Kerja Nyata atau Pencitraan

Banyaknya penghargaan dari lembaga kredibel itu bukti banyaknya prestasi kang Emil. Juara PON diluar kandang itu baru pertama kali ini terjadi di Indonesia sejak era reformasi (Rekor Nasional). Juara umum PON itu bukan pencitraan, itu adalah prestasi yang besar.

RK membawa Jabar juara Manajemen SDM ASN se Indonesia tahun 2020 itu juga prestasi dan bukan pencitraan. 

Gubernur Jabar dapat penghargaan gubernur terbaik dalam menangani pandemi (jumlah meninggal di Jabar 15.000an, Jateng 30.000an, Jatim 29.000an, itu bukti kerja kang Emil dalam menangani covid-19), itu juga prestasi hebat dan bukan pencitraan. Menyelamatkan hingga selisih 15.000 nyawa dibanding korban di Jateng dan maupun di Jatim adalah suatu prestasi yang layak diapresiasi. Bahkan menyelamatkan satu nyawapun sangatlah penting, apalagi hingga menyelamatkan 15.000 nyawa lebih. Sehingga harapan hidup orang yang terpapar corona di Jabar itu lebih tinggi dibanding di Jateng dan di Jatim karena penanganan covid corona di Jabar ini ditangani dengan sangat ilmiah dan terukur. *Detail penanganannya bisa baca di berita-berita dst.

Masih banyak orang belum mengerti apa beda pencitraan dan kerja nyata. 

Banyak eks relawan kang Emil (sebenarnya gak banyak cuma memang mereka adalah golongan bising yang mudah termakan permainan politik dari pihak tertentu yang memiliki kepentingan terselubung dst, dan saat inipun kebanyakan dari kader eks relawan didaerah-daerah sudah mulai memahami apa yang sebenarnya terjadi dikalangan oknum eks pengurus pusat dari salah satu simpul relawan saat pilgub lalu...*informasi lengkapnya bisa baca di tulisan lainnya) yang "meninggalkan" RK yaitu mereka yang gak ngerti apa itu arti relawan tang sebenarnya, dan gak ngerti kerja gubernur itu bukan untuk relawan lagi tapi untuk seluruh masyarakat Jawa Barat, karena seorang gubernur harus berlaku adil bagi seluruh rakyatnya, tidak menganak emaskan satu golongan dari golongan lain. Dinamikanya harus bisa dipahami oleh para relawan yang sejati.

Pak Ridwan Kamil adalah satu-satunya gubernur yang dipercaya pak Jokowi untuk mengikuti KTT tingkat dunia G-20/COP 26 di Eropa tahun 2021 ini. Itu juga bukti sebuah apresiasi dari presiden/pemerintahan pusat, dan itu adalah prestasi dan itu bukan pencitraan. Tapi kerja nyata.

Pencitraan itu adalah seolah-olah bekerja padahal tidak bekerja. Seolah-olah berbuat padahal tidak. Contoh pencitraan adalah blusukan bagi bagi duit ke orang miskin lalu diupload di youtube, tapi sementara itu untuk urusan pembangunan ekonomi dll dan manajerial pemerintahan dll, yang sifatnya untuk kemajuan daerah tidak mendapatkan sentuhan yang maksimal. Itulah ciri pencitraan.

Sementara RK justru sebaliknya, memperbanyak kerja untuk membangun daerah dan juga tetap punya waktu untuk blusukan ke tengah masyarakat untuk melihat secara real keadaan ekonomi masyarakatnya. Tidak untuk eksploitasi atau untuk pencitraan.

Ya tentu saja kita memahami apa yang dimaksud oleh sebagian kalangan yang mulai menuduh pencitraan dll ke kang Emil. Terutama karena diera kang Emil ini justru muncul wabah yang menimpa seluruh bangsa, sehingga ekspektasi yang tinggi terhadap kang Emil tidak dapat terealisasi dengan sesuai harapan mereka.

Tapi mereka lupa dengan realita bahwa pandemi ini telah membuat dua hal..satu, berkurangnya pendapatan daerah karena realisasi dari pajak dan PAD (Pendapatan Asli Daerah) lainnya mengalami penurunan secara drastis. Sehingga menyentuh angka 5 triliunan lebih.

Dua, refocusing anggaran untuk penanganan pandemi, semua anggaran untuk pembangunan dialihkan untuk memberikan bansos, menyediakan layanan kesehatan terkait corona, dst. Anggaran pembangunan tahunan di tahun 2020 dan 2021 ini habis untuk penanganan corona. 

Itulah 2 hal cara pandang yang beredar di tengah masyarakat kita.

1. Masyarakat yang menyadari bahwa corona telah meruksak rencana kerja gubernur, bupati dll.

2. Masyarakat yang tak menyadari bahwa penanganan corona itu menyedot anggaran besar dan juga mengurangi PAD untuk modal pembangunan.

Orang pintar dan benar tentu akan melihat secara lengkap, tidak melihat secara separo-separo agar pemahamannya juga akurat dan benar.

Pentingnya data sebagai sumber informasi menjadi dasar untuk membuat kesimpulan yang benar.

Good data good decision
Bad data bad decision
No data no decision

Data yang benar, itulah prinsip penting bagi mereka yang pernah sekolah pernah belajar membuat kesimpulan dari suatu pembahasan, pernah membuat karya ilmiah, skripsi dst. 

Ibarat orang buta yang mengatakan gajah itu mirip ular besar hanya karena yang dia raba/tahu adalah hanya sebatas belalainya. Itulah mereka yang menuduh kang Emil pencitraan dll. Mereka gak fahami secara lengkap apa yang terjadi sehingga membuat kesimpulan yang sembarangan dan keliru.

Jelas bahwa membuat kesimpulan yang benar itu butuh data yang BAL (benar, akurat, lengkap). Gak bisa cuma benar menurut pandangan mereka sendiri, tapi harus benar dengan data yang akurat dan tidak sepotong-sepotong alias harus informasi yang benar, akurat dan lengkap). 


Biasanya orang akan membuat kesimpulan atau pemahaman yang salah jika terjadi hal-hal sbb :
1. Informasi katanya-katanya (percenahan). Lalu percaya begitu saja. Mudah termakan playing victim, mudah termakan isue dst.
2. Hanya membaca judul berita, isi berita tidak dibaca. Jelas bahwa banyak judul berita bombastis agar menarik atau agar trending tapi sayangnya banyak pembaca yang malas membaca secara lengkap.
3. Tidak cek and ricek. Padahal di era digital saat ini bagitu banyak hoax, fitnah dll yang tersebar di internet di medsos dst. Sehingga masyarakat perlu memiliki filter, daya saring yang tinggi terhadap informasi-informasi yang bersebaran. 
4. Konplik interest. Ini yang sulit karena betapapun suatu berita benar akan dianggap salah, yang salah akan dibuatnya benar, yang baik akan dinilai buruk, yang burukpun akan dinilai baik. Ini "angel", sulit jika sudah ada konplik interest didalam dadanya. Orang tidak jujur lagi. Apalagi jika sudah dibumbui penyakit bawaan..."DENGKI".
5. Kurang ilmu. Malas membaca, malas belajar. Jelas bahwa ilmu yang luas akan membuat wawasan yang luas. Ilmu adalah penerang, cahaya dari kebingungan, ketidakngertian dst. Ilmu ini bisa didapat dari sekolah yang tinggi, bisa juga dari kemauan untuk membaca banyak buku dan informasi yang benar. Semakin berilmu, semakin memahami. Semakin tak berilmu semakin tak mengerti. ITU PASTI.

Salam membaca, salam juara.

#RumahKita1ndonesia
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1 juara

Bandung, 14 Desember 2021

#RumahKita1ndonesia
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1 insyaAllah Juara

RK
Reputasi
Kapabel dan kredibel

Mahi
Mahir serta modern
Agamis tur amanah
Humanis sedikit humoris
Intelek, ilmiah dan ber-integritas.


Baca Juga :


Note:
Budaya Literasi, Kemauan banyak membaca, informasi yang utuh, budaya menulis, dst. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa modern bangsa yang rajin membaca. Bangsa maju bangsa yang giat mebaca dan biasa menulis. Menulis itu butuh olah pikir, belajar menganalisa secara logis analitis, dst dan juga butuh banyak ilmu yaitu dari banyak membaca dll.

Saat ini, budaya baca di Jabar sama halnya Indonesia, masih rendah.
Menurut survei Central Connecticut State University mengenai Most Literate Nations in the World, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari total 61 negara, persis di bawah Thailand dan di atas Botswana.
UNESCO juga pernah mengungkapkan bahwa persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya dari 10.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang senang membaca.

Posting Komentar

0 Komentar