Ada banyak orang zaman sekarang yang sukanya menyerang amalan imam Syafi'i dkk dengan berdasarkan/menggunakan hadist dari imam Bukhari & imam Muslim.
Imam Bukhari dan imam Muslim adalah bermazhab (pengikut/murid) imam Syafi'i. Beramal mengikuti apa yang di ajarkan imam Syafi'i. Apa yang dilakukan/diamalkan imam Syafi'i, itu pula yang diamalkan imam Bukhari dan imam Muslim dkk.
Jadi kan mengherankan orang zaman sekarang ini (wahabi), mereka sering menyalahkan imam Madzhab (termasuk menyerang amalan imam Syafi'i) dengan menggunakan hadist dari imam Bukhari dan Muslim yang mana Imam Bukhari dan Imam Muslim itu adalah pengikut imam (bermadzhab) Syafi'i.
Alangkah kacaunya cara pikir yang demikian itu.
Oleh karena itu, seyogyanya umat Islam yang mau berpikir bisa memilih dan memilah mana da'i yang baik dan mana da'i yang tidak baik. Hal ini adalah penting sebab, jika kita salah memilih panutan maka akibatnya kita bisa salah pula dalam kita beragama yang akibatnya bisa mengakibatkan kita termasuk kepada golongan di luar ahlu sunnah waljamaah.
Sedangkan baginda Nabi Muhammad SAW terus mengingatkan kita tentang sekumpulan kaum di akhir zaman yang mereka itu sesat dan menyesatkan yang mana mereka itu ciri-cirinya selalu bertentangan dengan mayoritas ulama yang sudah umum.
Mengenal Wahabi
Sejarah (Wikipedia)
Gerakan Wahhabi dimulai sebagai gerakan revivalis di wilayah
terpencil nan gersang di Najd. Dengan runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah setelah
Perang Dunia I, dinasti Al Saud menjadi penyokong utama Wahhabisme, dan
menyebar ke kota-kota suci Mekkah dan Madinah. Setelah penemuan minyak di dekat
Teluk Persia pada tahun 1939, Kerajaan Saudi memiliki akses terhadap pendapatan
ekspor minyak, pendapatan yang tumbuh hingga miliaran dollar. Uang ini -
digunakan untuk menyebarkan dakwah wahhabi melalui buku, media, sekolah,
universitas, masjid, beasiswa, beasiswa, pekerjaan bagi para jurnalis,
akademisi dan ilmuwan Islam - hal ini memberikan Wahhabisme sebuah "posisi
kekuatan yang unggul" dalam Dunia Islam global.
Wahabisme di Indonesia (Wikipedia)
Paham wahhabi masuk pertama kali ke Indonesia pada awal abad
ke-19. Hubungan antara ajaran kaum Wahabi dengan orang-orang Minangkabau di
Sumatra Barat dimulai melalui kepulangan tiga orang haji; Haji Miskin, Haji
Sumanik dan Haji Piobang, yang baru pulang ibadah haji pada 1803.[22] Perjalanan
haji mereka bersamaan dengan dikuasainya Mekkah oleh kaum Wahhabi.[23] Pengaruh
itu terlihat dari penentangan terhadap praktik yang dianggap bid'ah, penggunaan
tembakau baik untuk sirih pinang atau merokok, dan pemakaian baju sutra. Mereka
usahakan pula untuk menyebarkan ajaran ini secara paksa di wilayah Minangkabau.
Seperti kemudian tercatat dalam sejarah, ketiga haji itu dan sosok Tuanku Nan
Renceh - didukung kaum Paderi - memaklumkan jihad melawan kaum Muslim lain yang
tidak mau mengikuti ajaran-ajaran mereka. Lawan mereka terutama adalah golongan
Adat, yakni kaum bangsawan Minang yang masih menjalankan praktik-praktik yang
mereka anggap bertentangan dengan Islam.[22] Akibatnya, perang saudara yang
disebut sebagai Perang Paderi pecah di tengah masyarakat Minangkabau. Atas
campur tangan pemerintah kolonial Belanda, perang Paderi itu berakhir pada
penghujung 1830-an.
Perundingan (Wikipedia)
Dalam pelarian dan persembunyiannya, Tuanku Imam Bonjol
terus mencoba mengadakan konsolidasi terhadap seluruh pasukannya yang telah
bercerai-berai dan lemah, tetapi karena telah lebih 3 tahun bertempur melawan
Belanda secara terus menerus, ternyata hanya sedikit saja yang tinggal dan
masih siap untuk bertempur kembali.
Tuanku Imam Bonjol menyerah kepada Belanda pada Oktober
1837, dengan kesepakatan bahwa anaknya yang ikut bertempur selama ini, Naali
Sutan Chaniago, diangkat sebagai pejabat kolonial Belanda[30].
Pada tanggal 23 Januari 1838, Imam Bonjol dibuang ke
Cianjur, dan pada akhir tahun 1838, ia kembali dipindahkan ke Ambon. Kemudian
pada tanggal 19 Januari 1839, Tuanku Imam Bonjol kembali dipindahkan ke Lotta,
Minahasa, dekat Manado, dan di daerah inilah setelah menjalani masa pembuangan
selama 27 tahun lamanya. Pada tanggal 8 November 1864, Tuanku Imam Bonjol
meninggal dunia pada tanggal 8 November 1864. Beliau dimakamkan di tempat
pengasingannya tersebut.
Tuanku Imam Bonjol menulis autobiografi yang dinamakan
Naskah Tuanku Imam Bonjol yang antara lain berisi penyesalannya atas kekejaman
Wahabi Paderi[30]. Tulisan tersebut merupakan karya sastra autobiografi pertama
dalam bahasa Melayu disimpan oleh keturunan Imam Bonjol dan dipublikasikan
tahun 1925 di Berkley[31], dan 2004[32] di Padang.
Perang di Media Sosial (BBC News)
Adapun aliran Wahabi dikaitkan dengan sosok Muhammad bin
Abdul Wahab (1703-1792), seorang ulama dari Arab Saudi yang mendirikan sebuah
sekte yang menyatakan bahwa mereka kembali kepada semangat sejati Nabi
Muhammad.
Saat ini, orang-orang atau kelompok yang dilabeli Wahabi
menganggap sebutan itu tidak tepat. Mereka sebaliknya menganggap pelabelan itu
"merendahkan" ajaran pemurnian ala Abdul Wahab.
Lebih lanjut Hakim kemudian mencontohkan perang wacana di
media sosial yang dilancarkan kelompok tersebut terhadap konsep Islam Nusantara
yang dikampanyekan terus-menerus oleh ormas Islam terbesar di Indonesia itu.
Islam Nusantara, menurut penggagasnya, merujuk pada fakta
sejarah penyebaran Islam di wilayah Nusantara yang disebut "dengan cara
pendekatan budaya, tidak dengan doktrin yang kaku dan keras."
Ide ini bergulir terus dan mendapatkan tempat di dalam
wacana keislaman Indonesia.
Namun demikian, secara hampir bersamaan, lahir pula kritikan
dan penolakan terhadap istilah Islam Nusantara - yang diwarnai perdebatan keras
terutama melalui media sosial atau dalam diskusi terbuka.
Dihadapkan situasi sepertinya inilah, Hakim menyebut
kehadiran TV9 menjadi penting untuk 'menyelamatkan" wajah Islam moderat.
"TV 9 menjadi lebih dari sekedar media, dia adalah
bagian instrumen NU dalam cyber war yang lebih rumit," akunya.
Wahabi Berdasarkan Al Qur’an dan
Hadits
Posted on Maret 1, 2015 by Admin
Banyak orang2 awam tertarik mengikuti Salafi karena dianggap
aliran ini memurnikan ajaran Islam dari Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat yang
dulu disingkat dgn TBC. Ulama Salafi menamakan aliran mereka berubah2. Dulu
sekali Muwahhidun, kemudian jadi Salafi, lalu Ahlus Sunnah, dan juga Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah. Ini sama dengan nama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang asli.
Ulama Aswaja yang asli, Sufi, dan Syi’ah menamakan kelompok Salafi ini sebagai
Wahabi. Nama ini sesuai dengan pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdi
at Tamimi, seorang Bani Tamim yang lahir di Najd tahun 1703 dan meninggal tahun
1792.
Namun jika Aswaja asli mengamalkan zikir berjamaah, Maulid
Nabi, Tahlilan, Yasinan, dsb, maka Wahabi ini menganggap itu semua sesat.
Karena Wahabi hanya menerima hadits yang menyatakan semua Bid’ah itu sesat dan
masuk neraka. Mereka menolak hadits Bid’ah Hasanah / Ni’mal Bid’ah yang
dipahami para sahabat seperti Khalifah Umar bin Khoththob ra, Abu Bakar ra,
Zaid bin Tsabit dan juga para ulama Salaf seperti Imam Syafi’ie yang lahir
tahun 150 H.
Walhasil mereka memfitnah Aswaja sebagai sesat, Musyrik
karena ziarah dan doa di kuburan, dsb. Mereka pandang juga Sufi sebagai sesat /
ghulluw. Banyak dari kelompok ini menganggap semua Syi’ah sesat bahkan
belakangan ada yang bilang “Syi’ah bukan Islam”. Ini memprihatinkan mengingat
sebagian perawi hadits dari Sahih Bukhari, Muslim, dsb ternyata Syi’ah
rafidhoh. Contoh: Abbad bin Ya’qub Al Asadi Ar Rawajini Al Kufi dan Sulaiman
bin Qarm Abu Dawud Adh Dhabi Al Kufi.
Sebaliknya, banyak ulama dari Aswaja, Sufi, dan juga Syi’ah
menuding Wahabi sebagai aliran sesat, khawarij, dan buatan Zionis Inggris.
Buatan Yahudi untuk memecah-belah ummat Islam dan membunuh Muslim. Kaum Salafi
Wahabi menganggap ini adalah fitnah dari Musuh Islam. Musuh Allah. Kaum Salafi
Wahabi menganggap kelompok mereka sebagai Pembela Islam, Penegak Sunnah.
Nah jika antara Wahabi dan non Wahabi ini saling klaim bahwa
musuhnya yang melontarkan fitnah dan memang jutaan Muslim sudah dibunuh oleh
Wahabi sejak kelahirannya, siapakah yang ahli fitnah sebenarnya? Mari kita kaji
Al Qur’an dan Hadits dan fakta-fakta yang sudah terjadi.
Nabi menubuwatkan bahwa di akhir zaman akan timbul fitnah.
Bahkan secara khusus Nabi menyebut Najd, tempat kelahiran Muhammad bin Abdul
Wahhab sebagai sumber fitnah dan “Tanduk Setan”:
Ibnu Umar berkata, “Nabi berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami
pada negeri Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, Terhadap Najd kami.’ Beliau
berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah Syam dan Yaman kami.’ Mereka berkata, ‘Dan Najd
kami.’ Beliau berdoa, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada negeri Syam. Ya Allah,
berkahilah kami pada negeri Yaman.’ Maka, saya mengira beliau bersabda (Najd)
pada kali yang ketiga, ‘Di sana (Najd) terdapat kegoncangan-kegoncangan (gempa
bumi), fitnah-fitnah, dan di sana pula munculnya tanduk setan.’” [HR Bukhari]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/
Ini dikuatkan dengan hadits lainnya:
Hadis riwayat Sahal bin Hunaif ra.: Dari Yusair bin Amru, ia
berkata: Saya berkata kepada Sahal: Apakah engkau pernah mendengar Nabi saw.
menyebut-nyebut Khawarij? Sahal menjawab: Aku mendengarnya, ia menunjuk dengan
tangannya ke arah Timur, mereka adalah kaum yang membaca Alquran dengan lisan
mereka, tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama
secepat anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1776)
Saat mengatakan itu, Nabi berada di Madinah, Hijaz. Ada pun
di timur Madinah/Hijaz adalah Najd, tempat lahirnya Muhammad bin Abdul Wahhab:
Dan memang tempat miqat untuk haji penduduk Najd adalah Qorn
yang artinya tanduk. Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang ada di Najd. Dan di
Riyadh dan wilayah-wilayah Najd lainnya ada Pangkalan Militer Zionis AS
(Amerika Serikat) yang dipakai untuk menyerang negara-negara Islam di
sekitarnya seperti Iraq yang menewaskan presiden Iraq, Saddam Hussein.
Peringatan Nabi SAW Tentang Munculnya
Wahabi
Posted by administrator www pada Oktober 22, 2007
Hadits-hadits yang memberitakan akan datangnya Faham Wahabi.
Sungguh Nabi s a w telah memberitakan tentang golongan
Khawarij ini dalam beberapa hadits beliau, maka hadits-hadits seperti itu
adalah merupakan tanda kenabian beliau s a w, karena termasuk memberitakan
sesuatu yang masih ghaib (belum terjadi). Seluruh hadits-hadits ini adalah
shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan
sebagian yang lain terdapat dalam selain kedua kitab tsb. Hadits-hadits itu
antara lain:
1. Fitnah itu datangnya dari sini, fitnah itu datangnya dari
arah sini, sambil menunjuk ke arah timur (Najed-pen ).
2. Akan muncul segolongan manusia dari arah timur, mereka
membaca Al Qur’an tetapi tidak bisa membersihkannya, mereka keluar dari
agamanya seperti anak panah yang keluar dari busurnya dan mereka tidak akan
kembali ke agama hingga anak panah itu bisa kembali ketempatnya (busurnya),
tanda-tanda mereka bercukur kepala (plontos – pen).
3. Akan ada dalam ummatku perselisihan dan perpecahan kaum
yang indah perkataannya namun jelek perbuatannya. Mereka membaca Al Qur’an,
tetapi keimanan mereka tidak sampai mengobatinya, mereka keluar dari agama
seperti keluarnya anak panah dari busurnya, yang tidak akan kembali seperti
tidak kembalinya anak panah ketempatnya. Mereka adalah sejelek-jelek makhluk,
maka berbahagialah orang yang membunuh mereka atau dibunuh mereka. Mereka
menyeru kepada kitab Allah, tetapi sedikitpun ajaran Allah tidak terdapat pada
diri mereka. Orang yang membunuh mereka adalah lebih utama menurut Allah.
Tanda-tanda mereka adalah bercukur kepala (plontos – pen).
4. Di Akhir zaman nanti akan keluar segolongan kaum yang
pandai bicara tetapi bodoh tingkah lakunya, mereka berbicara dengan sabda
Rasulullah dan membaca Al Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan
mereka, meraka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, maka
apabila kamu bertemu dengan mereka bunuhlah, karena membunuh mereka adalah
mendapat pahala disisi Allah pada hari kiamat.
5. Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang
membaca Al Qur’an namun tidak sampai mengobati mereka, mereka keluar dari agama
seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti
anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur
kepala (plontos – pen).
6. Kepala kafir itu seperti (orang yang datang dari) arah
timur, sedang kemegahan dan kesombongan (nya) adalah (seperti kemegahan dan
kesombongan orang-orang yang) ahli dalam (menunggang) kuda dan onta.
7. Dari arah sini inilah datangnya fitnah, sambil
mengisyaratkan ke arah timur (Najed – pen).
8. Hati menjadi kasar, air bah akan muncul disebelah timur
dan keimanan di lingkungan penduduk Hijaz (pada saat itu penduduk Hijaz terutama
kaum muslimin Makkah dan Madinah adalah orang-orang yang paling gigih melawan
Wahabi dari sebelah timur / Najed – pen).
9. (Nabi s a w berdo’a) Ya Allah, berikan kami berkah dalam
negeri Syam dan Yaman, para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah,
beliau berdo’a: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negeri Syam dan Yaman, dan
pada yang ketiga kalinya beliau s a w bersabda: Di sana (Najed) akan ada
keguncangan fitnah serta disana pula akan muncul tanduk syaitan.
10. Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang
membaca Al Qur’an namun tidak sampai membersihkan mereka. Ketika putus dalam
satu kurun, maka muncul lagi dalam kurun yang lain, hingga adalah mereka yang
terakhir bersama-sama dengan dajjal.
Dalam hadits-hadits tsb dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka
adalah bercukur kepala (plontos – pen). Dan ini adalah merupakan nash atau
perkataan yang jelas ditujukan kepada kaum khawarijin yang datang dari arah
timur, yakni para penganut Ibnu Abdil Wahab, karena dia telah memerintahkan
setiap pengikutnya bercukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikut
kepadanya tidaklah dibolehkan berpaling dari majelisnya sebelum melakukan
perintah tsb (bercukur – plontos). Hal seperti ini tidak pernah terjadi
sebelumnya dari aliran-aliran SESAT lainnya. Oleh sebab itu, hadits-hadits tsb
jelas ditujukan kepada mereka, sebagaimana apa yang telah dikatakan oleh Sayyid
Abdurrahman Al-Ahdal, seorang mufti di Zubaid. Beliau r a berkata: “Tidak usah
seseorang menulis suatu buku untuk menolak Ibnu Abdil Wahhab, akan tetapi sudah
cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah s a w itu sendiri yang telah
menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli
bid’ah sebelumnya tidaklah pernah berbuat demikian selain mereka.”
Muhammad bin Abdul Wahhab (pendiri Wahabisme – pen) sungguh
pernah juga memerintah kaum wanitanya untuk bercukur (gundul – pen). Pada suatu
saat ada seorang wanita masuk agamanya dan memperbarui Islamnya sesuai dengan
doktrin yang dia masukkan, lalu dia memerintahkan wanita itu bercukur kepala
(gundul pacul – pen). Kemudian wanita itu menjawab: “anda memerintahkan kaum
lelaki bercukur kepala, seandainya anda memerintahkan mereka bercukur jenggot
mereka maka boleh anda memerintahkan kaum wanita mencukur rambut kepalanya,
karena rambut kaum wanita adalah kedudukannya sama dengan jenggot kaum
lelaki”.Maka dia kebingungan dan tidak bisa berkata apa-apa terhadap wanita
itu. Lalu kenapa dia melakukan hal itu, tiada lain adalah untuk membenarkan
sabda Nabi s a w atas dirinya dan para pengikutnya, yang dijelaskan bahwa
tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul/plontos). Jadi apa yang dia lalukan
itu semata-mata membuktikan kalau Nabi s a w itu benar dalam segala apa yang
disabdakan.
Adapun mengenai sabda Nabi s a w yang mengisyaratkan bahwa
akan ada dari arah timur (Najed – pen) keguncangan dan dua tanduk syaithon,
maka sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk syaithon
itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil
Wahhab.Sebagian ahli sejarah menyebutkan peperangan BANI HANIFAH, mengatakan:
Di akhir zaman nanti akan keluar di negeri Musailamah seorang lelaki yang menyerukan
agama selain agama Islam.
Ada beberapa hadits yang didalamnya menyebutkan akan
timbulnya fitnah, diantaranya adalah:
1. Darinya (negeri Musailamah dan Muhammad bin Abdul Wahhab)
fitnah yang besar yang ada dalam ummatku, tidak satupun dari rumah orang Arab
yang tertinggal kecuali dimasukinya, peperangan bagaikan dalam api hingga
sampai keseluruh Arab, sedang memeranginya dengan lisan adalah lebih sangat
(bermanfaat – pen) daripada menjatuhkan pedang.
2. Akan ada fitnah yang menulikan, membisukan dan
membutakan, yakni membutakan penglihatan manusia didalamnya sehingga mereka
tidak melihat jalan keluar, dan menulikan dari pendengaran perkara hak, barang
siapa meminta dimuliakan kepadanya maka akan dimuliakan.
3. Akan lahir syaithon dari Najed, Jazirah Arab akan goncang
lantaran fitnahnya.Al-Allamah Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub
As-Sayyid Abdullah Al-Haddad Ba’Alawi didalam kitabnya :”Jalaa’uzh zhalaam fir
rarrdil Ladzii adhallal ‘awaam” sebuah kitab yang agung didalam menolak faham wahabi,
beliau r a menyebutkan didalam kitabnya sejumlah hadits, diantaranya ialah
hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib r a sbb :“Akan keluar di
abad kedua belas nanti dilembah BANI HANIFAH seorang lelaki, tingkahnya seperti
pemberontak, senantiasa menjilat (kepada penguasa Sa’ud – pen) dan menjatuhkan
dalam kesusahan, pada zaman dia hidup banyak kacau balau, menghalalkan harta
manusia, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah manusia, dibunuhnya
manusia untuk kesombongan, dan ini adalah fitnah, didalamnya orang-orang yang
hina dan rendah menjadi mulia (yaitu para petualang & penyamun digurun
pasir – pen), hawa nafsu mereka saling berlomba tak ubahnya seperti berlombanya
anjing dengan pemiliknya”.
Kemudian didalam kitab tersebut Sayyid Alwi
menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul
Wahhab dari Tamim. Oleh sebab itu hadits tersebut mengandung suatu pengertian
bahwa Ibnu Abdul Wahhab adalah orang yang datang dari ujung Tamim, dialah yang
diterangkan hadits Nabi s a w yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Sa’id
Al-Khudri r a bahwa Nabi s a w bersabda :
“Sesungguhnya diujung negeri ini ada
kelompok kaum yang membaca Al Qur’an, namun tidak sampai melewati kerongkongan
mereka, mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya,
mereka membunuh pemeluk Islam dan mengundang berhala-berhala (Amerika, Inggris
dan kaum Zionis baik untuk penggalian berhala purbakala atau untuk kepentingan
yang lain – pen), seandainya aku menjumpai mereka tentulah aku akan membunuh
mereka seperti dibunuhnya kaum ‘Ad.
Dan ternyata kaum Khawarij ini telah
membunuh kaum muslimin dan mengundang ahli berhala (Amerika, Zionis dan
sekutunya – pen). Ketika Imam Ali bin Abi Thalib kw ditebas oleh kaum khawarij,
ada seorang lelaki berkata:
“Segala Puji bagi Allah yang telah melahirkan
mereka dan menghindarkan kita dari mereka”. Kemudian Imam Ali berkata: “Jangan
begitu, demi Tuhan yang diriku berada didalam Kekuasaan-Nya, sungguh diantara
mereka ada seorang yang dalam tulang rusuknya para lelaki yang tidak dikandung
oleh perempuan, dan yang terakhir diantara mereka adalah bersama dajjal”.
Ada hadits yang diriwayatkan oleh Abubakar didalamnya
disebutkan BANI HANIFAH, kaum Musailamah Al-Kadzdzab, Beliau s a w berkata:
“Sesungguhnya lembah pegunungan mereka senantiasa menjadi lembah fitnah hingga
akhir masa dan senantiasa terdapat fitnah dari para pembohong mereka sampai
hari kiamat”.
Dalam riwayat lain disebutkan: “Celaka-lah Yamamah, celaka karena
tidak ada pemisah baginya”
Di dalam kitab Misykatul Mashabih terdapat suatu hadits
berbunyi sbb:
“Di akhir zaman nanti akan ada suatu kaum yang akan membicarakan
kamu tentang apa-apa yang belum pernah kamu mendengarnya, begitu juga (belum
pernah) bapak-bapakmu (mendengarnya), maka berhati-hatilah jangan sampai
menyesatkan dan memfitnahmu”.
Allah SWT telah menurunkan ayat Al Qur’an
berkaitan dengan BANI TAMIM sbb:
“Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu
dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti”. (QS. 49 Al-Hujurat: 4).
Juga Allah SWT menurunkan ayat yang khitabnya ditujukan
kepada mereka sbb:
“Jangan kamu semua mengangkat suaramu diatas suara Nabi”.
(QS. 49 Al-Hujurat 2)
Sayyid Alwi Al-Haddad mengatakan: “Sebenarnya ayat yang
diturunkan dalam kasus BANI HANIFAH dan mencela BANI TAMIM dan WA”IL itu banyak
sekali, akan tetapi cukuplah sebagai bukti buat anda bahwa kebanyakan
orang-orang Khawarij itu dari mereka, demikian pula Muhammad bin Abdul Wahhab
dan tokoh pemecah belah ummat, Abdul Aziz bin Muhammad bin Su’ud (pendiri kerajaan
Saudi Arabia – pen) adalah dari mereka”.
Diriwayatkan bahwa Nabi s a w bersabda:
“Pada permulaan
kerasulanku aku senantiasa menampakkan diriku dihadapan kabilah-kabilah pada
setiap musim dan tidak seorangpun yang menjawab dengan jawaban yang lebih buruk
dan lebih jelek daripada penolakan BANI HANIFAH”.
Sayyid Alwi Al-Haddad
mengatakan:
“Ketika aku sampai di Tha’if untuk ziarah ke Abdullah Ibnu Abbas r
a, aku bertemu dengan Al-Allamah Syeikh Thahir Asy-Syafi’i, dia memberi tahukan
kepadaku bahwa dia telah menulis kitab guna menolak faham wahabi ini dengan
judul: “AL-INTISHARU LIL AULIYA’IL ABRAR”. Dia berkata kepadaku: “Mudah-mudahan
lantaran kitab ini Allah memberi mafa’at terhadap orang-orang yang hatinya
belum kemasukan bid’ah yang datang dari Najed (faham Wahabi), adapun orang yang
hatinya sudah kemasukan maka tak dapat diharap lagi kebahagiannya, karena ada
sebuah hadits riwayat Bukhari: ‘Mereka keluar dari agama dan tak akan kembali’.
Sedang yang dinukil sebagian ulama yang isinya mengatakan bahwa dia (Muhammad
bin Abdul Wahhab) adalah semata-mata meluruskan perbuatan orang-orang Najed,
berupa anjuran terhadap orang-orang Baduy untuk menunaikan sholat jama’ah,
meninggalkan perkara-perkara keji dan merampok ditengah jalan, serta menyeru
kemurnian tauhid, itu semua adalah tidak benar”.
Memang nampaknya dari luar dia telah meluruskan perbuatan
manusia, namun kalau ditengok kekejian-kekejiannya dan kemungkaran-kemungkaran
yang dilakukannya berupa:
1. Mengkafirkan ummat muslimin sebelumnya selama 600 tahun
lebih (yakni 600 tahun sebelum masa Ibnu Taimiyah dan sampai masa Wahabi, jadi
sepanjang 12 abad lebih- pen).
2. Membakar kitab-kitab yang relatif amat banyak (termasuk
Ihya’ karya Al-Ghazali)
3. Membunuh para ulama, orang-orang tertentu &
masyarakat umum.
4. Menghalalkan darah dan harta mereka (karena dianggap
kafir – pen)
5. Melahirkan jisim bagi Dzat Allah SWT.
6. Mengurangi keagungan Nabi Muhammad s a w, para Nabi &
Rasul a s serta para Wali r a
7. Membongkar makam mereka dan menjadikan sebagai tempat
membuang kotoran (toilet).
8. Melarang orang membaca kitab “DALAA’ILUL KHAIRAT”, kitab
Ratib dan dzikir-dzikir, kitab-kitab maulid Dziba’.
9. Melarang membaca Shalawat Nabi s a w diatas menara-menara
setelah melakukan adzan, bahkan telah membunuh siapa yang telah melakukannya.
10. Menyuap orang-orang bodoh dengan doktrin pengakuan
dirinya sebagai nabi dan memberi pengertian kepada mereka tentang kenabian
dirinya dengan tutur kata yang manis.
11. Melarang orang-orang berdo’a setelah selesai menunaikan
sholat.
12. Membagi zakat menurut kemauan hawa nafsunya sendiri.
13. Dia mempunyai i’tikad bahwa Islam itu sempit.
14. Semua makhluk adalah syirik.
15. Dalam setiap khutbah dia berkata bahwa bertawasul dengan
para Nabi, Malaikat dan para Wali adalah kufur.
16. Dia mengkafirkan orang yang mengucapkan lafadz: “maulana
atau sayyidina” terhadap seseorang tanpa memperhatikan firman Allah yang
berbunyi: “Wasayyidan” dan sabda Nabi s a w kepada kaum Anshar: “Quumuu li
sayyidikum”, kata sayyid didalam hadits ini adalah shahabat Sa’ad bin Mu’adz.
17. Dia juga melarang orang ziarah ke makam Nabi s a w dan
menganggap Nabi s a w itu seperti orang mati lainnya.
18. Mengingkari ilmu Nahwu, lughat dan fiqih, bahkan
melarang orang untuk mempelajarinya karena ilmu-ilmu tsb dianggap bid’ah.
Dari ucapan dan perbuatan-perbuatannya itu jelas bagi kita
untuk menyakini bahwa dia telah keluar dari kaidah-kaidah Islamiyah, karena dia
telah menghalalkan harta kaum muslimin yang sudah menjadi ijma’ para ulama
salafushsholeh tentang keharamannya atas dasar apa yang telah diketahui dari
agama, mengurangi keagungan para Nabi dan Rasul, para wali dan orang-orang
sholeh, dimana menurut ijma’ ulama’ keempat mazhab Ahlissunnah wal jama’ah /
mazhab Salafushsholeh (yang asli – pen) bahwa mengurangi keagungan seperti itu
dengan sengaja adalah kufur, demikian kata sayyid Alwi Al-Haddad”.
Dia berusia 95 tahun ketika mati dengan mempunyai beberapa
orang anak yaitu Abdullah, Hasan, Husain dan Ali mereka disebut dengan AULADUSY
SYEIKH atau PUTRA-PUTRA MAHA GURU AGUNG (menurut terminologi yang mereka punyai
ini adalah bentuk pengkultusan-individu, mengurangi kemuliaan para Nabi dan
Rasul tapi memuliakan dirinya sendiri – dimana kejujurannya? – pen). Mereka ini
mempunyai anak cucu yang banyak dan kesemuanya itu dinamakan AULADUSY SYEIKH
sampai sekarang.
Catatan: Kalau melihat 18 point doktrin Wahabi diatas maka
jelaslah bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah seorang preman dan petualang
akidah serta sama sekali tidak dapat digolongkan bermazhab Ahlissunnah Wal
Jama’ah atau mazhab Salafush-Sholeh.
Ada lagi doktrin yang tidak disebutkan oleh penulis diatas
yaitu:
1. Melarang penggunaan alat pengeras untuk adzan atau dakwa
atau apapun.
2. Melarang penggunaan telpon.
3. Melarang mendengarkan radio dan TV
4. Melarang melagukan adzan.
5. Melarang melagukan / membaca qasidah
6. Melarang melagukan Al Qur’an seperti para qori’ dan
qari’ah yakni yang seperti dilagukan oleh para fuqoha
7. Melarang pembacaan Burdah karya imam Busiri rahimahullah
8. Melarang mengaji “sifat 20” sebagai yang tertulis dalam
kitab Kifatayul Awam, Matan Jauharatut Tauhid, Sanusi dan kitab-kitab Tauhid
Asy’ari / kitab-kitab Ahlussunnah Wal Jama’ah, karena tauhid kaum Wahabi
berkisar Tauhid “Rububiyah & uluhiyah” saja.
9. Imam Masjidil Haram hanya seorang yang ditunjuk oleh
institusi kaum Wahabi saja, sedang sebelum Wahabi datang imam masjidil Haram
ada 4 yaitu terdiri dari ke 4 madzhab Ahlussunnah yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali. Inilah, apakah benar kaum Wahabi sebagai madzhab Ahlissunnah yang
melarang madzhab Ahlussunnah?. Tepatnya, Wahabi adalah: “MADZHAB YANG
MENGHARAMKAN MADZHAB”.
10. Melarang perayaan Maulid Nabi pada setiap bulan Rabiul
Awal.
11. Melarang perayaan Isra’ Mi’raj yang biasa dilaksanakan setiap
malam 27 Rajab, jadi peraktis tidak ada hari-hari besar Islam, jadi agama apa
ini kok kering banget?
12. Semua tarekat sufi dilarang tanpa kecuali.
13. Membaca dzikir “La Ilaaha Illallah” bersama-sama setelah
shalat dilarang
14. Imam dilarang membaca Bismillah pada permulaan Fatihah
dan melarang pembacaan Qunut pada shalat subuh.
Doktrin-doktrin Wahabi ini tidak lain berasal dari gurunya
Muhammad bin Abdul Wahhab yakni seorang orientalis Inggris bernama Hempher yang
bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah guna mengadu domba kaum
muslimin. Imprealisme / Kolonialisme Inggris memang telah berhasil mendirikan
sekte-sekte bahkan agama baru ditengah ummat Islam seperti Ahmadiyah dan
Baha’i. Jadi Wahabiisme ini sebenarnya bagian dari program kerja kaum kolonial.
Diantara kekejaman dan kejahilan kaum Wahabi adalah
meruntuhkan kubah-kubah diatas makam sahabat-sahabat Nabi s a w yang berada di
Mu’ala (Makkah), di Baqi’ & Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan
diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga
kubah diatas tanah dimana Nabi s aw dilahirkan, yaitu di Suq al Leil di ratakan
dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta. Saat
ini karena gencarnya desakan kaum muslimin international maka kabarnya dibangun
perpustakaan.
Benar-benar kaum Wahabi itu golongan paling jahil diatas muka
bumi ini. Tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati
nilai-nilai luhur Islam Semula Alkubbatul Khadra atau kubah hijau dimana Nabi
Muhammad s a w dimakamkan juga akan didinamit dan diratakan dengan tanah tapi
karena ancaman international maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan
mengurungkan niatnya.
Semula seluruh yang menjadi manasik haji itu akan
dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang
menentang termasuk Sayyid Almutawalli Syakrawi dari Mesir maka diurungkannya.
Setelah saya memposting tentang Wahabi ini seorang ikhwan
mengirim email ke saya melalui Japri dan mengatakan kepada saya bahwa
pengkatagorian Wahabi sebagai kelompok Khawarij itu kurang lengkap, karena
Wahabi tidak anti Bani Umaiyah bahkan terhadap Yazid bin Muawiyah pun
membelanya. Dia memberi difinisi kepada saya bahwa Wahabi adalah gabungan
sekte-sekte yang telah menyesatkan ummat Islam, terdiri dari gabungan Khawarij,
Bani Umaiyah, Murji’ah, Mujassimah, Musyabbihah dan Hasyawiyah. Teman itu
melanjutkan jika anda bertanya kepada kaum Wahabi mana yang lebih kamu cintai
kekhalifahan Bani Umaiyah atau Abbasiyah, mereka pasti akan mengatakan lebih
mencintai Bani Umaiyah dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat yang pada
intinya meskipun Bani Abbas tidak suka juga pada kaum alawi tapi masih ada
ikatan yang lebih dekat dibanding Bani Umaiyah, dan Bani Umaiyah lebih dahsyat
kebenciannya kepada kaum alawi, itulah alasannya.
Wahai saudaraku yang budiman, waspadalah terhadap gerakan
Wahabiyah ini mereka akan melenyapkan semua mazhab baik Sunni (Ahlussunnah Wal
Jama’ah) maupun Syi’ah, mereka akan senantiasa mengadu domba kedua mazhab
besar. Sekali lagi waspadalah dan waspadalah gerakan ini benar-benar berbahaya
dan jika kalian lengah, kalian akan terjengkang dan terkejut kelak. Gerakan ini
dimotori oleh juru dakwa – juru dakwa yang radikal dan ekstrim, yang menebarkan
kebencian dan permusuhan dimana-mana yang didukung oleh keuangan yang cukup
besar (petro-dollar).
Kesukaan mereka menuduh golongan Islam yang tak sejalan
dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahlil bid’ah, itulah ucapan yang
didengung-dengungkan disetiap mimbar dan setiap kesempatan, mereka tak pernah
mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri.
Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian
mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng Islam kan penduduk
negeri ini. Diantaranya timbulnya fitnah perang padri yang penuh kekejian dan
kebiadaban persis seperti ketika Ibnu Sa’ud dan Ibnu Abdul Wahab beserta
kaumnya menyerang haramain.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih tercampur
kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu jasanya telah meng Islam kan
90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng Islam kan yang 10 %
sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkapan orang kafir saja tak bakal
mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Jika bukan karena Rahmat Allah yang
mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwa ke negeri kita ini tentu
orang-orang yang asal bunyi dan menjadi corong bicara kaum wahabi itu masih berada
dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir lainnya (Naudzu
Billah min Dzalik).
Klaim Wahabi bahwa mereka penganut As-Salaf,
As-Salafushsholeh dan Ahlussunnah wal Jama’ah serta sangat setia pada
keteladanan sahabat dan tabi’in adalah omong kosong dan suatu bentuk
penyerobotan HAK PATEN SUATU MAZHAB.
Mereka bertanggung jawab terhadap
hancurnya peninggalan-pininggalan Islam sejak masa Rasul suci Muhammad s a w,
masa para sahabatnya r a dan masa-masa setelah itu. Meraka menghancurkan semua
nilai-nilai peninggalan luhur Islam dan mendatangkan arkeolog-arkeolog
(ahli-ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk
menggali peninggalan-peninggalan pra Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun
sebelumnya dengan dalih obyek wisata dsb.
Mereka dengan bangga setelah itu
menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa,
maka jelaslah penghancuran nilai-nilai luhur peninggalan Islam tidak dapat
diragukan lagi merupakan pelenyapan bukti sejarah hingga timbul suatu keraguan
dikemudian hari.Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-ngaku
sebagai faham yang hanya berpegang pada Al Qur’an dan As-Sunnah serta
keteladanan Salafushsholeh apalagi mengaku sebagai GOLONGAN YANG SELAMAT DSB,
itu semua omong kosong dan kedok untuk menjual barang dagangan berupa akidah
palsu yang disembunyikan.
Sejarah hitam mereka dengan membantai ribuan kaum
muslimin di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang
sekarang di namakan Saudi, suatu nama bid’ah karena nama negeri Rasulullah s a
w diganti dengan nama satu keluarga kerajaan yaitu As-Sa’ud). Yang terbantai
itu terdiri dari para ulama-ulama yang sholeh dan alim, anak-anak yang masih
balita bahkan dibantai dihadapan ibunya.
Syeikh Wahabi, Agen Zionis Berjubah
(terjemahan)
Posted by administrator www pada Maret 23, 2009
Assalamu’alaikum wr wb
Karena banyaknya permintaan untuk terjemahan tulisan di
bawah judul Syeikh Wahabi, Agen Zionis Berjubah maka Alhamdulillah saya punya
kesempatan untuk menterjemahkannya dari bhs Inggris ke bhs Indonesia dan
hasilnya (dengan segala keterbatasan saya) hari ini dapat saya upload. Mudah2an
bisa membantu. Terimakasih.
wassalam
Administrator
Catatan Atas Fatwa Sesat al-Albani Tentang Palestina
Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani, yang dianggap oleh
mayoritas Salafi sebagai ulama terbesar mereka, telah mengeluarkan sebuah fatwa
beberapa tahun yang lalu yakni bahwa semua kaum muslim di Palestina, Libanon
Selatan, dan Dataran Tinggi Golan harus meninggalkan tanah/negeri mereka secara
massal dan pergi ketempat lain. Alasan dia (dan dia tetap memegangnya) bahwa
setiap Negeri Muslim yang diduduki/dijajah oleh orang Non-Muslim maka menjadi
Negeri Non-Muslim. Oleh karenanya setiap Muslim dilarang tinggal/menetap
disitu.
Ketika beberapa orang menanyakan kepadanya, dengan
terheran-heran, bahwa tidak akan ada satu negarapun didunia yang mau menampung
orang-orang/bangsa Palestina, bahkan Saudi Arabia pun, dia mengatakan: “Mereka
mungkin bisa mencoba pergi ke Sudan, disana mereka mungkin akan ditampung.”
Sebagai catatan, al-Albani ini adalah orang yang mengklaim
dirinya sendiri sebagai ulama. Banyak yang menantangnya untuk menunjukkan walau
satu saja ijazah yang diberikan kepadanya oleh sebarang gurunya (kalaupun dia
punya). Dia tidak pernah bisa menunjukkan/membuktikannya sampai sekarang. Yang
kelihatan pada al-Albani justru fatwa-fatwanya samasekali tidak berdasar ilmu
hadis, sementara para pengikutnya tetap menganggapnya sebagai “Muhaddis Masa
Kini”. Dia banyak mengeluarkan fatwa dalam hampir semua ilmu-ilmu Islam.
Al-Albani juga mengeluarkan komentar atas buku aqidah “Al-Aqidah at-Tahawiyya”.
Berikut ini adalah terjemahan dari salah satu
tanggapan/sanggahan Syeikh Buti terhadap al-Albani. Syeikh Buti adalah salah
seorang ulama terkemuka Syria: [Diambil dari buku “Strife in Islam” (Al-Jihad
fil Islam: Kayfa Nafhamuhu wa Kayfa Numarisuhu), by Dr. Muhammad Sa’id Ramadan
al-Buti, 2nd edition, Dar Al-Fikr, Damascus, Syria, 1997.]
“Syeikh” Nasiruddin al-Albani telah mengejutkan masyarakat,
dalam beberapa bulan terakhir ini, dengan fatwa sesatnya yang sangat jauh dari
ajaran-ajaran Syariat Islam dan sangat berlawanan/kontradiksi dengan
pokok-pokok dan hukum-hukum agama (Islam – penj).
Dia menyatakan secara terbuka dan dihadapan semua saksi,
bahwa semua Muslim dan bangsa Palestina yang masih berada di tanah/negeri yang
diduduki/dijajah wajib meninggalkan seluruh negeri itu dan menyerahkannya
kepada kaum Yahudi, yang telah mengubahnya, setelah mereka menjajahnya, menjadi
sebuah Negeri Kafir.
Kalaulah tidak dimuat dimedia massa dan tidak ada kaset
rekaman suara al-Albani yang mengatakan sendiri hal ini, maka sulit buat saya
untuk mempercayainya.
Ini karena seorang santri yang paling awampun mengetahui apa
yang terdapat pada semua sumber Syariat Islam, bahwa sebuah Negeri Islam akan
tetap, secara sah, menjadi Negeri Islam sampai Hari Kebangkitan, tak peduli
apapun yang diperbuat oleh orang-orang kafir ataupun musuh terhadap Negeri
Islam tersebut. Dan adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk memenuhi
tanggungjawabnya dengan membersihkan/mengusir para agresor dari negeri
tersebut. Dan menurut Abu Hanifah yang mengemukakan kemungkinan berubahnya
Negeri Islam menjadi Negeri Kafir syaratnya adalah bahwa tanda-tanda Islam
telah disingkirkan/dihilangkan darinya dan diganti dengan aturan-aturan kafir,
bahwa tidak ada seorang muslim atau kafir dzimmi pun yang masih tinggal disitu
merasa aman dengan hukum Islam yang murni/asli, dan bahwa negeri itu diberi batas sebagai Negeri
Kafir ataupun Negeri Perang. Dan kita tahu bahwa tidak satupun syarat tersebut
ada pada negeri yang sedang dijajah (Palestina – penj), sebab tanda-tanda Islam
secara terbuka masih tetap eksis disana, kaum muslimin masih tetap bisa
menikmati hukum-hukum Islam, dan tidak ada batas tersendiri sebagai Negeri
Kafir ataupun Negeri Perang dalam Wilayah/Negeri Jajahan tersebut, saat ini.
Tetapi syeikh (al-Albani), yang menganggap dirinya sebagai
“Muhaddis Masa Kini”, telah melanggar ijma’ sah ini, yang mana dia tidak punya
pengetahuan tentangnya. Lalu dia mengumumkan/memfatwakan tanpa kesepakatan
ummat bahwa Palestina telah berubah, yang tentu saja menguntungkan Israel,
menjadi Negeri Kafir dan Negeri Perang. Oleh karena itu, sudah menjadi
kewajiban semua muslim yang adalah pemilik dan penduduknya untuk
mengecam/menentangnya.
