Partai yang profesional tentu akan mengusung capres atau cagub dll yang paling
terbaik
. Sebab jika kinerja yang diusungnya baik tentu akan ikut mengangkat imej dari partai tersebut.Dengan kader yang baik, akan meningkatkan nama baik partai sehingga masyarakatpun akan ramai-ramai memillih dan memenangkan partai tersebut. Menambah suara di pileg adalah salah satu keuntungannya.
Ibarat mengantarkan pengantin wanita, jika anak kita sudah menjadi istri dari suaminya maka kita tidak boleh lagi mengaturnya, tidak boleh lagi mendiktenya dst.
Lepaskanlah anak kita itu dengan ikhlas agar bisa berbakti kepada suaminya dengan baik, cukup bekali ia dengan wejangan yang baik bahwa apapun kehendak suami maka turutilah selama itu tidak bertentangan dengan hukum atau aturan agama, dst.
Demikian pula hendaknya ketika seorang kader terbaik dari partainya sudah dipinang menjadi pemimpin suatu daerah atau negara. Partai tak boleh lagi ikut campur, tak boleh mendikte atau meminta ini itu yang sekiranya hal tersebut akan merugikan rakyatnya, menciderai keadilannya sebagai seorang pemimpin, dst.
Seseorang yang sudah ijab kabul menjadi kepala daerah, maka dia bukan lagi milik partai, dia sudah menjadi milik semua rakyatnya. Dia juga tak boleh lagi tunduk kepada partai, tapi tunduklah kepada rakyatnya, kepada konstitusi dan aturan bernegara.
Pemimpin juga tidak boleh membeda-bedakan partai atau kader partai, seperti seorang istri yang tak boleh membeda-bedakan mertua dan ibu kandung. Jika ke ibu kandung memberi 1000 maka ke ibu mertuapun memberi 1000.
Jangan ada cerita seorang kepala daerah yang memperlakukan rakyatnya dilihat dari warna partainya. Partai dan kader partai lainnya juga harus menyadari bahwa ketika seseorang kader mereka sudah menjadi pemimpin suatu daerah atau negara maka partainya bukan lagi menjadi rumahnya atau atasannya lagi. Tak boleh ada perlakuan anak emas dan anak tiri, tak boleh membedakan partai pengusung dan bukan pengusung.
Pencoblos juga harus menyadari diri, tugas dia sudah selesai dalam memenangkan pilkada atau pilpres, tak boleh ingin di istimewakan atas nama kader partai pengusung, atau atas nama relawan dst. Relakan ia sebagaimana kita merelakan anak perempuan kita yang sudah menjadi milik suaminya. Aturan bukan ada dikita lagi, aturan sudah ada disuaminya, terserah suaminya. Terserah konstitusi atau sumpah jabatannya. Itu harus konsekwen.
Cukuplah derma seorang anak perempuan kita dengan cara membahagiakan suaminya, maka kitapun ikut bahagia. Sukses orang tua adalah ketika menjadikan anaknya pengantin yang setia kepada pasangan yang dicintainya.
Sukses sebuah partai adalah ketika menghasilkan kadernya menjadi abdi negara yang sejati, yang bela negara, yang berguna untuk semua rakyatnya.
Itulah kebahagiaan dan kebanggaan partai yang sebenarnya. Partai yang modern, partai yang profesional yang mendidik dan menyiapkan kadernya secara baik untuk dipersembahkan bagi kepentingan bangsanya, bukan demi kepentingan partainya. Lepaskan ia kembali ke asalnya, sebagai rakyat Indonesia yang harus bela rakyat, negara, dan bangsa.
Cukuplah seorang kader yang sudah terpilih menjadi seorang pemimpin itu bisa membahagiakan rakyatnya, jangan memintanya untuk membalasnya dengan keistimewaan-keistimewaan melebihi dari yang didapatkan rakyatnya. Partai pengusung dan rakyat lainnya punya kedudukan yang setara yang berhak memperoleh hak yang sama, tak boleh mau diperlakukan lebih.
Sumpah seorang pemimpin adalah menjadi pemimpin bagi seluruh rakyatnya, pemimpin bagi seluruh partai yang ada, bagi seluruh bendera yang ada dst. Dia tidak boleh lagi mengibarkan satu atau beberapa partai pengusungnya. Dia tidak memposisikan dirinya sebagai kader partai lagi, dia memposisikan dirinya sebagai kader rakyat. Dari rakyat untuk rakyat, partai hanya ibarat sekolahan atau almamaternya saja. Mungkin ada reuni, mungkin ada acara keluarga dst. Tapi itu harus diluar posisinya sebagai seorang pejabat publik, Diluar jam kerja, diluar urusan kerja, diluar fasilitas kerja, dst.
Partai harus sudah merasa cukup bangga dengan bisa mengantarkan seseorang menjadi abdi negara, menjadi pelayan negara, bukan lagi berkubu-kubuan. Tak lagi bicarakan pengusung dan bukan pengusung.
Suksesnya seorang pemimpin tentu akan membawa nama baik partai pengusungnya dan hadiah terbesarnya adalah naiknya elektabilitas partai. Naiknya suara pemilih dst, itu sudah LEBIH DARI CUKUP untuk sebuah partai. Bukankah demikian...?
Oleh karena itu tak boleh lagi sebuah partai merayu-rayu, menggoda apalagi mengancam, mengintimidasi, menekan dll seorang pemimpin (yang walaupun ia adalah dari partainya), untuk memanfaatkan kekuasaannya demi keuntungan partainya, mengistimewakan partainya dari partai lainnya dst.
Tidak. Seorang pemimpin sudah disumpah untuk berlaku ADIL BAGI SEMUANYA.
Lebih dari itu tentu saja kehadiran sebuah partai yang tulus untuk kemajuan negeri ini akan berusaha semaksimal mungkin menghadirkan pemimpin
terbaik
untuk kemajuan bangsa walaupun calon tersebut bukan merupakan kadernya sendiri. Dia bahkan akan mengusung "kader bangsa" diatas kader partainya sendiri. Walaupun sesorang itu bukan dari kader partainya, jika memang dia adalah yang terbaik (untuk kemajuan bangsanya), maka kepentingan golongan akan dikesampingkannya.
Itulah negarawan yang sebenarnya. Itulah pahlawan yang sesungguhnya. Itulah partai profesional yang cinta negara diatas cinta kepada kelompok atau partainya sendiri. Bukan hanya partai, bahkan nyawapun dikorbankannya demi bangsanya, bukan demi golongan atau partainya tapi demi NASIONALISME, dst.
Berkorban apapun demi kejayaan bangsa dan negara adalah tugas semua anak bangsa. TERMASUK JUGA tugas kewajiban dari semua PARTAI-PARTAI dan kader-kader partai yang ada. Berkorban kepentingan partai demi kepentingan dan kejayaan bangsanya.
Ketika bangsa sudah berjaya maka partai manapun harus merasa bahagia karena cita-cita partainya sudah tercapai, yaitu MENJUARAKAN BANGSA dan MENJAYAKAN NEGARA.
Bukankah cita-cita semua partai adalah mensejahterakan rakyat, memajukan bangsa dan menjuarakan negara..????????....
Partai yang profesional akan MENEMPATKAN KEPENTINGAN NASIONAL DIATAS KEPENTINGAN SUKU GOLONGAN DAN PARTAINYA. Bela Negara dan Nasionalisme itulah sebutannya.
Kemajuan bangsa diatas segala-galanya walaupun misalnya harus mengorbankan partainya, asal negara maju, asal rakyat sejahtera dan negara JUARA dst.
Itulah yang kita harapkan dari partai-partai terbaik, partai modern, partai juara, partai profesional.
Jangan lupakan bahwa Partai hanyalah sebuah organisasi yang lahir dari kelompok masyarakat, dia bukan musuh negara, dia bukan musuh rakyat.
Partai adalah bagian dari negara dan bangsa, partai juga adalah kepanjangan tangan dari rakyatnya, yaitu rakyat Indonesia yang memberikan wewenangnya, memberikan suaranya untuk dipertanggungjawabkan demi kemaslahan negara dan seluruh rakyat.
Warna boleh berbeda, tapi merah putih diatas segala-galanya. Itulah Indonesia yang seharusnya. Itulah ciri sebuah partai yang juara, yang profesional.
Bandung, 27 Mei 2021
#partai profesional untuk kemajuan negeri.
#negeri maju partaipun akan ikut terbawa maju.
Edisi Revisi :
Bandung, 17 Januari 2022
(Tulisan diatas yang berwarna hijau adalah tulisan 27 Mei 2021)
#RumahKita1ndonesia
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1 insyaAllah Juara
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1 insyaAllah Juara
RK
Reputasi
Kapabel dan kredibel
Mahi
Mahir serta modern
Agamis tur amanah
Humanis sedikit humoris
Intelek, ilmiah dan ber-integritas.
Baca Juga :
Note:
Budaya Literasi, memperbanyak membaca dari informasi yang utuh. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa modern bangsa yang melek informasi. Bangsa maju bangsa yang tinggi budaya literasinya.
Budaya Literasi, memperbanyak membaca dari informasi yang utuh. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa modern bangsa yang melek informasi. Bangsa maju bangsa yang tinggi budaya literasinya.
Budaya baca dan tulis.
Saat ini, budaya baca di Jabar sama halnya Indonesia, masih rendah.
Menurut survei Central Connecticut State University mengenai Most Literate Nations in the World, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari total 61 negara, persis di bawah Thailand dan di atas Botswana.
UNESCO juga pernah mengungkapkan bahwa persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya dari 10.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang senang membaca.
0 Komentar