Indonesia tidak akan jadi sejahtera dengan blusukan dan bagi-bagi angpau. Indonesia tak akan maju oleh karena blusukannya para tokoh dst.
Tak sesederhana itu..!!.
Bangsa ini butuh pemimpin dengan reputasi baik, kredibel dan kapabel yang kerjanya profesional terstruktur dan menyentuh substansi, bukan sekedar klayar kluyur blusukan, tapi lupa dengan substansi.
Indonesia butuh sosok pemimpin yang mahir dalam memimpin bangsa, berwawasan modern, bersikap amanah dan agamis, humanis, dan juga intelek serta berintegritas tinggi.
Semakin berilmu semakin mengerti, semakin berwawasan semakin faham. Maju mundur suatu bangsa ditangan pemimpin dan rakyatnya yang sama cerdas dan intelek.
Rakyat cerdas, memilih pemimpin yang juara. Sebaliknya, pemimpin yang buruk adalah cerminan rakyatnya.
Pemimpin yang baik akan membuat system dan kebijakan yang baik. Alokasi dan keputusan-keputusan terukur. Inovasi pembangunan yang tak mati-matinya, menata ekonomi baik secara mikro dan juga makro, dst.
Pemimpin yang baik tak dinilai dari jumlah "blusukannya". Tapi jauh dari itu, dinilai dari sejumlah kebijakan dan keputusan-keputusannya, inovasinya, solusi-solusinya, kemampuannya dalam kepemimpinannya, memotivasi dan membimbing rakyatnya, membangun secara lahir dan batinnya, dst.
Blusukan adalah tak diperlukan jika tujuannya hanya ingin terlihat merakyat, dinilai dekat dengan rakyat, baik ke rakyat, bagi-bagi duit, memberi sembako dst yang sifatnya sewaktu-waktu.
Disinilah rakyat harus cerdas dalam melihat SUBTANSInya, tak sekedar melihat suatu tampilan video yang terlihat merakyat dst.
Merakyat itu tidak diukur dari seringnya blusukan. Merakyat bisa dilihat dari keputusan-keputusan, kebijakan dan program-program pemimpin yang pro rakyat, program pertanian rakyat, pro perikanan rakyat, SK guru honorer, perda pesantren, perda dan implementasi untuk memfasilitasi pekerja migran, dll.
Substansi bukanlah kulit luar. Substansi itu menyasar langsung ke inti persoalan, berupa kebijakan, berupa program dan solusi yang bersifat permanen, berkekuatan hukum sehingga berkelanjutan dengan didukung metode, sistem dan juga langkah-langkah nyata. Bukan sesuatu tang temporer, membuat konten mungkin sekali duakali dalam seminggu, dengan memberi bantuan ke satu atau dua orang tapi efeknya, video bisa diputar berkali-kali seakan memberi jutaan orang, seakan pahlawan yang membantu semua orang, seperti yang terlihat di video.
Padahal yang dibantunya hanya beberapa orang, tapi citranya bak memberi semua orang miskin yang ditemuinya.
Semogalah rakyat kita tidak menjadi penonton sinetron. Disuguhi film-film blusukan dari para pejabat atau tokoh yang kita sebut youtuber itu. Rakyat semakin melek, tak mudah terbius oleh pencitraan murahan.
Bagi-bagi angpau itu seperti orang yang memberi ikan ke beberapa orang, sementara suatu kebijakan yang baik adalah bagaikan orang memberi kail, perahu, dan sarana-sarana yang diperlukan orang banyak, memudahkan orang-orang/rakyat untuk berkarya, bekerja. Dengan kail kita bisa mendapatkan ikan secara berkelanjutan, tidak berlaku sementara dan untuk segelintir orang saja ("saharitaeun").
Itulah tugas pemimpin, membuat sistem, membuat program, kebijakan dst yang membantu rakyat dan juga negara.
Ingat, Indonesia hanya akan maju bersama pemimpin yang baik menurut para ahli (yang intelek, berprestasi juara, yang dibuktikan dari banyaknya penghargaan resmi, dst), bukan tokoh yang dianggap baik karena konten videonya yang terkesan merakyat dst.
Konten video terkadang hanyalah berupa hiburan, bersifat marketing, atau bahkan sekedar pencitraan
Bad data bad decision
No data no decision.
Buruk analisa, buruklah keputusan.
Analisa yang baik, membawa keputusan yang baik.
Pemimpin yang baik itu hendaknya memiliki reputasi yang oke, Kredibel dan kapabel (terbukti menurut ahli dan berprestasi dengan bukti terukur). Mahir, modern, amanah, humanis, intelek, ilmiah dan berintegritas. Semua itu jika kita singkat akan terangkum dalam satu kata "RKmahi".
Bandung, 25-26 Desember 2021
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1
1. Pilih Presiden = Pilih Nasib Bangsa
2. Gubernur Juara berarti Gubernur Pintar
3. Tanda Nasionalis itu Tidak Kubu Kubuan
4. Ragu dengan Pemimpin Juara tapi Yakin dengan Pemimpin Karbitan
7. Waktu adalah Kesempatan tak Berulang
Budaya Literasi, Kemauan banyak membaca, informasi yang utuh, budaya menulis, dst. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa modern bangsa yang rajin membaca. Bangsa maju bangsa yang giat mebaca dan biasa menulis. Menulis itu butuh olah pikir, belajar menganalisa secara logis analitis, dst dan juga butuh banyak ilmu yaitu dari banyak membaca dll.
0 Komentar