Misteri apa yang ada dibalik diamnya si syeikh ini selama
bertahun-tahun sebelumnya sampai cahaya keimanan Intifadha muncul dijantung
Tanah Jajahan, dan gerakan perlawanan Hamas didirikan yang menimbulkan fenomena
teror dihati dan jiwa para penjajah, lalu tiba-tiba si syeikh ingat akan hal
ini dan kemudian menyadarinya bahwa inilah saat/waktunya baginya untuk
memfatwakannya secara eksplisit disemua media massa. Dan baginya telah tibanya
waktunya, yang karenanya dia mulai beraksi itu, adalah dengan munculnya gerakan
Intifadha yang bersama para pemilik sah (rakyat – penj) Tanah Jajahan telah
meraih segala kesuksesan yang tidak diharapkannya, karena dengan demikian dia
dapat membantu Israel keluar dari segala kesulitan yang membelenggu mereka dan
telah banyak menguras sumberdaya mereka (Israel – penj).
Inikah sesungguhnya waktunya bagi syeikh
gadungan/pengkhianat ini untuk memberitahukan kepada kita rahasia dibalik
disimpannya fatwa tersebut didadanya selama ini sampai kemudian dia munculkan
sekarang?!. Dan, tentang diamnya dia selama ini atas dosa kaum muslimin karena
masih tetap tinggal di Negeri Kafir hingga hari ini?!
Dan sungguh kita bersyukur kepada Allah bahwa fatwa dia
(al-Albani – penj) yang batil tersebut telah gagal yang mana hal ini
ditunjukkan dimana rakyat Suriah, Aljazair, Mesir dan Libia hari-hari ini justru meningkatkan jihad
dinegeri mereka masing-masing untuk membebaskan mereka dari belenggu
kolonialisasi dan agresi para tiran.
Ataukah, kaum muslimin dinegeri-negeri tersebut di atas
wajib meninggalkan negeri mereka, sebuah keuntungan bagi musuh mereka, karena
negeri mereka sekarang dikategorikan sebagai Negeri Kafir?! (bila hal ini
terjadi) Maka hari ini kita akan melihat bahwa para tiran dan penjajah itu
memang punya hak yang legal (untuk terus menjajah – penj). Dan siapa yang tahu
bahwa memang inilah yang lebih disukai/diinginkan oleh syeikh
gadungan/pengkhianat ini?!
[Yang tersebut di atas adalah apa yang ditulis oleh Dr. Buti
pada Edisi Pertama dan diulangi pada Edisi Kedua dalam buku beliau. Berikut ini
apa yang beliau tambahkan pada Edisi Kedua]
Dan sekarang saya katakan, tambahan beberapa kalimat pada
Edisi Kedua ini setelah kami menunggu si syeikh bakal menarik fatwa sesatnya
tersebut, karena kembali kepada kebenaran itu adalah suatu kemuliaan/keutamaan.
Tetapi dia tidak pernah melakukannya walaupun seluruh dunia muslim menentangnya
gara-gara fatwanya itu.
Juga, ada segelintir pembaca yang menilai bahwa penyebutan
Gadungan/Pengkhianat (suspected) terhadap syeikh sebagai kurang tepat. Tetapi
sebutan itu diberikan kepada seseorang yang mengeluarkan suatu fatwa dengan
berkolaborasi dengan pihak asing. Jadi, penyebutan itu tidak ekstrim tetapi
sudah sesuai dengan realitas/kenyataan.
Catatan: Menjadi jelas bagi kaum Muslim diseluruh penjuru
dunia bahwa Nasiruddin al-Albani jelas-jelas adalah seorang agen CIA dan bagian
dari Tatanan Dunia Baru Zionis.
Tasybih & Tajsim: Tauhidnya,
Kejumudan: Syariatnya, Kekerasan & Kelicikan: Akhlaknya
Posted by administrator www pada Oktober 31, 2007
Oleh: Muchtar Luthfi
[Dengan judul telah diubah suai. Kitab2 hadits referensi
dari tulisan “Peringatan Nabi saw Tentang Munculnya Wahabi” dapat juga ditemui
pada rujukan tulisan ini. Terimakasih – Administrator]
AKHIR-AKHIR INI, di Tanah Air kita muncul banyak sekali
kelompok-kelompok pengajian dan studi keislaman yang mengidentitaskan diri
mereka sebagai pengikut dan penyebar ajaran para Salaf Saleh.
Mereka sering
mengatasnamakan diri mereka sebagai kelompok Salafi. Dengan didukung dana yang
teramat besar dari negara donor, yang tidak lain adalah negara asal kelompok
ini muncul, mereka menyebarkan akidah-akidah yang bertentangan dengan ajaran
murni keislaman baik yang berlandaskan al-Quran, hadis, sirah dan konsensus
para salaf maupun khalaf.
Dengan
menggunakan ayat-ayat dan hadist yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir,
zindiq dan munafiq, mereka ubah tujuan teks-teks tersebut untuk menghantam para
kaum muslimin yang tidak sepaham dengan akidah mereka. Mereka beranggapan,
bahwa hanya akidah mereka saja yang mengajarkan ajaran murni monoteisme dalam
tubuh Islam, sementara ajaran selainnya, masih bercampur syirik, bid’ah,
khurafat dan takhayul yang harus dijauhi, karena sesat dan menyesatkan.
Untuk
itu, dalam makalah ringkas ini akan disinggung selintas tentang apa dan siapa mereka.
Sehingga dengan begitu akan tersingkap kedok mereka selama ini, yang mengaku
sebagai bagian dari Ahlusunnah dan penghidup ajaran Salaf Saleh.
DEFINISI SALAFI Jika dilihat dari sisi
bahasa, Salaf berarti yang telah lalu.[2] Sedang dari sisi istilah, salaf
diterapkan untuk para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’ tabi’in yang hidup di
abad-abad permulaan kemunculan Islam.[3]
Jadi, salafi adalah kelompok yang
‘mengaku’ sebagai pengikut pemuka agama yang hidup dimasa lalu dari kalangan
para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Baik yang berkaitan dengan akidah,
syariat dan prilaku keagamaan.[4] Bahkan sebagian menambahkan bahwa Salaf
mencakup para Imam Mazhab, sehingga salafi adalah tergolong pengikut mereka
dari sisi semua keyakinan keagamaannya.[5]
Muhammad Abu Zuhrah menyatakan bahwa
Salafi adalah kelompok yang muncul pada abad ke-empat hijriyah, yang mengikuti
Imam Ahmad bin Hambal. Kemudian pada abad ketujuh hijriyah dihidupkan kembali
oleh Ibnu Taimiyah.[6] Pada hakekatnya, kelompok yang mengaku sebagai salafi
yang dapat kita temui di Tanah Air sekarang ini, mereka adalah golongan Wahabi
yang telah diekspor oleh pamuka-pemukanya dari dataran Saudi Arabia.
Dikarenakan istilah Wahabi begitu berkesan negatif, maka mereka mengatasnamakan
diri mereka dengan istilah Salafi, terkhusus sewaktu ajaran tersebut diekspor
keluar Saudi.
Kesan negatif dari sebutan Wahabi buat kelompok itu bisa
ditinjau dari beberapa hal, salah satunya adalah dikarenakan sejarah
kemunculannya banyak dipenuhi dengan pertumpahan darah kaum muslimin, terkhusus
pasca kemenangan keluarga Saud -yang membonceng seorang rohaniawan menyimpang
bernama Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi- atas semua kabilah di jazirah Arab
atas dukungan kolonialisme Inggris.
Akhirnya keluarga Saud mampu berkuasa dan
menamakan negaranya dengan nama keluarga tersebut. Inggris pun akhirnya dapat
menghilangkan dahaga negaranya dengan menyedot sebagian kekayaan negara itu,
terkhusus minyak bumi.
Sedang pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab, resmi menjadi
akidah negara tadi yang tidak bisa diganggu gugat. Selain menindak tegas
penentang akidah tersebut, Muhammad bin Abdul Wahab juga terus melancarkan aksi
ekspansinya ke segenap wilayah-wilayah lain diluar wilayah Saudi.[7]
Sayyid Hasan bin Ali as-Saqqaf, salah satu ulama Ahlusunnah
yang sangat getol mempertahankan serangan dan ekspansi kelompok wahabisme ke
negara-negara muslim, dalam salah satu karyanya yang berjudul “as-Salafiyah
al-Wahabiyah” menyatakan: “Tidak ada perbedaan antara salafiyah dan wahabiyah.
Kedua istilah itu ibarat dua sisi pada sekeping mata uang. Mereka (kaum salafi
dan wahabi) satu dari sisi keyakinan dan pemikiran.
Sewaktu di Jazirah Arab
mereka lebih dikenal dengan al-Wahhabiyah al-Hambaliyah. Namun, sewaktu
diekspor keluar (Saudi), mereka mengatasnamakan dirinya sebagai Salafy”.
Sayyid
as-Saqqaf menambahkan: “Maka kelompok salafi adalah kelompok yang mengikuti
Ibnu Taimiyah dan mengikuti ulama mazhab Hambali. Mereka semua telah menjadikan
Ibnu Taimiyah sebagai imam, tempat rujukan (marja’), dan ketua. Ia (Ibnu
Taimiyah) tergolong ulama mazhab Hambali.
Sewaktu mazhab ini berada di luar
Jazirah Arab, maka tidak disebut dengan Wahabi, karena sebutan itu terkesan
celaan”. Dalam menyinggung masalah para pemuka kelompok itu, kembali Sayyid
as-Saqqaf mengatakan: “Pada hakekatnya, Wahabiyah terlahir dari Salafiyah.
Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang yang menyeru untuk mengikuti ajaran
Ibnu Taimiyah dan para pendahulunya dari mazhab Hambali, yang mereka kemudian
mengaku sebagai kelompok Salafiyah”.
Dalam menjelaskan secara global tentang ajaran dan keyakinan
mereka, as-Saqqaf mengatakan: “Al-Wahabiyah atau as-Salafiyah adalah pengikut
mazhab Hambali, walaupun dari beberapa hal pendapat mereka tidak sesuai lagi
(dan bahkan bertentangan) dengan pendapat mazhab Hambali sendiri.
Mereka sesuai
(dengan mazhab Hambali) dari sisi keyakinan tentang at-Tasybih (Menyamakan
Allah dengan makhluk-Nya), at-Tajsim (Allah berbentuk mirip manusia), dan
an-Nashb yaitu membenci keluarga Rasul saw (Ahlul-Bait) dan tiada menghormati
mereka”.[8]
Jadi, menurut as-Saqqaf, kelompok yang mengaku Salafi adalah
kelompok Wahabi yang memiliki sifat Nashibi (pembenci keluarga Nabi saw),
mengikuti pelopornya, Ibnu Taimiyah.
PELOPOR PEMIKIRAN “KEMBALI KE METODE AJARAN SALAF”
Ahmad bin Hambal adalah sosok pemuka hadis yang memiliki
karya terkenal, yaitu kitab “Musnad”. Selain sebagai pendiri mazhab Hambali, ia
juga sebagai pribadi yang menggalakkan ajaran kembali kepada pemikiran Salaf
Saleh.
Secara umum, metode yang dipakai oleh Ahmad bin Hambal dalam pemikiran
akidah dan hukum fikih, adalah menggunakan metode tekstual. Oleh karenanya, ia
sangat keras sekali dalam menentang keikutsertaan dan penggunaan akal dalam
memahami ajaran agama. Ia beranggapan, kemunculan pemikiran logika, filsafat, ilmu
kalam (teologi) dan ajaran-ajaran lain –yang dianggap ajaran diluar Islam yang
kemudian diadopsi oleh sebagian muslim- akan membahayakan nasib teks-teks
agama.
