"Memang harus kuat niat. Kalau tidak ya gak bisa".
Dari dulu, semenjak pertama tahu ada yang namanya curug itu, sebelum ada akses jalan. Masih harus lewat galeungan sawah, pengen rasanya dapat kesana. Tapi sudah sekian tahun berlalu, sampai hari ini tak jua terlaksana.
Dia sebenarnya gak jauh, dia dekat kok.
Kemarin dulu, pernah mau kesana. Tapi belum.
Itu mirip ke Santolo. Tiga kali lewat sana, tak sempat jua mengunjunginya.
Atau ke tempat-tempat lain. Ke curuh Sanghyang Taraje, ke pantai batu hiu, karang Nini, kawah putih Garut, bahkan ke puluhan lokasi lainnya di sekitar Bandung sini.
Belum. Belum pernah.
Ya. Mungkin kapan-kapan. Kapan-kapan mungkin pada akhirnya bisa kesana juga.
Kemarin juga. Akhirnya kami hanya muter-muter saja ke pedalaman Soreang, ke Cipatik, ke Cililin, ke Saguling, lalu pulang.
Sudah, cuma jalan-jalan goang. Kesana kemari kesana kemari lalu pulang.
Tapi, aku bersyukur kok. Masih bisa jalan-jalan. Ya sekedar jalan-jalan saja. Melihat alam, melihat hiruk pikuk dunia ini.
Orang-orang. Seperti aku, pergi ke tujuan-tujuan mereka sendiri. Ada yang ke tempat kerja, ada yang ke sawah, ada yang kerja bhakti juga, ada yang kerja rodi mungkin, kerja paksa mungkin, ada yang berwisata, ada yang ke kota, ada yang saba desa. Ada juga yang gak jelas tujuannya, asal pergi saja...dll. Dunia sibuk menurut masing-masing arah dan tujuan.
Seperti kita kali ini. Pergi ke sini, ke Cililin ini. Hanya untuk mencari makan di danau Cililin itu.
Dari Cipatik ke Cililin kalau salah-salah, bisa-bisa kesasar. Ke arah yang salah. Maklum kita tak menguasai jalur ke wilayah sini. Hanya mengandalkan penunjuk jalan. Kalo belok ke Batujajar, kalo lurus ke Cililin ke Gunung halu.
Ikuti sesuai plang jalan saja, ada ke arah Cipatik Gantole, ke Cihampelas dan juga ke Maroko.
What....?!
Maroko....?!!
........
.........................
Ya...ke Maroko. Tapi bukan Tunisia, bukan Sudan. Bukan. Itu Maroko.
Kalau bahasa lainnya itu meroko, atau ngeroko.
Tidak saudara. Saya serius, sungguh itu adalah ke Maroko, seperti Mereuke atau Kroya gitu. Mungkin kita sesungguhnya adalah bangsa yang satu sama lain memang ada kaitannya.
Ya...semua bangsa tentu berasal dari satu keturunan yang sama. Keturunan Nabi Adam dan Siti Hawa. Iya kan....?!.
Maka kemiripan kemiripan kebiasaan, budaya, nama-nama tempat dll, bisa saja terjadi.
Ada Nagreg, ada Nagrog. Ada Singajaya, ada Singaparna, ada Singapura.
Ada Tanjung Morawa di dekat Medan sana, ada Tanjungsari di dekat Bandung sini. Itu Nama-nama yang ada kesamaan-kesamaannya.
Ada Malaya, ada Majalaya, ada Tasikmalaya. Ya, ada mirip-mirip gitu.
Ada Medang, ada Sumedang ada juga Medan.
Ada Bandung, ada juga Badung, atau Bandungan dll.
Ada Cairo, ada juga Ciaro.
Ada Tegal Gubuk, ada, Tegal Buleud, ada Tegal Kalong, ada juga Tegal atau Senegal.
Ya, ada kemirip-miripan begitu.
Bahkan ada Purwokerto, ada Purwakarta, ada juga Jayakarta, dan Jogjakarta.
Ada Solo, ada juga Solok. Ada Bangkinang, ada Tanjung Pinang, ada Pangkal Pinang ada juga kota Penang. Ah mirip-mirip.
Yang mana Tanjung Pinang, yang mana Pangkal Pinang. Sering bikin keliru.
Ada Bangka Belitung ada juga Bangka hulu atau Bengkulu.
Ada Lembang ada juga Palembang atau Paledang dll.
Ada Peso ada Poso, ada juga Porto.
Loh kok jadi urusi nama-nama.
Ya...merasa kaget saja. Rupanya di Cililin ini ada juga yang namanya Maroko. Aneh dan cukup kaget. Apa ini betul...?!?, apa itu boong-boongan...?!.
Maroko di Afrika, Maroko di Cililin....?!
Semarang di Jawa Tengah, Samarang di Garut...?!
Ada Alenka di luar negeri sana, ada Calengka di sekitar Cililin, ada Cicalengka di sekirar Majalaya.
Ada Malaka di Malaysia, ada Cimalaka di Sumedang, ada juga Bojong Malaka Bandung.
Ada Danau Toba Sumatera Utara, ada juga Toba Tartar di sekitar Himalaya sana.
Dari ilmu fonetik, dari ilmu bahasa mungkin saja itu menandakan kita pernah bersaudara. Saudara sebangsa, saudara sedunia. Dll.
Cililin. Terasa jauh sekali hari ini. Lewati Maroko, lewati Cipatik dan lewati tempat-tempat lain. Sudah lama betul penulis tak pernah jalan ke sini, jadi memang serba ingat-ingat lupa gitu.
Cililin ini sebenarnya tak terlalu jauh dari Bandung. Seperti Majalaya. Dekat tapi jadi terasa jauuuuh.
Akses mungkin. Kurangnya jalan mungkin. Atau jalannya terlalu macet mungkin, terlalu luka liku mungkin dan juga terlalu kecil mungkin. Jadinya perjalanan menjadi lebih lama dari seharusnya.
Kalau tak banyak persimpangan, kalau tidak belok kanan belok kiri, kalau ada jalan yang baik, lebar, lurus, mulus, ringkas dan pintas tentu Cililin akan mudah dijangkau.
Sayangnya jalan ke Cililin itu ya gitu. Muter-muter dll.
Seperti cerita ini, terlalu muter-muter. Melelahkan dan membosankan bukan...?!
Ya, ke Cililin juga sama. Melelahkan dan membosankan di perjalanan. Sehingga terkuras energi kita bahkan sebelum kita sampai di tujuan kita. Dekat tapi tak ada jalan yang dekat.
Danau Cililin
Danau Cililin ini rupanya sedang surut saat ini. Tadinya cukup luas dan indah. Kini bagaikan empang yang keruh dan juga tak indah.
Ada beberapa persimangan tadi. Kalau salah belok, tentu kita gak sampai disini. Di pinggir danau Cililin ini.
Gak jadi makan disitu. Gak asyik karena tujuan kami kesini adalah kesana. makan di warung makan terapung. Akan terasa lebih nikmat jika makan di tempat yang indah. Beda suasananya.
Jadinya kita gak berhenti, lanjut saja menuju ke bendungan Saguling.
Masih cukup jauh mengitari danau atau waduk itu, ke arah barat dan lalu ke arah utara.
Demikian saja kawan, kisah perjalanan kita kali ini. Sagulingnya juga lagi surut. Dan aku kurang bersemangat karena tadi cingcau ku diembat monyet.
Pintar juga si monyet itu. Pelan-pelan mendekat. Tak curiga lalu secepat kilat, cincau itu berpindah tangan. Dan dia lari, lalu meminumnya dengan nikmat. Itu adalah perampokan...!!
Aku melihatnya, dia meminumnya, melirik kepadaku seperti itu...menyebalkan..!!
Sejak itu, hariku sudah berakhir untuk hari ini.
Rasanya, ajig banget...!!
Salam santuy....
**nantilah kapan-kapan kita jalan-jalan ke curug Malela
Rajapolah, 31 Oktober 2020
**Karena Cililinnya sedang surut maka akhirnya kita pilih pulangnya lewat Rajapolah. Dzuhur di sebuah pom bensin disana...dan lalu pulang via Padalarang, Cimahi, Cibeureum, Rajawali, Sudirman ke Sukahaji ke Kebonkalapa, muter ke Alun-alun dengan tujuan akhir ke Wastukencana untuk Ayam Geprek langganan dulu. Alhamdulillah pas nyampai pas hujan sehingga kita asyar dulu di sana.
Sudah kita makan kami pulang seperti biasa via Laswi, Belakang Horison, dan masuk ke Buahbatu.
Sekian saja.
0 Komentar