Katanya penduduk Jateng adalah penduduk paling bahagia di Indonesia.
Syukurlah bahagia karena memang dari dulu presiden Indonesia lebih condong dan juga banyak membantu rakyat Jawa Tengah, mendanai revitalisasi kawasan Borobudur sebanyak triliunan rupiah, dana desa tiap tahun juga lebih banyak sekira 2.5 triliun dibanding ke desa-desa di Jabar.
Jumlah kabupaten kota di Jateng pun dibuat lebih banyak dibanding di Jabar, di Jateng ada 35 kokab, di Jabar hanya ada 27 kokab (padahal jumlah penduduk di Jabar lebih banyak 15 jutaan dibanding penduduk di Jateng), jelas itu semua sangat berpengaruh besar terhadap pelayanan publik ditingkat rakyat.
Gubernur Jawa Barat sebenarnya sudah meminta pemekaran kabupaten itu ke pemerintahan pusat agar ketimpangan pelayanan publik tadi bisa diatasi, tapi sampai saat ini sebagaimana kita ketahui bersama semua itu belum mendapatkan perhatian serius, seperti memicingkan mata jika terkait rakyat Jawa Barat.
Responnya tulalit, lelet, lambat lebih lambat dari tahun berjalan. Tidak ada tindak lanjutnya. Tidak ada bukti keberpihakan, perhatian, cinta atau sayang ke yang namanya rakyat Jawa Barat. Padahal rakyat Jawa Barat juga adalah rakyat Indonesia.
Maaf, daripada bicara tentang tingkat kebahagiaan di Jawa Tengah yang "tidak karena prestasi kerja gubernurnya", yuk mari kita lihat saja data objektif tentang jumlah kematian akibat corona misalnya.
Data ini memperlihatkan secara nyata, gubernur mana yang kerjanya serius untuk rakyatnya, gubernur mana yang masih kubu-kubuan membela kader partainya tapi tidak membela kader partai lainnya...dst.
Penduduk Jateng 35 juta, korban meninggal 30.283 orang.
Penduduk Jabar 50 juta. Korban meninggal akibat corona 15.000 kurang 245an (14.755 orang).
Jadi korban meninggal di Jateng itu 2x lipat lebih banyak dibanding korban di Jabar. Itu bukti perbedaan kualitas kinerja dari 2 gubernurnya.
Oh ya..mau bicara prestasi olahraga PON Papua gak...?!.
Jateng juara ke 6 ya..?
Jabar juara ke 1 loh..!.
Jokowi juara, wajar karena beliau memang juara sejak memimpin Kota Solo dan Provinsi DKI Jakarta. Lah saudara sebelah kita itu, mau jadi pleciden dengan modal 2 periode memimpin daerah tanpa memberikan prestasi yang juara.
Lebih baik mengukur diri, daripada kasihan nanti gak bisa kerja dan cuma jadi pejabat pajangan (seperti presiden yang dulu-dulu). Terutama kasihan rakyat Indonesia hanya dijadikan komoditas politik kekuasaan golongan partai atau primordialis, dll.
Kasihan rakyat Indonesia yang ingin bernasib lebih baik. Jangan ngoyo kalau tak punya reputasi yang oke, jangan guminter kalau prestasinya jeblok atau pas-pasan.
Masalah bangsa Indonesia ini banyak dan kompleks, jika urus daerah saja gak juara, gimana mau urus negara yang masalahnya lebih rumit, dst.
Jadi presiden itu berat, jangan mau maju sendiri tapi tak mampu memajukan rakyatnya. Tepok saliro, biar kandidat lain saja yang maju yang jelas prestasinya, lebih juara, lebih kredibel. Bisa diandalkan dst.
Urus Indonesia itu bukan main-main, ada seperempat miliar lebih rakyat yang minta perbaikan bangsa dst. Biar kandidat lain saja yang kita dorong untuk maju, yang memang Reputasinya oke, Kredibel, berkapasitas nasional dan internasional dan juga kapabel.
Kandidat yang harus selevel dengan pakde Jokowi, yang juara membawa daerah yang dipimpinnya, juara bawa Bandung dari urutan 200 jadi urutan pertama se Indonesia misalnya, juara membawa Jabar dalam menangani pandemi yang mematikan itu misalnya, membawa Jabar juara PON Papua sekaligus membuat rekor sebagai provinsi pertama yang bisa juara PON secara berturut-turut (sejak PON diselenggarakan diluar DKI, 1996), misalnya. Dst.
Jadi presiden itu berat biar kang Emil saja yang maju meneruskan perjuangan pakde Jokowi.
Pengganti pak Jokowi haruslah yang selevel dengan beliau. Sama-sama berpengalaman juara dalam memimpin sebuah institusi pemerintahan, memimpin kota, sama-sama juara memimpin provinsi, dll.
Supaya pembangunan Indonesia dapat terus dilakukan secara berkualitas, berkelanjutan dan semakin maju, sehingga tidak terjadi kejomplangan atau bahkan kemunduran maka pemimpin Indonesia berikutnya haruslah kandidat terbaik, terjuara dst.
Jangan karena kang Emil bukan dari Jawa Tengah atau Jawa Timur, jangan karena kang Emil bukan dari partai A, B atau C.
Orang modern hanya akan menilai secara ilmiah, objektif, lihat reputasinya, lihat prestasinya bukanl lihat partainya, bukan lihat suku atau golongannya dst.
Semoga rakyat Indonesia semakin cerdas dan makin logis dalam memilih pemimpinnya.
Mengenali siapakah pemimpin terbaik yang bisa membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan juara, adalah sangat penting.
Karena presiden adalah jabatan paling menentukan terhadap maju mundurnya suatu bangsa negara.
Presiden yang buruk, tak mungkin membawa kemajuan, yang mungkin terjadi hanya menjadi pejabat yang hanya ongkang-ongkang, blusukan gak jelas tanpa dapat solusi, keluyuran sana-sini hanya sebagai pencitraan bukan untuk urusan kerja, dst.
Indonesia hanya akan juara jika presidennya juga berkualitas juara. Itu logis sekali.
Penerus pakde Jokowi haruslah yang selevel dengan beliau, harus yang JUARA, yang Reputasinya juara, Kredibel dst.
Kang Emil atau bapak Dr. (HC) Muhammad Ridwan Kamil, ST., M.UD adalah satu kandidat terkuat untuk bisa membawa kemajuan BANGSA ini. Bukan klaim-klaiman, tapi data prestasi yang BICARA.
InsyaAllah, bersama pemimpin Juara, Indonesia akan segera menjadi negara yang maju, dan menjadi bangsa yang juara. Aamiin Allahumma aamiin.
Yuk kita dukung pemimpin juara, supaya kita juga menjadi bangsa dan rakyat yang juara. Aamiin.
Cimenyan, 1 Januari 2022
Kata kang Emil, Good data good decision. Bad data bad decision. No data no decision. Itulah arti pentingnya data, ilmu dan informasi.
#NKRI kita semua, bukan NKRI anda saja, bukan NKRI dia saja.
#NKRI
#Jokowi
#RidwanKamil
#RumahKita1ndonesia
#RumahKerjaRelawan1ndonesia
#RKR1 insyaAllah Juara
#Logis
RK
Reputasi
Kapabel dan kredibel
Mahi
Mahir serta modern
Agamis tur amanah
Humanis sedikit humoris
Intelek, ilmiah dan ber-integritas.
RKmahi
Baca Juga:
Note:
Budaya Literasi, banyak membaca, menyerap informasi yang BAL (benar, akurat, lengkap), budaya menulis, dst. Bangsa maju bangsa yang mau membaca dan menghargai ilmu.
Saat ini, budaya baca di Jabar sama halnya Indonesia, masih rendah.
Menurut survei Central Connecticut State University mengenai Most Literate Nations in the World, Indonesia menempati peringkat ke-60 dari total 61 negara, persis di bawah Thailand dan di atas Botswana.
UNESCO juga pernah mengungkapkan bahwa persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya dari 10.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang senang membaca.
"Knowledge is power, but character is more". Ridwan Kamil
0 Komentar