Dari situ akhirnya ia menyerukan
untuk berpegang teguh terhadap teks, dan mengingkari secara total penggunaan
akal dalam memahami agama, termasuk proses takwil rasional terhadap teks. Ia
beranggapan, bahwa metode itulah yang dipakai Salaf Saleh dalam memahami agama,
dan metode tersebut tidak bisa diganggu gugat kebenaran dan legalitasnya.
Syahrastani yang bermazhab ‘Asyariyah dalam kitab “al-Milal
wa an-Nihal” sewaktu menukil ungkapan Ahmad bin Hambal yang menyatakan: “Kita
telah meriwayatkan (hadis) sebagaimana adanya, dan hal (sebagaimana adanya) itu
pula yang kita yakini”.[9]
Konsekwensi dari ungkapan Ahmad bin Hambal di atas
itulah, akhirnya ia beserta banyak pengikutnya –termasuk Ibnu Taimiyah-
terjerumus kedalam jurang kejumudan dan kaku dalam memahami teks agama.
Salah
satu dampak konkrit dari metode di atas tadi adalah, keyakinan akan tajsim
(anthropomorphisme) dan tasybih dalam konsep ketuhanan, lebih lagi kelompok
Salafi kontemporer, pendukung ajaran Ibnu Taimiyah al-Harrani yang kemudian
tampuk kepemimpinannya dilanjutkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi.
Suatu saat, datang seseorang kepada Ahmad bin Hambal.
Lantas, ia bertanya tentang beberapa hadis. Hingga akhirnya, pertanyaan sampai
pada hadis-hadis semisal: “Tuhan pada setiap malam turun ke langit Dunia”,
“Tuhan bisa dilihat”, “Tuhan meletakkan kaki-Nya kedalam Neraka” dan hadis-hadis
semisalnya.
Lantas ia (Ahmad bin Hambal) menjawab: “Kita meyakini semua
hadis-hadis tersebut. Kita membenarkan semua hadis tadi, tanpa perlu terhadap
proses pentakwilan”.[10] Jelas metode semacam ini tidak sesuai dengan ajaran
al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri. Jika diperhatikan lebih dalam lagi, betapa
al-Quran dalam ayat-ayatnya sangat menekankan penggunaan akal dan pikiran dalam
bertindak.[11]
Begitu juga hadis-hadis Nabi saw. Selain itu, pengingkaran
secara mutlak campur tangan akal dan pikiran manusia dalam memahami ajaran
agama akan mengakibatkan kesesatan dan bertentangan dengan ajaran al-Quran dan
as-Sunnah itu sendiri.
Dapat kita contohkan secara singkat penyimpangan yang
terjadi akibat penerapan konsep tadi. Jika terdapat ayat semisal “Tuhan Yang
Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy”,[12] atau seperti hadist yang
menyatakan “Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada setiap malam”[13],
lantas, disisi lain kita tidak boleh menggunakan akal dalam memahaminya, bahkan
cukup menerima teks sebagaimana adanya, maka kita akan terbentur dengan ayat
lain dalam al-Quran seperti ayat “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia”.[14] Apakah ayat dari surat Thoha tadi berartikan bahwa Allah bertengger
di atas singgasana Arsy sebagaimana Ibnu Taimiyah duduk di atas mimbar, atau
turun ke langit dunia sebagaimana Ibnu Taimiyah turun dari atas mimbarnya, yang
itu semua berarti bertentangan dengan ayat dari surat as-Syuura di atas.
Jadi
akan terjadi kontradiksi dalam memahami hakekat ajaran agama Islam. Mungkinkah
Islam sebagai agama paripurna akan terdapat kontradiksi? Semua kaum muslimin
pasti akan menjawabnya dengan negatif, apalagi berkaitan dengan al-Quran
sebagai sumber utama ajaran Islam.
Melihat kelemahan metode dasar yang
ditawarkan oleh Ahmad bin Hambal semacam ini, meniscayakan adanya pengeroposan
ajaran-ajaran yang bertumpu pada metode tadi.
Dalam masalah ini, kembali
as-Sahrastani mengatakan: “Berbagai individu dari Salaf telah menetapkan sifat
azali Tuhan, semisal; sifat Ilmu, Kemampuan (Qudrat)…dan mereka tidak
membedakan antara sifat Dzati dan Fi’li. Sebagaimana mereka juga telah
menetapkan sifat khabariyah buat Tuhan, seperti; dua tangan dan wajah Tuhan.
Mereka tidak bersedia mentakwilnya, dan mengatakan: itu semua adalah sifat-sifat
yang terdapat dalam teks-teks agama. Semua itu kita sebut sebagai sifat
khabariyah”.
Dalam kelanjutan dari penjelasan mengenai kelompok Salafi
tadi, kembali as-Sahrastani mengatakan: “Para kelompok Salafi kontemporer
meyakini lebih dari para kelompok Salaf itu sendiri. Mereka menyatakan,
sifat-sifat khabari bukan hanya tidak boleh ditakwil, namun harus dimaknai
secara zahir. Oleh karenanya, dari sisi ini, mereka telah terjerumus kedalam
murni keyakinan tasybih. Tentu, permasalahan semacam ini bertentangan dengan
apa yang diyakini oleh para salaf itu sendiri”.[15]
Jadi sesuai dengan ungkapan Syahrastani, bahwa mayoritas
para pengikut kelompok Salafi kontemporer telah menyimpang dari keyakinan para
Salaf itu sendiri. Itu jika kita telaah secara global tentang konsep memahami
teks.
Akibatnya, mereka akan terjerumus kepada kesalahan fatal dalam mengenal
Tuhan, juga dalam permasalahan-permasalahan lainnya. Padahal, masih banyak lagi
permasalahan-permasalahan lain yang jelas-jelas para Salaf meyakininya, sedang
pengaku pengikut salaf kontemporer (salafi) justru mengharamkan dengan alasan
syirik, bidah, ataupun khurafat.
Perlu ada tulisan tersendiri tentang hal-hal
tadi, dengan disertai kritisi pendapat dan argumentasi para pendukung kelompok
Wahabisme.[16] Itulah yang menjadi alasan bahwa para pengikut Salafi
(kontemporer) itu sudah banyak menyimpang dari ajaran para Salaf itu sendiri,
termasuk sebagian ajaran imam Ahmad bin Hambal sendiri.[17]
FAKTOR MUNCULNYA KELOMPOK SALAFI
Dalam melihat faktor kemunculan pemikiran untuk kembali
kepada pendapat Salaf menurut Imam Ahmad bin Hambal dapat diperhatikan dari
kekacauan zaman saat itu. Sejarah membuktikan, saat itu, dari satu sisi,
kemunculan pemikiran liberalisme yang diboyong oleh pengikut Muktazilah yang
meyakini keturutsertaan dan kebebasan akal secara ekstrim dan radikal dalam
proses memahami agama.
Sedang disisi lain, munculnya pemikiran filsafat yang
banyak diadopsi dari budaya luar agama, menyebabkan munculnya rasa putus asa
dari beberapa kelompok ulama Islam, termasuk Ahmad bin Hambal. Untuk lari dari
pemikiran-pemikiran semacam itu, lantas Ahmad bin Hambal memutuskan untuk
kembali kepada metode para Salaf dalam memahami agama, yaitu dengan cara
tekstual.
Syeikh Abdul Aziz ‘Izzuddin as-Sirwani dalam menjelaskan
faktor kemunculan pemikiran kembali kepada metode Salaf, mengatakan:
“Dikatakan
bahwa penyebab utama untuk memegang erat metode itu –yang sangat nampak pada
pribadi Ahmad bin Hambal- adalah dikarenakan pada zamannya banyak sekali
dijumpai fitnah-fitnah, pertikaian dan perdebatan teologis.
Dari sisi lain,
berbagai pemikiran aneh, keyakinan-keyakinan yang bermacam-macam dan beraneka
ragam budaya mulai bermunculan. Bagaimana mungkin semua itu bisa muncul di
khasanah kelimuan Islam.
Oleh karenanya, untuk menyelamatkan
keyakinan-keyakinan Islam, maka ia menggunakan metode kembali kepemikiran
Salaf”.[18] Hal semacam itu pula yang dinyatakan oleh as-Syahrastani dalam
kitab al-Milal wa an-Nihal.
Fenomena semacam ini juga bisa kita perhatikan dalam sejarah
hidup Abu Hasan al-Asy’ari pendiri mazhab al-Asyariyah. Setelah ia mengumumkan
diri keluar dari ajaran Muktazilah yang selama ini ia dapati dari ayah
angkatnya, Abu Ali al-Juba’i seorang tokoh Muktazilah dizamannya.
Al-Asy’ari
dalam karyanya yang berjudul “al-Ibanah” dengan sangat jelas menggunakan metode
mirip yang digunakan oleh Ahmad bin Hambal. Namun karena ia melihat bahwa
metode semacam itu terlampau lemah, maka ia agak sedikit berganti haluan dengan
mengakui otoritas akal dalam memahami ajaran agama, walau dengan batasan yang
sangat sempit.
Oleh karenanya, dalam karya lain yang diberi judul “al-Luma’ ”
nampak sekali betapa ia masih mengakui campur tangan dan keturutsertaan akal
dalam memahami ajaran agama, berbeda dengan metode Ahmad bin Hambal yang
menolak total keikutsertaan akal dalam masalah itu.
Dikarenakan al-Asy’ari
hidup di pusat kebudayaan Islam kala itu, yaitu kota Baghdad, maka sebutan
Ahlusunnah pun akhirnya didentikkan dengan mazhabnya. Sedang mazhab Thohawiyah
dan Maturidiyah yang kemunculannya hampir bersamaan dengan mazhab Asyariyah dan
memiliki kemiripan dengannya, menjadi kalah pamor dimata mayoritas kaum
muslimin, apalagi ajaran Ahmad bin Hambal sudah tidak lagi dilirik oleh
kebanyakan kaum muslimin.
Lebih-lebih pada masa kejayaan Ahlusunnah, kemunculan
kelompok Salafi kontemporer yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah yang sebagai
sempalan dari mazhab imam Ahmad bin Hambal, pun tidak luput dari
ketidaksimpatian kelompok mayoritas Ahlusunnah.
Ditambah lagi dengan
penyimpangan terhadap akidah Salaf yang dilakukan Salafi kontemporer (pengikut
Ibnu Taimiyah) -yang dikomandoi oleh Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi- serta
tindakan arogansi yang dilancarkan para pengikut Salafi tersebut terhadap
kalompok lain yang dianggap tidak sependapat dengan pemikiran mereka.
KECURANGAN KELOMPOK SALAFI
Setiap golongan bukan hanya berusaha untuk selalu
mempertahankan kelangsungan golongannya, namun mereka juga berusaha untuk
menyebarkan ajarannya. Itu merupakan suatu hal yang wajar. Akan tetapi, tingkat
kewajarannya bukan hanya bisa dinilai dari sisi itu saja, namun juga harus
dilihat dari cara dan sarana yang dipakai untuk mempertahankan kelangsungan dan
penyebaran ajaran golongan itu.
Dari sisi ini, kelompok Salafi banyak melakukan
kecurangan-kecurangan yang belum banyak diketahui oleh kelompok muslim lainnya.
Selain kelompok Ahlusunnah biasa, kelompok Ahli Tasawwuf dari kalangan
Ahlusunnah dan kelompok Syiah (di luar Ahlusunnah) merupakan kelompok-kelompok
di luar Wahabi (Salafi) yang sangat gencar diserang oleh kelompok Salafi.
Kelompok Salafi tidak segan-segan melakukan hal-hal yang tidak ‘gentle’ dalam
menghadapi kelompok-kelompok selain Salafi, terkhusus Syiah. Menuduh kelompok
lain dari saudara-saudaranya sesama muslim sebagai ahli bid’ah, ahli khurafat,
musyrik adalah kebiasaan buruk kaum Salafi, walaupun kelompok tadi tergolong
Ahlusunnah.
Disisi lain, mereka sendiri terus berusaha untuk disebut dan masuk
kategori kelompok Ahlusunnah. Berangkat dari sini, kaum Salafi selalu
mempropagandakan bahwa Syiah adalah satu kelompok yang keluar dari Islam, dan
sangat berbeda dengan pengikut Ahlusunnah.
Mereka benci dengan usaha-usaha
pendekatan dan persatuan Sunni-Syiah, apalagi melalui forum dialog ilmiah.
Mereka berpikir bahwa dengan mengkafirkan kelompok Syiah, maka mereka akan
dengan mudah duduk bersama dengan kelompok Ahlusunnah.
Padahal realitanya
tidaklah semacam itu. Karena mereka selalu menuduh kelompok Ahlusunnah sebagai
pelaku Bid’ah, Khurafat, Takhayul dan Syirik.
Mereka berpikir, sewaktu seorang
pengikut Ahlusunnah melakukan ziarah kubur, tahlil, membaca shalawat dan pujian
terhadap Nabi, istighotsah, bertawassul dan mengambil berkah (tabarruk) berarti
ia telah masuk kategori pelaku syirik atau ahli bid’ah yang telah jelas
konsekwensi hukumnya dalam ajaran Islam.
Singkat kata, kebencian itu bukan hanya dilancarkan kepada
Ahlusunnah, namun terlebih pada kelompok Syiah. Kebencian kaum Salafi terhadap
Syiah, bahkan dilakukan dengan cara-cara tidak ilmiah bahkan cenderung arogan
dan premanisme, sebagaimana yang dilakukannya di beberapa tempat.
Mereka tahu
bahwa kelompok Syiah sangat produktif dalam penerbitan buku-buku, terkhusus
buku-buku agama. Karya-karya ulama Syiah mampu mengikuti perkembangan zaman dan
dapat memberi masukan dalam menyelesaikan problem intelektual yang sedang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Ulama Syiah mampu mengikuti wacana yang sedang
berkembang, plus cara penyampaiannya pun dilakukan dengan cara ilmiah. Hal
itulah yang menyebabkan kecemburuan kelompok Salafi terhadap Syiah kian
menjadi.
Akhirnya, sebagai contoh perbuatan licik yang mereka lakukan, sewaktu
diadakan pameran Internasional Book-Fair di Mesir, dimana kelompok Syiah pun
turut memeriahkan dengan membuka beberapa stand di pameran tersebut, melihat
hal itu, kelompok Salafi (Wahabi) memborong semua kitab-kitab Syiah di
stand-stand yang ada, yang kemudian membakar semua kitab yang
dibelinya.[19]
Jika mereka berani
bersaing dengan kelompok Syiah dari sisi keilmiahan, kenapa mereka melakukan
hal itu? Perlakuan mereka semacam itu sebagai salah satu bukti kuat, bahwa
mereka tidak terlalu memiliki basis ilmiah yang cukup mumpuni sehingga untuk
menghadapi Syiah, mereka tidak memiliki jalan lain kecuali harus menggunakan
cara-cara emosional yang terkadang cenderung arogan itu.
Cara itu juga yang
mereka lakukan terhadap para pengikut tasawuf dan tarekat yang banyak ditemui
dalam tubuh Ahlusunnah sendiri, khususnya di Indonesia.
Segala bentuk makar dan kebohongan untuk mengahadapi rival
akidahnya merupakan hal mubah dimata pengikut Salafi (Wahabi), karena kelompok
Salafi masih terus beranggapan bahwa selain kelompoknya masih dapat
dikategorikan pelaku syirik, bid’ah, khurafat dan takhayul.
Perlakuan mereka
terhadap kaum muslimin pada musim haji merupakan bukti yang tidak dapat
diingkari. Yang lebih parah dari itu, para pendukung kelompok Salafi –yang
didukung dana begitu besar- berani melakukan perubahan pada kitab-kitab standar
Ahlusunnah, demi untuk menguatkan ajaran mereka, yang dengan jelas tidak
memiliki akar sejarah dan argumentasi (tekstual dan rasional) yang kuat.
Dengan
melobi para pemilik percetakan buku-buku klasik agama yang menjadi standar
ajaran –termasuk kitab-kitab hadist dan tafsir- mereka berani mengeluarkan dana
yang sangat besar untuk merubah beberapa teks (hadist ataupun ungkapan para
ulama) yang dianggap merugikan kelompok mereka.
Kita ambil contoh apa yang
diungkapkan oleh Syeikh Muhammad Nuri ad-Dirtsawi, beliau mengatakan: “Merubah
dan menghapus hadis-hadis merupakan kebiasaan buruk kelompok Wahabi.
Sebagai
contoh, Nukman al-Alusi telah merubah tafsir yang ditulis oleh ayahnya, Syeikh
Mahmud al-Alusi yang berjudul Ruh al-Ma’ani. Semua pembahasan yang membahayakan
kelompok Wahabi telah dihapus. Jika tidak ada perubahan, niscaya tafsir beliau
menjadi contoh buat kitab-kitab tafsir lainnya.
Contoh lain, dalam kitab
al-Mughni karya Ibnu Qodamah al-Hambali, pembahasan tentang istighotsah telah
dihapus, karena hal itu mereka anggap sebagai bagian dari perbuatan Syirik.
Setelah melakukan perubahan tersebut, baru mereka mencetaknya kembali.
Kitab
Syarah Shohih Muslim pun (telah dirubah) dengan membuang hadis-hadis yang
berkaitan dengan sifat-sifat (Allah), kemudian baru mereka mencetaknya
kembali”.[20]
Namun sayang, banyak saudara-saudara dari Ahlusunnah lalai
dengan apa yang mereka lakukan selama ini. Perubahan-perubahan semacam itu,
terkhusus mereka lakukan pada hadis-hadis yang berkaitan dengan keutamaan
keluarga (Ahlul-Bait) Nabi. Padahal, salah satu sisi kesamaan antara
Sunni-Syiah adalah pemberian penghormatan khusus terhadap keluarga Nabi. Dari
sinilah akhirnya pribadi seperti sayyid Hasan bin Ali as-Saqqaf menyatakan
bahwa mereka tergolong kelompok Nashibi (pembenci keluarga Rasul).
Dalam kitab
tafsir Jami’ al-Bayan, sewaktu menafsirkan ayat 214 dari surat as-Syu’ara: “Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabat-mu yang terdekat”, disitu, Rasulullah
mengeluarkan pernyataan berupa satu hadis yang berkaitan dengan permulaan
dakwah.
Dalam hadis yang tercantum dalam kitab tafsir tersebut disebutkan,
Rasul bersabda: “Siapakah diantara kalian yang mau menjadi wazir dan membantuku
dalam perkara ini -risalah- maka akan menjadi saudaraku…(kadza…wa…kadza)…”.
Padahal, jika kita membuka apa yang tercantum dalam tarikh at-Thabari kata
“kadza wa kadza” (yang dalam penulisan buku berbahasa Indonesia, biasa
digunakan titik-titik) sebagai ganti dari sabda Rasul yang berbunyi; “Washi
(pengganti) dan Khalifah-ku”.
Begitu pula hadis-hadis semisal, “Aku adalah kota
ilmu, sedang Ali adalah pintunya” yang dulu tercantum dalam kitab Jaami’
al-Ushul karya Ibnu Atsir, kitab Tarikh al-Khulafa’ karya as-Suyuthi dan
as-Showa’iq al-Muhriqoh karya Ibnu Hajar yang beliau nukil dari Shohih
at-Turmudzi, kini telah mereka hapus.
Melakukan peringkasan kitab-kitab standard, juga sebagai
salah satu trik mereka untuk tujuan yang sama. Dan masih banyak usaha-usaha
licik lain yang mereka lancarkan, demi mempertahankan ajaran mereka, terkhusus
ajaran kebencian terhadap keluarga Nabi. Sementara sudah menjadi kesepakatan
kaum muslimin, bahwa mencintai keluarga Nabi adalah suatu kewajiban,
sebagaimana Syair yang pernah dibawakan oleh imam Syafi’i:
“Jika mencintai keluarga Muhammad adalah Rafidhi (Syiah),
maka saksikanlah wahai ats-Tsaqolaan (jin dan manusia) bahwa aku adalah
Rafidhi”.[21]
SALAFI (WAHABI) DAN KHAWARIJ
Tidak berlebihan kiranya jika sebagian orang beranggapan
bahwa kaum Wahabi (Salafi) memiliki banyak kemiripan dengan kelompok Khawarij.
Melihat, dari sejarah yang pernah ada, kelompok Khawarij adalah kelompok yang
sangat mirip sepak terjang dan pemikirannya dengan kelompok Wahabi. Oleh
karenanya, bisa dikatakan bahwa kelompok Wahabi adalah pengejawantahan kelompok
Khawarij di masa sekarang ini.
Disini, secara singkat bisa disebutkan beberapa sisi
kesamaan antara kelompok Wahabi dengan golongan Khawarij yang dicela melalui
lisan suci Rasulullah saw, dimana Rasul memberi julukan golongan sesat itu
(Khawarij) dengan sebutan “mariqiin”, yang berarti ‘lepas’ dari Islam
sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya.[22]
Paling tidak ada enam kesamaan antara dua golongan ini yang
bisa disebutkan:
Pertama, sebagaimana kelompok Khawarij dengan mudah menuduh
seorang muslim dengan sebutan kafir, kelompok Wahabi pun sangat mudah menuduh
seorang muslim sebagai pelaku syirik, bid’ah, khurafat dan takhayul.
Yang semua
itu adalah ‘kata halus’ dari pengkafiran, walaupun dalam beberapa hal memiliki
kesamaan dari konsekwensi hukumnya.
Abdullah bin Umar dalam mensifati kelompok
Khawarij mengatakan: “Mereka menggunakan ayat-ayat yang diturunkan bagi
orang-orang kafir, lantas mereka terapkan untuk menyerang orang-orang
beriman”.[23]
Ciri-ciri semacam itu juga akan dengan mudah kita dapati pada
pengikut kelompok Salafi (Wahabi) berkaitan dengan saudara-saudaranya sesama
muslim. Bisa dilihat, betapa mudahnya para rohaniawan Wahabi (muthowi’) menuduh
para jamaah haji sebagai pelaku syirik dan bid’ah dalam melakukan amalan yang
dianggap tidak sesuai dengan akidah mereka.
