Semakin Ditunda Semakin Tidak Adil, Rugi Momentum

Pemimpin Nasional harus memastikan majunya perekonomian bangsa dan negara secara menyeluruh adil merata. Jangan lagi ada dikotomi asal usul daerah, ketidakjujuran anggaran, perselingkuhan politik. Kebijakan yang berat sebelah dst.


Setiap daerah adalah Indonesia. Satu luka, satu sakit, bisa dirasakan langsung oleh kepemimpinan nasionalnya.


Pemimpin Indonesia namanya bukan pemimpin golongan, bukan pemimpin yang mendiskreditkan, bukan pemimpin yang membeda-bedakan.


Semua wilayah provinsi adalah satu Indonesia. Harus dilihat, didengar masalah atau hambatannya, lalu dibuatkan strategi dan solusinya.


Seperti apa yang dilakukan pemprov Gubernur Jabar Ridwan Kamil, ketika beliau mendapat dana pembangunan percepatan ekonomi nasional maka beliau menjadi satu-satunya  gubernur yang mendistribusikan dana itu ke kabupaten kota yang ada di Jabar. Dananya langsung di berikan untuk pengembangan setiap daerah. Tiap daerah diberikan dana sesuai program bersama. 


Itu adalah menjadi percontohan nasional saat itu sebagaimana dikatakan kementerian terkait saat itu. 


Pemerintahan daerah adalah pemerintahan administratif, kepanjangan tangan dari pemerintahan pusat. Jangan ada pikiran atau gestur politik yang membeda-bedakan daerah, golongan, dst. Semua adalah Indonesia, semua adalah anak bangsa Indonesia. Kenapa harus dibeda-bedakan. 


Jangan lagi menunggu masukan atau usulan. Tapi harus proaktif, punya inisiatif program dan niat baik membangun semuanya dengan skema yang berat sama dipikul, yang ringan sama dijinjing. Maka dengan nasionalisme seperti itu pembangunan dapat dipercepat dan segera memenuhi sasarannya. Daerah akan merasa sebagai nasional. Nasional akan merasa sebagai daerah. 


Jabar misalnya sudah meminta pemekaran 9 Daerah Otonomi Baru, bukanlah semata programnya daerah. Tapi hendaknya itu dipandang sebagai program pusat untuk pemerataan keadilan pembangunan nasional. Jangan ada pikiran ini Jabar, ini Jateng, itu Jatim, Aceh, dll. Itu adalah Indonesia. Yang punya niat memeratakan pelayanan pembangunan harusnya menjadi inisiasi pusat dengan menimbang masalah daerah dan solusinya. Jangan menilai daerah sebagai orang lain, atau pihak lain. Tapi lihatlah daerah itu sebagai wilayahnya sendiri, sebagai satu Indonesia. Jangan bedakan warnanya, jangan ada gestur diskriminasi dst.


Jabar juga Indonesia. Jabar juga NKRI. Kenapa harus ditunggu, kenapa harus dipertimbangkan dahulu. Jangan takut dengan pembangunan, jangan takut dengan pemerataan ekonomi. Jangan pikir-pikir tentang keadilan sosial bagi seluruh RAKYAT Indonesia. Kenapa harus ditunda dst. Pemerataan bukanlah sesuatu yang bisa ditunda. Keadilan bukanlah menunggu saat yang tepat. Keadilan, pemerataan, adalah satu tarikan nafas yang sama. Adil disaat dan waktu yang sama. Menunda waktu adalah bagian dari bentuk ketidak adilan itu sendiri. Membiarkan satu tertinggal, satu maju, satu sakit, satu bersenang-senang. Itu adalah bukan ciri nasionalisme kesatuan Indonesia. Itu adalah ciri persekongkolan politik, tirani. Nasional tak menghadirkan dirinya di hati sebagian rakyatnya. 


Indonesia kedepan harus dikelola secara baik dan benar. Adil dan merata. 33 provinsi, 35 provinsi hanyalah pemerintahan administrasi. Kepanjangan dari pemerintahan pusat. Membantu program pusat untuk satu Indonesia yang maju adil makmur dan bahagia bersama.


Indonesia hanya akan maju jika rakyatnya cerdas dan pemimpinnya trengginas.


Satu nusa satu bangsa satu bahasa Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika dalam napas UUD 45 dan Pancasila. Gotong royong dalam semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


#ridwankamil solusi bangsa

#rk capres yang sebenarnya

#rk dari rakyat untuk kerakyatan Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar