Intelektualisasi vs Disintelektualisasi

Disintelektualisasi sedang terjadi

Tokoh-tokoh pencitraan, tukang bikin konten youtube yang tanpa substansi malah mendapat tempat dihati netizen karena mereka menganggapnya sebagai tokoh yang merakyat.

Sementara beberapa tokoh yang giat bekerja pada aspek substansif justru kurang menarik dimata netizen. 

Sepertinya netizen masih suka terbius oleh kisah yang mirip sinetron dan atau konten-konten medsos yang penting viral, dan jalan ceritanya bagus. 

Pemimpin atau tokoh yang pandai mengemas video seperti blusukan, bagi-bagi duit dll pasti akan menarik minat para khalayak. Itu bagaikan pahlawan atau tokoh impian, pemimpin yang ditunggu-tunggu atau katanya satria piningit. 

Rakyat sedang memimpikan pemimpin yang bisa menolong nasib mereka, dan tokoh-tokoh yang memerankan tokoh yang merakyat, dekat dengan rakyat, adalah salah satu yang mereka sukai. Sungguhpun itu hanya sebuah sinema elektronik, atau kisah video yang isi dan jalan ceritanya sudah disusun sedemikian rupa, ada sutradaranya ada penata acaranya. Netizen tak melihat setelik itu, sekritis itu. Hanya menikmati jalan ceritanya (hasil akhir videonya) dan itu sudah mampu mempengaruhi mereka 

Itulah salah satu fenomena disintelektualisasi. 

Hal tak substantif dianggap penting, hal penting dianggap tak penting. Seperti judul sinetron lainnya, "Dunia Terbalik". 

Inilah tantangan bangsa kita dan bagi kaum intelektual untuk memberikan pencerahan, pemahaman dan pendidikan yang benar. Politik, ekonomi, pemerintahan, manajemen, sistem-sistem, dll. 

Pendidikan Indonesia masih tertinggal 45 tahun dibanding dari negara tetangga kita lainnya. Orang Indonesia belum membahas dan menggandrungi tentang substansi. Bangsa kita baru sebatas penikmat sinetron, euforia di ranah simbolis dan konten-konten buatan. 

Tokoh yang suka blusukan (bercengkrama dengan rakyat) otomatis akan dilihat sebagai tokoh yang merakyat, pro rakyat dst. Walaupun sebenarnya hasil dari blusukan itu tak merubah apapun, tak melahirkan kebijakan atau inovasi apapun, yang katanya pro rakyat itu.

Jika kondisi pola pikir rakyat ini masih sesederhana itu, maka sepertinya masih jauh harapan kita untuk menjadi negara yang maju.


Indonesia hanya akan bisa maju jika kita punya pemimpin yang bisa membawa kemajuan, yang intelek, yang inovatif dan yang sudah tahu langkah-langkah bagaimana membawa kemajuan itu bagi bangsa kita. Bukan pemimpin yang gagap program, tak tahu cara untuk memajukan bangsa, miskin inovasi, miskin solusi.

Indonesia tak akan pernah juara jika pemimpin yang dipilihnya bukan pemimpin yang benar-benar juara, sarat dengan solusi dan inovasi. 

Supir yang lihai akan mampu membawa laju kendaraan dengan tepat, cepat dan sehingga selamat sampai di tujuan. Beda dengan supir tembak atau pemimpin karbitan, bisa-bisa membawa bangsa kepada kecelakaan/keruksakan, kemunduran dan menjauhkan dari tujuan dan cita-cita bangsa. Selamanya maju mundur tak sampai-sampai. Na'udzubillaahi min dzaalik.

Pemimpin berikutnya harus Selevel atau Lebih

Maka memang, terus terang untuk pilpres 2024 bangsa ini harus bisa memilih presiden yang minimal satu level dengan presiden kita saat ini, yang punya basis manajerial yang minimal sama (misal pengalaman memimpin Dati 2 seperti pak Jokowi memimpin kota Solo atau RK yang sukses menyulap Bandung jadi juara), punya kemampuan koordinatif yang selevel juga (juara memimpin provinsi). Indonesia Maju bersama Pemimpin Juara

Ayo bangsaku, majulah dan cerdaslah...!. Aamiin.

Bandung, 31 Desember 2021


Good data good decision
Bad data bad decision
No data no decision

#NKRI kita semua, bukan NKRI anda saja, bukan NKRI dia saja.

#NKRI
#Jokowi
#RidwanKamil
#RumahKita1ndonesia
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1 insyaAllah Juara
#Logis

RK
Reputasi
Kapabel dan kredibel

Mahi
Mahir serta modern
Agamis tur amanah
Humanis sedikit humoris
Intelek, ilmiah dan ber-integritas.

RKmahi

capacity adalah "the ability to produce, experience, understand or learn something". Sedangkan capability adalah "the ability or power to do something".

Tuhan tahu Indonesia butuh presiden terbaikInsyaAllah taqdir kuat RK presiden RI tahun 202420292034. Aamiin.

Indonesia kitaKita Indonesia.



Note:
Budaya Literasi, Kemauan banyak membaca, informasi yang utuh, budaya menulis, dst. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa modern bangsa yang rajin membaca. Bangsa maju bangsa yang giat mebaca dan biasa menulis. Menulis itu butuh olah pikir, belajar menganalisa secara logis analitis, dst dan juga butuh banyak ilmu yaitu dari banyak membaca dll.

Saat ini, budaya baca di Jabar sama halnya Indonesia, masih rendah.
Menurut survei Central Connecticut State University mengenai Most Literate Nations in the World, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari total 61 negara, persis di bawah Thailand dan di atas Botswana.
UNESCO juga pernah mengungkapkan bahwa persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya dari 10.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang senang membaca.

"Knowledge is power, but character is more". Ridwan Kamil

Baca Juga:

Posting Komentar

0 Komentar