Kedua, sebagaimana kelompok Khawarij disifati sebagaimana
yang tercantum dalam hadis Nabi: “Mereka membunuh pemeluk Islam, sedang para
penyembah berhala mereka biarkan”,
[24] maka sejarah telah membuktikan bahwa
kelompok Wahabi pun telah melaksanakan prilaku keji semacam itu. Sebagaimana
yang pernah dilakukan pada awal penyebaran Wahabisme oleh pendirinya, Muhammad
bin Abdul Wahab. Pembantaian berbagai kabilah dari kaum muslimin mereka lakukan
dibeberapa tempat, terkhusus diwilayah Hijaz dan Iraq kala itu.
Ketiga, sebagaimana kelompok Khawarij memiliki banyak
keyakinan yang aneh dan keluar dari kesepakatan kaum muslimin, seperti
keyakinan bahwa pelaku dosa besar dihukumi kafir, kaum Wahabi pun memiliki
kekhususan yang sama.
Keempat, seperti kelompok Khawarij memiliki jiwa jumud
(kaku), mempersulit diri dan mempersempit ruang lingkup pemahaman ajaran agama,
maka kaum Wahabi pun mempunyai kendala yang sama.
Kelima, kelompok Khawarij telah keluar dari Islam
dikarenakan ajaran-ajaran yang menyimpang, maka Wahabi pun memiliki
penyimpangan yang sama.
Oleh karenanya, ada satu hadis tentang Khawarij yang
diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya, yang dapat pula diterapkan
pada kelompok Wahabi.
Rasul bersabda: “Beberapa orang akan muncul dari belahan
Bumi sebelah timur. Mereka membaca al-Quran, tetapi (bacaan tadi) tidak
melebihi batas temggorokan. Mereka telah keluar dari agama (Islam), sebagaimana
terkeluarnya (lepas) anak panah dari busurnya. Tanda-tanda mereka, suka
mencukur habis rambut kepala”.[25]
Al-Qistholani dalam mensyarahi hadis tadi
mengatakan: “Dari belahan bumi sebelah timur” yaitu dari arah timur kota
Madinah semisal daerah Najd.[26]
Sedang dalam satu hadis disebutkan, dalam
menjawab perihal kota an-Najd:
“Di sana terdapat berbagai goncangan, dan dari
sana pula muncul banyak fitnah”.[27]
Atau dalam ungkapan lain yang menyebutkan:
“Disana akan muncul qorn setan”.
Dalam kamus bahasa Arab, kata qorn berartikan
umat, pengikut ajaran seseorang, kaum atau kekuasaan.[28]
Sedang kita tahu,
kota Najd adalah tempat lahir dan tinggal Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi,
pendiri Wahabi. Kota itu sekaligus sebagai pusat Wahabisme, dan dari situlah
pemikiran Wahabisme disebarluaskan kesegala penjuru dunia. Banyak tanda zahir
dari kelompok tersebut. Selain mengenakan celana atau gamis hingga betis,
mencukur rambut kepala sedangkan jenggot dibiarkan bergelayutan tidak karuan
adalah salah satu syiar dan tanda pengikut kelompok ini.
Keenam, sebagaimana kelompok Khawarij meyakini bahwa “negara
muslim” (Daar al-Salam) jika penduduknya banyak melakukan dosa besar, maka
dapat dikategorikan “negara zona perang” (Daar al-Harb), kelompok radikal
Wahabi pun meyakini hal tersebut.
Sekarang ini dapat dilihat, bagaimana
kelompok-kelompok radikal Wahabi –seperti al-Qaedah- melakukan aksi teror
diberbagai tempat yang tidak jarang kaum muslimin juga sebagai korbannya.
Tulisan ringkas ini mencoba untuk mengetahui tentang apa dan
siapa kelompok Salafi (Wahabi). Semoga dengan pengenalan ringkas ini akan
menjadi kejelasan akan kelompok yang disebut-sebut sebagai Salafi ini, yang
mengaku penghidup kembali ajaran Salaf Saleh. Sehingga kita bisa lebih
berhati-hati dan mawas diri terhadap aliran sesat dan menyesatkan yang telah
menyimpang dari Islam Muhammadi tersebut.
[Penulis: Adalah mahasiswa pasca sarjana Perbandingan Agama
dan Mazhab di Universitas Imam Khomaini Qom, Republik Islam Iran.]
Rujukan:
[2] Lisan al-Arab Jil:6 Hal:330
[3] As-Salafiyah Marhalah Zamaniyah Hal:9, karya Dr. M Said
Ramadhan Buthi
[4] As-Shohwat al-Islamiyah Hal:25, karya al-Qordhowi
[5] Al-Aqoid as-Salafiyah Hal: 11, karya Ahmad bin Hajar
Aali Abu Thomi
[6] Al-Madzahib al-Islamiyah Hal:331, karya Muhammad Abu
Zuhrah
[7] Untuk lebih jelasnya, dapat ditelaah lebih lanjut kitab
tebal karya penulis Arab al-Ustadz Nasir as-Sa’id tentang sejarah kerajaan Arab
Saudi yang diberi judul “Tarikh aali Sa’ud”. Karya ini berulang kali dicetak.
Disitu dijelaskan secara detail sejarah kemunculan keluarga Saud di Jazirah
Arab hingga zaman kekuasaan raja Fahd. Dalam karya tersebut, as-Said menetapkan
bahwa keluarga Saud (pendiri) kerajaan Arab Saudi masih memiliki hubungan darah
dan emosional dengan Yahudi Arab.
[8] Selengkapnya silahkan lihat: As-Salafiyah al-Wahabiyah,
karya Hasan bin Ali as-Saqqaf, cet: Daar al-Imam an-Nawawi, Amman-Yordania
[9] Al-Milal wa an-Nihal Jil:1 Hal:165, karya as-Syahrastani
[10] Fi ‘Aqo’id al-Islam Hal:155, karya Muhammad bin Abdul
Wahab (dalam kumpulan risalah-nya)
[11] Ayat-ayat al-Quran yang bebunyi “afalaa ta’qiluun”
(Apakah kalian tidak memakai akal) atau “Afalaa tatafakkarun” (Apakah kalian
tidak berpikir) dan semisalnya akan sangat mudah kita dapati dalam al-Quran.
Ini semua salah satu bukti konkrit bahwa al-Quran sangat menekankan penggunaan
akal dan mengakui keturutsertaan akal dalam memahami kebenaran ajaran agama.
[12] Q S Thoha:5
[13] Al-Washiyah al-Kubra Hal:31 atau Naqdhu al-Mantiq
Hal:119 karya Ibnu Taimiyah
[14] Q S as-Syura:11
[15] Al-Milal wa an-Nihal Jil:1 Hal:84
[16] Banyak hal yang terbukti dengan argumen teks yang
mencakup ayat, riwayat, ungkapan dan sirah para sahabat, tabi’in dan tabi’
tabi’in diperbolehkan, namun paea kelompok Salafi (Wahabi) mengharamkannya,
seperti masalah; membangun dan memberi cahaya lampu pada kuburan, berdoa
disamping makam para kekasih Ilahi (waliyullah), mengambil berkah dari makam
kekasih Allah, menyeru atau meminta pertolongan dan syafaat dari para kekasih
Allah pasca kematian mereka, bernazar atau sumpah atas nama para kekasih Allah,
memperingati dan mengenang kelahiran atau kematian para kekasih Allah,
bertawassul, dan melaksanakan tahlil (majlis fatehah)…semua merupakan hal yang
diharamkan oleh para kelompok Salafi, padahal banyak ayat dan riwayat, juga
prilaku para Salaf yang menunjukkan akan diperbolehkannya hal-hal tadi.
[17] Salah satu bentuk penyimpangan kelompok Wahabi terhadap
ajaran imam Ahmad bin Hambal adalah pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap
berbagai hadis berkaitan dengan keutamaan keluarga Rasul, yang Imam Ahmad
sendiri meyakini keutamaan mereka dengan mencantumkannya dalam kitab musnadnya.
Dari situ akhirnya Ibnu Taimiyah bukan hanya mengingkari hadis-hadis tersebut,
bahkan melakukan pelecehan terhadap keluarga Rasul, terkhusus Ali bin Abi
Thalib. (lihat: Minhaj as-Sunnah Jil:8 Hal:329) Dan terbukti, kekhilafahan Ali
sempat “diragukan” oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Minhaj as-Sunnah” (lihat:
Jil:4 Hal:682), dan ia termasuk orang yang menyebarluaskan keraguan itu.
Padahal, semua kelompok Ahlusunnah “meyakini” akan kekhilafahan Ali. Lantas,
masihkah layak Ibnu Taimiyah beserta pengikutnya mengaku sebagai pengikut
Ahlussunnah?
[18] al-Aqidah li al-Imam Ahmad bin Hambal Hal:38
[19] As-Salafiyah baina Ahlusunnah wa al-Imamiyah Hal:680
[20] Rudud ‘ala Syubahaat as-Salafiyah Hal:249
[21] Diwan as-Syafi’i Hal:55
[22] Musnad Ahmad Jil:2 Hal:118
[23] Sohih Bukhari Jil:4 Hal:197
[24] Majmu’ al-Fatawa Jil:13 Hal:32, karya Ibnu Taimiyah
[25] Shahih Bukhari, kitab at-Tauhid Bab:57 Hadis ke-7123
[26] Irsyad as-Saari Jil:15 Hal:626
[27] Musnad Ahmad Jil:2 Hal:81 atau Jil:4 Hal:5
[28] Al-Qomuus Jil:3 Hal:382 kata: Qo-ro-na
Demikianlah, beberapa kutipan mengenai wahabi. Semoga bermanfaat...
#sudahlah, ikut kyai pesantren (NU) saja. Meh teu lieur...
#pengen ngerti islam kudu daek masantren...
#jangan otak-atik lagi ilmu fiqh/tata cara sholat (munfarid/berjamaah, jamak, qasar, dll), puasa, munakahat dll yang sdh di jelaskan imam Syafi'i dkk dan diikuti imam Bukhari Muslim dkk.
#ilmu hadist itu bukan untuk "melawan" imam madzhab. Imam hadist itu di bawahnya imam madzhab. Mereka hanya membukukan/mengklasifikasikan hadist yang mereka pelajari antara lain dari imam madzhab dkk tsb.
#meh jelas. (Ayeunamah loba amal bermadzhab teu puguh).
Note : Lesson No. 198
#pengen ngerti islam kudu daek masantren...
#jangan otak-atik lagi ilmu fiqh/tata cara sholat (munfarid/berjamaah, jamak, qasar, dll), puasa, munakahat dll yang sdh di jelaskan imam Syafi'i dkk dan diikuti imam Bukhari Muslim dkk.
#ilmu hadist itu bukan untuk "melawan" imam madzhab. Imam hadist itu di bawahnya imam madzhab. Mereka hanya membukukan/mengklasifikasikan hadist yang mereka pelajari antara lain dari imam madzhab dkk tsb.
#meh jelas. (Ayeunamah loba amal bermadzhab teu puguh).
Note : Lesson No. 198
2 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus