sudah tentu kami akan lebih lama lagi disini.

Habis ini...rencananya adalah ke Pantai yang ada di Tanjung Ujung Genteng.



Pantai Hutan Tanjung Ujung Genteng.

Jalan ke pantai ini adalah menyusuri jalan-jalan tanah yang ada di sekitar belakng dari warung ibu Dedah....Ada biaya masuk...gak seberapa...hanya 3000...an. Tak seperti ke pantai lainnya...kalau kesini kita meliwati rerimbunan pepohonan dan yang cukup rapat dengan tetumbuhan....itu mungkin mirip pulau Santolo atau Pananjung...Hanya saja kalau disini motor kita bisa lanjut terus masuk ke ujung Tanjung ini.

Ada terdengar burung-burung yang berkicau disana, pepohonannya juga cukup rimbun dan dengan semak belukar yang juga terbilang rapat.

Pantas bila disana masih ada kehidupan hewan liarnya. Sampai sekira jam sebelas siang kami ada disana.

Sesampainya dipenghujung jalan...kita langsung masuk ke pantainya...dan disana ada banyak motor lain...banyak pengunjung lain yang sudah terlebih dulu ada disana.

Dimana saja selalu ada tempat yang cukup baik untuk pemotretan...disini juga.
Tunggul sebuah pohon yang sudah mati, dibiarkan tetap berdiri tinggi...itu adalah background untuk sesi iklan kaca mata hitam.

dan juga iklan tas backpacker....

Kalau dari sisi pantainya....disekitar sini tentu ada banyak spot juga...ini adalah tepat jika orang menyebutnya sebagai Ujung Genteng...

inilah mungkin yang dinamakan...the real Ujung Genteng itu.

The Real Ujung Genteng
(Aslinya Ujung Genteng)

Pantainya dan air lautnya sangat bersih, tapi pasirnya memang kurang lembut, karena bercampur dengan pecahan kerang-kerangan dan juga karang-karang kecil.

Apalagi saat itu hari sudah panas sehingga tak nyaman rasanya berlama-lama disana.

Kalau saja kami agak pagi kesini, atau nanti kalu hari sudah teduh...ini di pantai Tanjung Ujung Genteng ini, akan cukup baik untuk santai lebih lama lagi....apalagi sisi lain dari pantai ini masih cukup luas untuk ditelusuri....ya...ini memang tersembunyi...ya ini memang sepi dari orang jualan...jauh dari penginapan atau tempat berteduh...



Pembuatan Kapal Nelayan
Tak bisa lama-lama jika hari masih terik seperti ini.
Menyususri sisi lain dari jalan pulang ini...kita beruntung sekali bisa melihat para ahli pembuat kapal nelayan....itu adalah sesuatu yang jarang kita temukan.

Di Ujung Genteng ini....kita bisa lihat proses pembuatan Kapal Nelayan itu. Ini adalah karya yang hebat. Yang tentu butuh ketermapilan khusus...ilmu khusus...bahan-bahan kayu khusus dll metoda yang khusus juga.

Tentu saja itu adalah mengingatkan kita kepada pekerjaan serupa di daerah lainnya. Dan beruntungnya adalah pada saat ini, secara nyata dan langsung kami bisa melihat proses pembuatan itu dengan mata kepala sendiri. ini bukti photonya.



Pantai Cibuaya
Kamipun putuskan untuk ke sisi pantai lainnya yang ada di kawasan Ujung Genteng ini.
Pantai Cibuaya namanya.


Inilah pantai utama kami kali ini, air dan pasirnya sangat cocok untuk mantai seperti lazimnya sebuah pantai untuk orang bersantai. Gak terlalu luas...tapi pasirnya putih bersih....dengan air lautnya yang juga sangat jerni....ngagenclang...namun sangat dalam kelihatan hijau toska.....ikan-ikan besar mungkin saja ada di dasar sana. Itu cukup ngeri untuk di renangi....Cukup bermain air saja ditepiannya.

Lagi pula, orang-orang disini melarang kami untuk berenang disana...sebab arus bawah yang terlihat tenang itu...diam-diam bergelora...



Lautnya Dalam dan Luas
Pantas saja sebab...kita bisa lihat deburan ombak di sekitarnya...begitu keras menghantam kepada celah-celah karang.

Disekitar tempat ini juga banyak kita jumpai penginapan yang nyaman, ada mesjid dan juga para penjual suvenir.

Kamipun memutuskan untuk bermain air disini, berendam dan berjemur.


Puas sudah rasanya, tidak lah sia-sia kami datang dari jauh melewati malam yang kelam dengan arah dan jalan yang gak jelas dan belum pernah kami datangi sebelumnya. 

Puas, super puas.

Riang sekali kami semua disini....semuanya. Andiyar, Bono, Koko dan aku sang petualang.....Indah kebersamaan kami ini....indah pertemanan kami ini. Tak akan terlupakan. Tak akan mudah dilupakan.

Bermain-main air, pasir dan kerang-kerang mati...
ah S E M P U R N A..!!!


ENtahlah, tentu saja kami gak akan selamanya seperti ini.

Mungkin satu hari, kami gak bisa ulangi lagi hal seperti ini.

Karena satu dan lain hal...karena kesibukan, karena pekerjaan dan juga karena sesungguhnya hanya satu yang tidak pernah berubah....yaitu perubahan itu sendiri.

Perubahan...senantiasa ada, perubahn selalu terjadi dari waktu ke waktu...seperti dulu, seperti sekarang dan seperti nanti.

Kami harus imani itu semua.


Terlalu lama kami disini...menyenangi suasana pantai dan deburan ombak beserta para pemancing ikan...yang dilengkapi oleh semilir angin yang menina bobokan...adalah sulit untuk membuat kami bisa beranjak.

Diam adalah lebih baik.
Diam lebih lama lagi disini akan terasa menyenangkan dan itu artinya kami sangat betah berlama-lama di sini...

Harusnya tentu saja kami bisa menginap semalam saja disini.

Mungkin jika malam telah tiba...kami bisa memancing ikan seperti mereka....dan lalu membakarnya ramai-ramai...dan kami bercengkrama kembali dalam kenangan yang tak terlupakan.

telah lama....telah lama..
bersamamu, bersamamamu...

ku tak mau- kutak mau hanya mimpi...

bersamamu-bersamamu...ku selalu
kutak mau-kutak mau...hanya mimpiiiii...

hari ini, hari ini .....

hooooo
kembali kita bersama-sama lagi
sampai akhir waktu nanti
hoooooh

kembali kita bersama-sama lagi,
kembali kita bersama-sama lagi
sampai akhir waktu nanti.....

Seperti syair Koes Plus atau lainnya...

Lagu itu tepat untuk menerangkan perasaan saat ini.



Waktu Selalu Berlalu

Namun waktu berkata lain, kini sudah saatnya kami harus kembali pulang ke Bandung.
Dua jam lamanya kami bermain pantai, terbayarkan perjuangan yang melelahkan itu. Kamipun pulang lah sekira jam 13.30-an WIB.

Hidupku selalu sepi
menjaerit dalam hatikuuuu
kuhidup selalu beginiiii...
bernyanyi sediih dan piluuuu

matahari kan bersinaar ...lagi hoooh
mendung kan....tertiup angin

burung-burung kan bernyanyi....lagi
menghibur hati yang sedih

hujanpun akan berhentii...sayang
alampun akan ber-seriiii

bila senja telah tibaaa
hatiku tambah sengsaraaaa
hooooooo

tapi tetap ku bernyanyiiiii
walau malam telah sepiiiiii


ah...lagu-lagu koes plus emang kadang bagus untuk suasana siang seperti ini


Salah Ambil Jalan Pulang
Namun sayang, kami mengambil jalur jalan yang salah. Jadinya jaraknya bertambah jauh, sangat jauh dan sangat melelahkan apalagi semalam kami kekurangan istirahat, jadinya lelahnya berlipat-lipat.

Jalan Ujung Genteng via Sukabumi sungguh terasa begitu jauh sekali. Jalannya berkelok, melewati banyak perkampungan, perkebuanan dan hutan-hutan.

Feeling ku kali ini kurang tepat. At least kurang baik untuk bisa segera sampai kembali ke Bandung.

Jalannya mutar-mutar...entahlah kemana akan ujung pangkalnya...benar-benar kami hanya ikuti saja jalan yang ada.

Tapi tentu saja selalu ada hikmah dibalik apapun juga...
paling minimal adalah....kita bisa tahu perkampungan di pedalaman Sukabumi ini.

Dan seperti kata teman saya....Bahwa tak ada langkah yang salah yang pernah kita lakukan. Boleh jadi apa yang kita anggap ini langkah keliru itu...justru inilah jalan yang terbaik buat kita.

ah...pendpat temanku ini sungguh benar sekali. Dan aku gak nyangka ilmu yang kudapat kali ini begitu berharganya.



Kemewahan dimasa lalu...belum tentu itu adalah baik untuk kita. Dan sebaliknya keterbatasan di hari ini...adalah itulah yang terbaik buat kita....MOAL SALAH.


Balik Bandung
Lama sekali terasa perjalanan pulang kami kali ini. Maghrib pun kami belum masuk ke kota Sukabumi, itu adalah sudah sekira empat jam lamanya. Ditambah lagi jalanan disini sangat macet...rupanya bukan hanya di bandung ada keramaian seperti ini.





Disinipun, di Sukabumi ternyata ada banyak kawasan pabrik. Dan kebetulan, ini jam pulang kerja. Lengkap sudah perjalanan yang lama ini....dan juga sangat melelahkan. Melelahkan tubuh dan hati ini.....

Mengapa pula hari libur kita begitu singkat ya...?



Masuk Kota Sukabumi
Jam isya-an kamipun sampai di kota Sukabumi, dan saatnya untuk isi perut lagi.  Ayam pepes, nasinya kurang satu.

Ya sudah kami berempat berbagi nasi yang ada saja, tiga untuk berempat.
Nah, habis itu pun kami melanjutkan lagi perjalanan pulang kami, menuju Cianjur dan Bandung.

Nah, inilah maksudnya, semenjak sampai di kota Cianjur, rasa lelah yang terbawa dari kemarin malam, terus ditambah jauhnya jarak Ujung Genteng-Sukabumi dan ditambah lagi asupan pepes ayam yang lejat itu, kantukpun datang tak ada kompromi.
Apalagi kami menjalankan motor dengan pelan saja, ya sudah lengkap sudah semuanya. Ngantuk luar biasa.

Mungkin juga itu akibat makan ikan mas, dan juga reaksi dari duren yang gurih tadi mulai terasa di malam ini.

Betapa hebatnya perjalanan kami kali ini....terima kasih kawan...terima kasih atas pertemanan ini.

this is my part...of my life....
ini lah sepenggal cerita dari hidup saya...
tanks you...


Kamipun berhenti dulu disebuah minimarket, apalagi hujan mulai turun disini. Kami harus mengenakan jas hujan dulu.

Dan aku benar-benar ngantuk saat itu, ah mejapun cukuplah buat ku bersandar dan pengen tidur. Ya, akupun berusaha istirahat sejenak disana. Walaupun gak begitu memuaskan.

Perjalananpun dilanjutkan menuju Bandung.
Dan benar saja, kantuk itu tak tertahan lagi, di sekitar tagog apu akupun membawa motor dengan antuk-antukan karena sebentar sadar, sebentar tak sadar.

Begitulah, sudah untung kami tak terjatuhpun dari motor. Ya sudah aku berhenti dulu di Padalarang, dan benar-benar menyerah.


Aku sudah tak sanggup lagi bawa motor. Aku tak mungkin lagi bisa melek. Sungguh aku tak sanggup. Motorpun aku berikan ketemanku, dan sejak itu akupun tertidur dalam boncengan. Ah lelah sekali brow....!



Sekian.....
dan terima kasih...
See you next...in the future..
may we will can..."ngabolang" again...!


Baca Juga :
Sebuah Sajak dari Ujung Genteng

Posting Komentar

0 Komentar